Jumat, 17 April 2015

DIRIKU YANG SEDANG DAN AKAN MEMBANGUN TENTANG TEORI LEARNING TRAJECTORY

DIRIKU YANG SEDANG DAN AKAN MEMBANGUN
TENTANG TEORI LEARNING TRAJECTORY

Guru memiliki posisi yang seksi dalam tercapainya tujuan pendidikan. Menjadi guru adalah sebuah amanh yang seharusnya amanah itu dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Guru harus benar-benar mampu menjadi seorang fasilitator bagi siswa-siswanya, dengan memberikan fasilitas dan kesempatan agar siswa mampu berkembang dalam segala potensi yang dimilikinya
Fenomena yang ada sekarang adalah guru hanya memaksa anak untuk menerima apapun yang diberi olehnya, siswa tidak bisa “bergerak”, meskipun hanya ingin sekedar mengungkapkan apa yang sebenarnya dirasakan. Pendidikan yang sebenar-benarnya adalah pendiikan yang menjadi siswa sebagi subyek , bukan obyek. Memberi kesempatan dan memfasilitasinya.
Guru harus selalu memperbaiki diri dengan menambah pengetahuan dan menambah wawasan dengan terus belajar. Disinilah kita akan belajar tentang Learning Trajectory. Belajar untuk bagaimana mengajar anak-anak.Learning trajectory memiliki empat bentuk, yaitu: material, formal, normatif, dan spiritual
1.    Material
Terdiri atas konteks dan konten, konteks sangat dekat dengan lingkunagn diman kita berada seperti artefak, lingkungan, atau budaya.
2.    Formal
Bentuk formal ini adalah sebagai aturan atau sesuatu yang resmi yang menjadi acuan dalam menyusun suatu komponen pembelajaran maupun dalam dunia pendidikan.Misal UUD 45, UU, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan Peraturan , kurikulum, silabus, RPP, LKS, dll.
3.    Normatif
Bentuk normatif ini biasanya diwujudkan dalam bentuk buku, penelitian, jurnal,..
4.    Spiritual atau agama
Inilah kedudukan yang paling tinggi di antara empat bentuk.Tiada daya atau kekuatan yang bisa mengalahkan atau merubah sesuatu yang menjadi ketetapannya. Manusia hanyalah bisa berusaha, berdoa, dan menyerahkan semuanya kepada Allah SWT

   Untuk memperoleh kemajuan dalam proses belajar mengajar, seorang guru harus mau meneliti tentang bagaimana proses pembelajaran yang baik itu. Penelitian itu harus dilaksanakan dengan berdasarkan landasan ilmiah dan harus mempunyai control.Kontrol disini berguna agar penelitian yang kita lakukan tidak menjadi sesuatu yang merugikan.
Sebenarnya Indonesia memiliki seorang yang bisa dianggap bapak pendidikan Indonesia. Dialah Ki Hajar Dewantara. Beliau terkenal dengan filosofinya “Tut wuri handayaniIng madyo mangun karso Ing ngarso sung tulodho”. Yang kurang lebih bermakna Seorang pemimpin hendaknya mampu memberikan contoh bagi orang orang disekitarnya, seorang pemimpin hendaknya mampu membangun semangat bagi orang lain dan seorang pemimpin hendaknya dari belakang mampu mendorong semangat dan moral bagi orang-orang di sekitarnya.
Suatu pandangan hidup yang luhur, yang tidak kalah dengan filsuf-filsuf eropa.Kita sebagai bangsa Indonesia seharusnya bisa mengaplikasikannya dalam setiap kehidupan kita.Sebagai guru kita harus mampu menjadi seseorang yang mampu membangkitakn semangat dan terus mendukung generasi muda kita agar menjadi lebih baik.


Peta Konsep Teori Belajar


Review Teori Belajar

1.        Behaviorism Theory
Behaviorisme adalah pandangan yang menyatakan  bahwa perilaku harus dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diamati, bukan dengan proses mental. Menurut kaum behavioris, perilaku adalah segala sesuatu yang kita lakukan dan bisa dilihat secara langsung. Misalanya, anak membuat poster, guru tersenyum terhadap anak, siswa mengganggu siswa lain, dan sebagainya.
Menurut pandangan ini, pemikiran, perasaan, dan motif itu bukan subjek yang tepat untuk ilmu perilaku sebab semuanya tidak bisa diobservasi secara langsung. Ada dua teori yang ditawarkan untuk menjelaskan proses di mana seseorang memperoleh pola perilaku, yaitu teori pengkondisian klasik dan pengkondisian operan. Kedua pandangan ini menekan pembelajaran asosiatif, yang teridiri dari pembelajaran bahwa dua pembelajaran (asosiatif). Misalnya pembelajaran asosiatif terjadi ketika siswa mengasosiasikan atau mengaitkan kejadian menyenangkan dengan pembelajarans sesuatu di sekolah, seperti guru tersenyum saat murid mengajukan pertanyaan bagus. 
Pandangan ini sering sebut dengan teori  stimulus-tanggapan. Jika seseorang  memberi tanggapan  dengan cara yang dapat diramalkan terhadap stimulus yang dikenal, maka dikatakan telah “belajar”. Teori perilaku tidak begitu banyak hubungannya dengan proses pembelajaran seperti halnya pada masukan dan hasil pembelajaran,  yaitu pada stimuli yang dipilih para konsumen dari lingkungan dari perilaku yang nyata yang dihasilkan. Dua teori perilaku yang banyak mempunyai hubungan dengan pemasaran adalah pengkondisian klasik dan pengkondisian instrumental .
a.       Classical conditioning
kondisi terjadi ketika stimulus yang memunculkan respon , bila dipasangkan dengan stimulus lain yang pada awalnya tidak mendapatkan respon sendiri. Seiring waktu, stimulus kedua (stimulus lain) ini menyebabkan respon yang sama karena kita mengasosiasikannya dengan stimulus pertama. Dengan maksud, kata pengkondisian disini berarti response yang berarti  adanya situasi yang selalu dipaparkan secara berulang-ulang.
b.      Instrumental conditioning
dikenal sebagai konsep operant , kondisi yang terjadi pada individu yang belajar untuk menghasilkan perilaku yang positif dan menghindari orang-orang yang menghasilkan hasil negatif.
2.        Social Cognitive Theory
Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran social ( Social Learning Teory ) salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Ia seorang psikologi yang terkenal dengan teori belajar social atau kognitif social serta efikasi diri. Eksperimen yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak – anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.
Teori kognitif sosial (social cognitive theory) yang dikemukakan oleh Albert Bandura menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif serta factor pelaku memainkan peran penting dalam pembelajaran.Faktor kognitif berupa ekspektasi/ penerimaan siswa untuk meraih keberhasilan, factor social mencakup pengamatan siswa terhadap perilaku orang tuanya.Albert Bandura merupakan salah satu peracang teori kognitif social.Meourut Bandura ketika siswa belajar mereka dapat merepresentasikan atau mentrasformasi pengalaman mereka secara kognitif.Bandura mengembangkan model deterministic resipkoral yang terdiri dari tiga faktor utama yaitu perilaku, person/kognitif dan lingkungan. Faktor ini bisa saling berinteraksi dalam proses pembelajaran. Faktor lingkungan mempengaruhi perilaku, perilaku mempengaruhi lingkungan, faktor person/kognitif mempengaruhi perilaku.Faktor person Bandura tak punya kecenderungan kognitif terutama pembawaan personalitas dan temperamen.Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi pemikiran dan kecerdasan.
Penekanan dari teori kognitif sosial tadi yakni unsur modeling. Jadi pengamatan menjadi hal yang utama sebagai cara untuk mencari contoh atau sesuatu yang bisa digunakannya untuk inspirasi bagi dirinya yang kemudian dia pahami dan bisa ditiru sehingga memunculkan perilaku seperti yang diharapkan.
Dalam penerapannya di dunia pendidikan diaplikasikan dalam self modeling bagi siswa atau anak yang mengalami kesulitan belajar dalam berbagai hal, apakah itu keterampilan ataupun kemampuan yang berhubungan dengan pembelajaran di sekolah.Dalam pendidikan olahraga ada yang dikenal dengan video self modeling, dimana siswa belajar dengan melihat rekaman diri sendiri yang berhasil dalam melakukan sebuah keterampilan. Dengan video self modeling ini self efficacy anak juga akan meningkat
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUMUOcJTCT5ElswMkUMBbcVPTLL2FlIy3u13wpc30SYvl2sHXl2Ibdej7ogWEV7pfhZMa5ExyigYOd3H4cWHDnbNZgPR37oEQuUyB43-ICgn_0-bGZ582tLPVqGuY2D7qCf8e_9DGOB7w/s320/elaboration+theory+diagram.jpg









3.        Cognitive Information Processing
Robert Gagne merupakan salah satu tokoh pencetus teori ini. Teori ini memandang bahwa belajar adalah proses memperoleh informasi, mengolah informasi, menyimpan informasi, serta mengingat kembali informasi yang dikontrol oleh otak. Asumsi yang mendasari teori pemrosesan informasi  Robert M Gagne adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu,
a.       Motivasi
b.      pemahaman
c.       pemerolehan
d.      penyimpanan
e.       ingatan kembali
f.       generalisasi
g.      perlakuan
h.      umpan balik.
Hasil gambar untuk pengolahan informasi kognitif teori


4.      Meaningful  Learning Theory
Belajar Bermakna (Meaningfull Learning) Belajar dikatakan bermakna bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognifitif yang dimilikinya. Sehingga peserta didik menjadi kuat ingatannya dan transfe belajarnya mudah dicapai. Struktur kognitif dapat berupafakta-fakta, konsep-konsep maupun generalisasi yang telah diperoleh atau bahkan dipahami sebelumnya oleh siswa.
Menurut Ausubel belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran itu disajikan kepada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Selanjutnya dimensi kedua menyangkut bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada.Jika siswa hanya mencoba menghafalkan informasi baru itu tanpa menghubungkan dengan struktur kognitifnya, maka terjadilah belajar dengan hafalan.Sebaliknya jika siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi baru itu dengan struktur kognitifnya maka yang terjadi adalah belajar bermakna.Menurut Ausubel belajar dapat dibagi menjadi 4 tipe , yaitu
a.         Belajar dengan penemuan yang bermakna
Informasi yang dipelajari, ditentukan secara bebas oleh peserta didik.Peserta didik itu kemudian menghubungkan pngetahuan yang baru itu dengan struktur kognitif yang dimiliki.Misalnya peserta didik diminta menemukan sifat- sifat suatu bujur sangkar.Dengan mengaitkan pengetahuan yang sudah dimiliki, seperti sifat-sifat persegi panjang, peserta didik dapat menemukan sendiri sifat- sifat bujur sangkar tersebut.
b.         Belajar dengan penemuan tidak bermakna
Informasi yang dipelajari, ditentukan secara bebas oleh peserta didik, kemudian ia menghafalnya. Misalnya, peserta didik menemukan sifat- sifat bujur sangkar tanpa bekal pengetahuan sifat- sifat geometri yang berkaitan dengan segiempat dengan sifat- siafatnya, yaitu dengan penggaris dan jangka.Dengan alat- alat ini diketemukan sifat- sifat bujur sangkar dan kemudian dihafalkan.
c.         Belajar menerima yang bermakna
Informasi yang telah tersusun secara logis di sajikan kepada peserta didik dalam bentuk final/ akhir, peserta didik kemudian menghubungkan pengetahuan yang baru itu dengan struktur kognitif yang dimiliki. Misalnya peserta didik akan mempelajari akar-akar persamaan kuadrat. Pengajar mempersiapkan bahan- bahan yang akan diberikan yang susunannya diatur sedemikian rupa sehingga materi persamaan kuadrat tersebut dengan mudah ter’tanam’ kedalam konsep persamaan yang sudah dimiliki peserta didik.Karena pengertian persamaan lebih inklusif dari pada persamaan kuadrat, materi persamaan tersebut dapat dipelajari peserta didik secara bermakna.


d.        Belajar menerima yang tidak bermakna
Dari setiap tipe bahan yang disajikan kepada peserta didik dalam ben tuk final.Peserta didik tersebut kemudian menghafalkannya.Bahan yang disajikan tadi tanpa memperhatikan pengetahuan yang dimiliki peserta didik.

5.      Developmental Approach
Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu 1) kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf; 2) pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara orgnisme dengan dunianya; 3) interaksi social, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan social, dan 4) ekullibrasi, yaitu adanya kemampuan atau system mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mempau mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
Sistem yang mengatur dari dalam mempunyai dua faktor, yaitu skema dan adaptasi. Skema berhubungan dengan pola tingkah laku yang teratur yang diperhatikan oleh organisma yang merupakan akumulasi dari tingkah laku yang sederhana hingga yang kompleks. Sedangkan adaptasi adalah fungsi penyesuaian terhadap lingkungan yang terdiri atas proses asimilasi dan akomodasi.Piaget mengemukakan penahapan dalam perkembangan intelektual anak yang dibagi ke dalam empat periode, yaitu :
a.         Periode sensori-motor ( 0 – 2 tahun )
Pada periode ini tingksh laku anak bersifat motorik dan anak menggunakan system penginderaan untuk mengenal lingkungannya untu mengenal obyek.
b.         Periode pra-operasional (2 – 7 tahun )
Pada periode ini anak bisa melakukan sesuatu sebagai hasil meniru atau mengamati sesuatu model tingkah laku dan mampu melakukan simbolisasi.
c.         Periode operasional konkret ( 7 – 11 tahun )
Pada periode ini anak sudah mampu menggunakan operasi.Pemikiran anak tidak lagi didominasi oleh persepsi, sebab anak mampu memecahkan masalah secara logis.
d.        Periode opersional formal ( 11– dewasa )
Periode operasi fomal merupakan tingkat puncak perkembangan struktur kognitif, anak remaja mampu berpikir logis untuk semua jenis masalah hipotesis, masalah verbal, dan ia dapat menggunakan penalaran ilmiah dan dapat menerima pandangan orang lain.
Menurut Piaget (Hudojo, 1979:82), struktur kognitif terbentuk karena proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah menyaring atau mendapatkan pengalaman – pengalaman baru ke dalam skema.Misalnya seorang anak mempunyai konsap mengenai “lembu”.Dalam pemikiran anak itu, ada skema “lembu”.Mungkin skema anak itu menyatakan bahwa lembu itu binatang yang berkaki empat.Berwarna putih dan makan rumput.Dimana pengertian Skema yaitu struktur mental seseorang dimana ia secara intelektual beradaptasi dengan lingkungannya.Akomodasi adalah proses menstrukturkan kembali pengalaman –pengalaman baru dengan jalan mengadakan modifikasi skema yang ada atau bahkan membentuk pengalaman yang benar – benar baru.

6.      Representation and Discovery Learning
Teori kognitif berfokus pada kemampuan pikiran untuk memahami dunia. Berpikir, keyakinan, harapan, dan perasaan mempengaruhi apa dan bagaimana kita belajar.Kognitif melihat pengetahuan sebagai hasil pembelajaran dan kekuatan pengetahuan sebagai motivator pada pembelajaran orang dewasa.
Teori belajar yang dipopulerkan Bruner disebut discovery learning.Batasan pengertian discovery learning disebutkan oleh Lefrancois (2000: 209), “discovery learning can be defined as the learning that takes place whwn student are not presented with subject matter in its final form but rather are required to organize it themselves”. Kondisi siswa dalam pengertian belajardiscovery tidak pasif menerima keterangan materi dalam bentuk final dari guru, melainkan cenderung menyusun materi sebagaimana yang siswa pahami.Bruner (Tomei, 2010: 27) mengemukakan bahwa dalam proses belajar anak-anak berkembang melalui tiga tahap perkembangan mental, yaitu:
a.       Tahap Enaktif
Pada tahap ini, anak secara langsung terlihat menggunakan atau memanipulasi (mengotak-atik) objek-objek konkret secara langsung.
b.      Tahap Ikonik
Pada tahap ini kegiatan anak didik mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek-objek konkret. Anak didik tidak memanipulasi langsung objek-objek konkret seperti pada enaktif, melainkan sudah dapat memanipulasi dengan memakai gambaran dari objek-objek yang dimaksud.
c.       Tahap Simbolik
Tahap ini merupakan tahap memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak lagi ada kaitannya dengan objek-objek. Pada saat belajar anak belajar lebih mudah dari suatu gerak ataupun proses penginderaan pada objek, selanjutnya berkembang belajar melalui media visual seperti gambar, grafik, peta, foto, dan sebagainya. Pada tahapan berikutnya, seorang anak memiliki kemampuan menerima informasi melalui kata-kata verbal.
7.      Social Approach
Teori pembelajaran sosial ini adalah perkembangan utama dari tradisi teori pembelajaran prilaku (Behaviorisme). Berbeda dengan penganut Behaviorisme, Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan.  Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar sosial ini.  Misalnya seorang yang hidup dan lingkungannya dibesarkan dilingkungan judi, maka dia cenderung menyenangi judi, atau sekitarnya menganggap bahwa judi itu tidak jelek.Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.Bandura sebagai seorang behavioris moderat penemu teori social learning/ observational learning, setiap proses belajar terjadi dalam urutan tahapan peristiwa (4 unsur utama) dan berakhir dengan penampilan atau kinerja (performance) tertentu sebagai hasil/ perolehan belajar seorang siswa. yang meliputi:
a.         Fase Perhatian (attentian)
Memberikan perhatian pada orang yang ditiru. Sebagai pengamat orang tidak dapat belajar melalui observasi kecuali kaku ia memperhatikan kegiatan-kegiatan yang diperagakan oleh model itu sendiri dan benar-benar memahaminya.Mencakup peristiwa peniruan (adanya kejelasan, keterlibatan perasaan, tingkat kerumitan, kelaziman, nilai fungsi) dan karakteristik pengamatan (kemampuan indera, minat, persepsi, penguatan sebelumnya).
b.         Fase Pengingat (retention)
Seorang pengamat harus dapat mengingat apa yang yang telah dilihatnya. Dia harus mengubah informasi yang diamatinya menjadi bentuk gambaran mental, atau mengubah simbol-simbol verbal, dan kemudian menyimpan dalam ingatannya.Mencakup kode pengkodean simbolik, pengorganisasian pikiran, pengulangan simbol, pengulangan motorik.
c.          Reproduksi motorik (reproduction)
Yaitu proses peniruan adalah mengubah ide gambaran, atau ingatan menjadi tindakan. Mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratan umpan balik.
d.         Peneguhan/Motivasi (reinforcement/motivation)
Mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri

8.      Constructivist Approach
Teori konstruktivisme menyatakan bahwa murid membina makna tentang dunia dengan mensintesis pengalaman baru kepada apa yang mereka telah fahami sebelum ini. Mereka membentuk peraturan melalui refleksi tentang interaksi mereka dengan objek dan ide. Apabila mereka bertemu dengan objek, ide atau perkaitan yang tidak bermakna kepada mereka, maka mereka akan sama ada menginterpretasi apa yang mereka lihat supaya secocok dengan peraturan yang mereka telah bentuk atau mereka akan menyesuaikan peraturan mereka agar dapat menerangkan maklumat baru ini dengan lebih baik.
Konstruktivis melihat belajar sebagai proses aktif pelajar mengkonstruksi arti baik dalam bentuk teks, dialog, pengalaman fisis, ataupun bentuk lainnya. Von Glasersfeld menyatakan bahwa dalam perspektif konstruktivis, belajar bukan suatu perwujudan hubungan stimulus-respons.Belajar memerlukan pengaturan diridan pembentukan struktur konseptual melalui refleksi dan abstraksi.7 Fosnot menambahkan, tujuan belajar lebih difokuskan pada pengembangan konsep dan pemahaman yang mendalam daripada sekedar pembentukan perilaku atau keterampilan.
9.      Technological Approach
Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) berkembang sangat pesat dan dahsyat saat ini.Segala bentuk teknologi yang diterapkan untuk memproses dan mengirimkan informasi dalam bentuk elektronik, perangkat lunak pemroses transaksi, perangkat lunak lembar kerja (worksheet), dan peralatan komunikasi dan jaringan merupakan sebagian contoh teknologi ini.TIK dapat diintegrasikan atau diterapkan dalam berbagai bidang, misalnya pendidikan, pertahanan, kesehatan, perdagangan, dan lain sebagainya.
Integrasi TIK dalam dunia pendidikan salah satunya yaitu integrasi dalam proses pembelajaran di sekolah.Integrasi TIK dalam pembelajaran adalah peluang sekaligus tantangan yang besar. Sederhananya, menurut Gaible dan Burns (2005), integrasi teknologi mengacu pada penggunaan komputer dan internet untuk mendukung proses pembelajaran. Pengintegrasian TIK digunakan dengan tujuan yang terkait dengan pencapaian kompetensi tertentu dalam pembelajaran.TIK digunakan sebagai alat pembelajaran dan pembelajaran berlangsung melalui penggunaannya (Gaible & Burns, 2005).
Penggunaan TIK secara strategis dinilai akan mampu meningkatkan proses dan hasil  pembelajaran. Agar proses itu berlangsung dengan efektif, teknologi tersebut perlu didukung dengan pendekatan pedagogis yang inovatif, sehingga memungkinkan terwujudnya kolaborasi, komunikasi, dan mobilitas dinamis dan bermakna (Webster & Murphy, 2008). Penggunaan TIK yang tepat juga akan memacu kreativitas, memperluas kebebasan, dan memungkinkan fleksibilitas bagi guru dan siswa, tetapi, yang lebih penting lagi, juga merubah beberapa dimensi proses belajar mengajar.
10.  Social Formation Theory

Teori yang pertama kali dikembangkan tentang teori ini adalah tahun 1920 yang dikenal dengan teori aktivitas.Teori ini berbunyai bahwa ketika individu berinteraksi dengan lingkungan mereka kemudian mereka menyibukkan diri dengan produksi dan menggunakan alat-alat untuk mendapatkan hasil. Alat ini exteriorized bentuk proses mental dan sebagai proses mental ini berubah menjadi alat, mereka menjadi mudah diakses dan menular pada orang lain. Hasil akhirnya adalah bahwa dasar interaksi sosial didukung oleh criteria eksternal.

Selasa, 07 April 2015

Komentar atas Video Pembelajaran di Jepang

I.         Komentar / Tanggapan
Setelah melihat video pembelajaran yang ditayangkan, saya merasa takjub tetapi juga malu. Takjub karena bagaimana Jepang sudah mempraktikkan pembelajaran yang sangat mengedepankan partisipasi aktif dari siswa-siswanya, sebaliknya saya merasa malu karena sampai sekarang saya masih jauh dari yang apa yang ditampilkan di video pembelajaran tersebut, padahal video tersebut kemungkinan dibuat pada tahun 90 an.
Dari video pembelajaran tersebut, tampak  siswa sedang mempelajari materi perkalian dengan media tabel perkalian. Pembelajaran terlihat telah berpusat pada siswa (students centered), yang ditandai dengan adanya pemberian kesempatan oleh guru kepada siswa untuk aktif dengan berbagai kegiatan pemecahan masalah dan juga kesempatan untuk mempresentasikan hasil temuannya atau hasil kerjanya. Sangat tampak sekali bahwa siswa sangat antusias dalam mengikuti pembelajaran tersebut.
Dari sisi guru, dapat dilihat dalam pembelajaran tersebut bahwa kelas tersebut menggunakan sistem team teaching (dua guru). Yang saya acungi jempol adalah bahwa guru tersebut sangat hebat dalam membuat skema atau skenario pembelajaran sehingga pembelajaran dapat berlangsung sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Selain itu guru sebagai fasilitator memberi kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk aktif dalam pembelajaran dan menyediakan lembar kegiatan siswa (LKS) sehingga siswa dapat lebih memahami pembelajaran. LKS yang disediakan pun ada dalam berbagai ukuran, ada yang kecil yang dikerjakan siswa di meja masing-masing, dan ada yang besar untuk mempresentasikan hasilnya. Dapat dikatakan bahwa peran guru sangat besar dalam kesuksesan sebuah pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, penyediaan fasilitas, dan lain-lain. Tetapi perlu ditekankan bahwa peran guru yang besar tersebut jangan sampai menjadikan pembelajarn kembali berpusat pada guru, peran disini dalam arti guru menjadi fasilitator yang baik.

II.      Pertanyaan
1.      Bagaimanakah mengawali sebuah pembelajaran yang mampu membuat siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran tersebut?
2.      Seperti apakah fasilitas dalam pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa?
3.  Dalam kenyataannya banyak nguru di Indonesia yang masih menggunakan metode pembelajaran tradisional, lalu bagaimanakah agar mereka mau untuk berkembang menjadi nguru yang inovatif?
4.      Kebanyakan di sekolah dasar kita belum menggunakan sistem team teaching dalam mengajar karena keterbatasan jumlah guru, lalu bagaimana solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut?
III.   1. Kelebihan dan kekurangan metode dan perangkat pembelajaran yang selama ini saya          praktikkan.
Selama ini saya sudah mencoba melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan      berbagai metode pembelajaran, misalnya ceramah, pemecahan masalah, demonstrasi dan lain-lain, tetapi memang harus saya akui bahwa peran yang saya lakukan masih sangat mendominasi dalam proses belajar mengajar. Saya masih sangat berkuasa di kelas, sehingga partisipasi siswa sangat kurang. Kelebihan dari metode yang saya gunakan mungkiin siswa menjadi lebih tenang dalam mengikuti pembelajaran dan suasana lebih terkontrol. Kelemahannya adalah suasana tenang dan terkontrol itu mungkin karena siswa sebenarnya tidak memahami materi dengan bai, partisipasi siswa kurang, siswa menjadi tidak kreatif dan siswa menjadi menurun gairah belajarnya.
2. Seberapa jauh video pembelajaran tersebut mempengaruhi dan memperbaiki praktik pembelajaran saya.

     Setelah melihat video tersebut, hati dan pikiran saya menjadi terbuka bahwa saya harus berubah dan berkembang menjadi lebih baik. Yang semula saya mendominasi dalam pembelajaran, harus menjadi memfasilitasi pembelajaran. Guru juga harus menyediakan atau membuat lembar kerja siswa sebagai sebuah perangkat pembelajaran yang mampu menjadi fasilitas belajar siswa. Saya juga harus mengembangkan siswa dengan memberi kesempatan siswa untuk berartisipasi aktif dalam pembelajaran, baik itu dalam sebuah diskusi atau presentasi. Dan yang terakhir saya belajar bahwa peran guru dalam merencanakan sebuah pembelajaran sangatlah besar, untuk itu saya harus lebih cermat dalam membuat perencanaan pembelajaran demi tercapainya tujuan pembelajaran