Senin, 22 Juni 2015
Senin, 20 April 2015
Jumat, 17 April 2015
DIRIKU YANG SEDANG DAN AKAN MEMBANGUN TENTANG TEORI LEARNING TRAJECTORY
DIRIKU YANG SEDANG DAN AKAN MEMBANGUN
TENTANG TEORI LEARNING TRAJECTORY
Guru memiliki posisi yang seksi dalam
tercapainya tujuan pendidikan. Menjadi guru adalah sebuah amanh yang seharusnya
amanah itu dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Guru harus benar-benar
mampu menjadi seorang fasilitator bagi siswa-siswanya, dengan memberikan
fasilitas dan kesempatan agar siswa mampu berkembang dalam segala potensi yang
dimilikinya
Fenomena yang ada sekarang adalah guru hanya
memaksa anak untuk menerima apapun yang diberi olehnya, siswa tidak bisa
“bergerak”, meskipun hanya ingin sekedar mengungkapkan apa yang sebenarnya
dirasakan. Pendidikan yang sebenar-benarnya adalah pendiikan yang menjadi siswa
sebagi subyek , bukan obyek. Memberi kesempatan dan memfasilitasinya.
Guru harus selalu memperbaiki diri dengan
menambah pengetahuan dan menambah wawasan dengan terus belajar. Disinilah kita
akan belajar tentang Learning Trajectory. Belajar untuk bagaimana mengajar
anak-anak.Learning trajectory memiliki empat bentuk, yaitu: material, formal,
normatif, dan spiritual
1. Material
Terdiri atas konteks
dan konten, konteks sangat dekat dengan lingkunagn diman kita berada seperti artefak,
lingkungan, atau budaya.
2. Formal
Bentuk formal ini
adalah sebagai aturan atau sesuatu yang resmi yang menjadi acuan dalam menyusun
suatu komponen pembelajaran maupun dalam dunia pendidikan.Misal UUD 45, UU,
Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan Peraturan , kurikulum, silabus,
RPP, LKS, dll.
3. Normatif
Bentuk normatif ini
biasanya diwujudkan dalam bentuk buku, penelitian, jurnal,..
4. Spiritual
atau agama
Inilah kedudukan yang paling tinggi
di antara empat bentuk.Tiada daya atau kekuatan yang bisa mengalahkan atau
merubah sesuatu yang menjadi ketetapannya. Manusia hanyalah bisa berusaha,
berdoa, dan menyerahkan semuanya kepada Allah SWT
Untuk memperoleh kemajuan dalam proses
belajar mengajar, seorang guru harus mau meneliti tentang bagaimana proses
pembelajaran yang baik itu. Penelitian itu harus dilaksanakan dengan
berdasarkan landasan ilmiah dan harus mempunyai control.Kontrol disini berguna
agar penelitian yang kita lakukan tidak menjadi sesuatu yang merugikan.
Sebenarnya Indonesia
memiliki seorang yang bisa dianggap bapak pendidikan Indonesia. Dialah Ki Hajar
Dewantara. Beliau terkenal dengan filosofinya “Tut wuri handayaniIng madyo
mangun karso Ing ngarso sung tulodho”. Yang kurang lebih bermakna Seorang
pemimpin hendaknya mampu memberikan contoh bagi orang orang disekitarnya, seorang
pemimpin hendaknya mampu membangun semangat bagi orang lain dan seorang
pemimpin hendaknya dari belakang mampu mendorong semangat dan moral bagi
orang-orang di sekitarnya.
Suatu pandangan
hidup yang luhur, yang tidak kalah dengan filsuf-filsuf eropa.Kita sebagai
bangsa Indonesia seharusnya bisa mengaplikasikannya dalam setiap kehidupan
kita.Sebagai guru kita harus mampu menjadi seseorang yang mampu membangkitakn
semangat dan terus mendukung generasi muda kita agar menjadi lebih baik.
Review Teori Belajar
Behaviorisme
adalah pandangan yang menyatakan bahwa perilaku harus dijelaskan melalui
pengalaman yang dapat diamati, bukan dengan proses mental. Menurut kaum
behavioris, perilaku adalah segala sesuatu yang kita lakukan dan bisa dilihat
secara langsung. Misalanya, anak membuat poster, guru tersenyum terhadap anak,
siswa mengganggu siswa lain, dan sebagainya.
Menurut
pandangan
ini, pemikiran, perasaan, dan motif itu bukan subjek yang tepat
untuk ilmu perilaku sebab semuanya tidak bisa diobservasi secara langsung. Ada
dua teori yang ditawarkan untuk menjelaskan proses di mana seseorang memperoleh
pola perilaku, yaitu teori pengkondisian klasik dan pengkondisian operan. Kedua
pandangan ini menekan pembelajaran asosiatif, yang teridiri dari pembelajaran
bahwa dua pembelajaran (asosiatif). Misalnya pembelajaran
asosiatif terjadi ketika siswa mengasosiasikan atau mengaitkan kejadian
menyenangkan dengan pembelajarans sesuatu di sekolah, seperti guru tersenyum
saat murid mengajukan pertanyaan bagus.
Pandangan ini sering sebut dengan
teori stimulus-tanggapan. Jika seseorang
memberi tanggapan dengan cara yang dapat diramalkan terhadap
stimulus yang dikenal, maka dikatakan telah “belajar”. Teori perilaku tidak
begitu banyak hubungannya dengan proses pembelajaran seperti halnya pada
masukan dan hasil pembelajaran, yaitu pada stimuli yang dipilih para
konsumen dari lingkungan dari perilaku yang nyata yang dihasilkan. Dua teori
perilaku yang banyak mempunyai hubungan dengan pemasaran adalah pengkondisian
klasik dan pengkondisian instrumental .
a.
Classical
conditioning
kondisi terjadi ketika
stimulus yang memunculkan respon , bila dipasangkan dengan stimulus lain yang
pada awalnya tidak mendapatkan respon sendiri. Seiring waktu, stimulus kedua
(stimulus lain) ini menyebabkan respon yang sama karena kita mengasosiasikannya
dengan stimulus pertama. Dengan maksud, kata pengkondisian disini berarti
response yang berarti adanya situasi yang selalu dipaparkan secara
berulang-ulang.
b.
Instrumental
conditioning
dikenal sebagai konsep
operant , kondisi yang terjadi pada individu yang belajar untuk menghasilkan
perilaku yang positif dan menghindari orang-orang yang menghasilkan hasil
negatif.
2.
Social Cognitive Theory
Albert Bandura sangat terkenal
dengan teori pembelajaran social ( Social Learning Teory ) salah satu
konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dari
pikiran, pemahaman dan evaluasi. Ia seorang psikologi yang terkenal dengan
teori belajar social atau kognitif social serta efikasi diri. Eksperimen yang
sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak – anak meniru
seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.
Teori kognitif sosial (social
cognitive theory) yang dikemukakan oleh Albert Bandura menyatakan bahwa
faktor sosial dan kognitif serta factor pelaku memainkan peran penting dalam
pembelajaran.Faktor kognitif berupa ekspektasi/ penerimaan siswa untuk meraih
keberhasilan, factor social mencakup pengamatan siswa terhadap perilaku orang
tuanya.Albert Bandura merupakan salah satu peracang teori kognitif
social.Meourut Bandura ketika siswa belajar mereka dapat merepresentasikan atau
mentrasformasi pengalaman mereka secara kognitif.Bandura mengembangkan model deterministic
resipkoral yang terdiri dari tiga faktor utama yaitu perilaku, person/kognitif
dan lingkungan. Faktor ini bisa saling berinteraksi dalam proses pembelajaran.
Faktor lingkungan mempengaruhi perilaku, perilaku mempengaruhi lingkungan,
faktor person/kognitif mempengaruhi perilaku.Faktor person Bandura tak punya
kecenderungan kognitif terutama pembawaan personalitas dan temperamen.Faktor
kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi pemikiran dan kecerdasan.
Penekanan dari
teori kognitif sosial tadi yakni unsur modeling. Jadi pengamatan menjadi hal
yang utama sebagai cara untuk mencari contoh atau sesuatu yang bisa
digunakannya untuk inspirasi bagi dirinya yang kemudian dia pahami dan bisa
ditiru sehingga memunculkan perilaku seperti yang diharapkan.
Dalam penerapannya di dunia
pendidikan diaplikasikan dalam self modeling bagi siswa atau anak yang
mengalami kesulitan belajar dalam berbagai hal, apakah itu keterampilan ataupun
kemampuan yang berhubungan dengan pembelajaran di sekolah.Dalam pendidikan
olahraga ada yang dikenal dengan video self modeling, dimana siswa belajar dengan
melihat rekaman diri sendiri yang berhasil dalam melakukan sebuah keterampilan.
Dengan video self modeling ini self
efficacy anak juga akan meningkat
3.
Cognitive
Information Processing
Robert
Gagne merupakan salah satu tokoh pencetus teori ini. Teori ini memandang bahwa
belajar adalah proses memperoleh informasi, mengolah informasi, menyimpan
informasi, serta mengingat kembali informasi yang dikontrol oleh otak. Asumsi
yang mendasari teori pemrosesan informasi Robert M Gagne adalah bahwa
pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan.
Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa
dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah
sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan
informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan
kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri
individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang
terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari
lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Menurut Gagne
tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu,
a. Motivasi
b. pemahaman
c. pemerolehan
d. penyimpanan
e. ingatan
kembali
f. generalisasi
g. perlakuan
h. umpan
balik.
4. Meaningful Learning Theory
Belajar Bermakna (Meaningfull Learning)
Belajar dikatakan bermakna bila informasi yang akan dipelajari peserta didik
disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu
sehingga peserta didik itu dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur
kognifitif yang dimilikinya. Sehingga
peserta didik menjadi kuat ingatannya dan transfe belajarnya mudah dicapai. Struktur kognitif dapat berupafakta-fakta, konsep-konsep maupun generalisasi yang
telah diperoleh atau bahkan dipahami sebelumnya oleh siswa.
Menurut Ausubel belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua dimensi. Dimensi
pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran itu disajikan
kepada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Selanjutnya dimensi kedua
menyangkut bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur
kognitif yang telah ada.Jika siswa hanya mencoba menghafalkan informasi baru
itu tanpa menghubungkan dengan struktur kognitifnya, maka terjadilah belajar
dengan hafalan.Sebaliknya jika siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi
baru itu dengan struktur kognitifnya maka yang terjadi adalah belajar bermakna.Menurut Ausubel belajar dapat dibagi menjadi 4 tipe
, yaitu
a.
Belajar dengan
penemuan yang bermakna
Informasi
yang dipelajari, ditentukan secara bebas oleh peserta didik.Peserta didik itu
kemudian menghubungkan pngetahuan yang baru itu dengan struktur kognitif yang
dimiliki.Misalnya peserta didik diminta menemukan sifat- sifat suatu bujur
sangkar.Dengan mengaitkan pengetahuan yang sudah dimiliki, seperti sifat-sifat
persegi panjang, peserta didik dapat menemukan sendiri sifat- sifat bujur
sangkar tersebut.
b.
Belajar dengan
penemuan tidak bermakna
Informasi
yang dipelajari, ditentukan secara bebas oleh peserta didik, kemudian ia
menghafalnya. Misalnya, peserta didik menemukan sifat- sifat bujur sangkar
tanpa bekal pengetahuan sifat- sifat geometri yang berkaitan dengan segiempat
dengan sifat- siafatnya, yaitu dengan penggaris dan jangka.Dengan alat- alat
ini diketemukan sifat- sifat bujur sangkar dan kemudian dihafalkan.
c.
Belajar menerima
yang bermakna
Informasi yang
telah tersusun secara logis di sajikan kepada peserta didik dalam bentuk final/
akhir, peserta didik kemudian menghubungkan pengetahuan yang baru itu dengan
struktur kognitif yang dimiliki. Misalnya peserta didik akan mempelajari
akar-akar persamaan kuadrat. Pengajar mempersiapkan bahan- bahan yang akan
diberikan yang susunannya diatur sedemikian rupa sehingga materi
persamaan kuadrat tersebut dengan mudah ter’tanam’ kedalam konsep
persamaan yang sudah dimiliki peserta didik.Karena pengertian persamaan lebih
inklusif dari pada persamaan kuadrat, materi persamaan tersebut dapat
dipelajari peserta didik secara bermakna.
d.
Belajar menerima
yang tidak bermakna
Dari setiap tipe
bahan yang disajikan kepada peserta didik dalam ben tuk final.Peserta didik
tersebut kemudian menghafalkannya.Bahan yang disajikan tadi tanpa memperhatikan
pengetahuan yang dimiliki peserta didik.
5.
Developmental
Approach
Menurut Piaget, perkembangan kognitif
mempunyai empat aspek, yaitu 1) kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan
syaraf; 2) pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara orgnisme dengan
dunianya; 3) interaksi social, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam
hubungannya dengan lingkungan social, dan 4) ekullibrasi, yaitu
adanya kemampuan atau system mengatur dalam diri organisme agar dia selalu
mempau mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
Sistem yang mengatur dari dalam mempunyai dua
faktor, yaitu skema dan adaptasi. Skema berhubungan dengan pola tingkah laku
yang teratur yang diperhatikan oleh organisma yang merupakan akumulasi dari
tingkah laku yang sederhana hingga yang kompleks. Sedangkan adaptasi adalah
fungsi penyesuaian terhadap lingkungan yang terdiri atas proses asimilasi dan
akomodasi.Piaget mengemukakan penahapan dalam perkembangan intelektual anak
yang dibagi ke dalam empat periode, yaitu :
a.
Periode sensori-motor ( 0 – 2 tahun )
Pada periode ini tingksh
laku anak bersifat motorik dan anak menggunakan system penginderaan untuk
mengenal lingkungannya untu mengenal obyek.
b.
Periode pra-operasional (2 – 7 tahun )
Pada periode ini anak bisa melakukan sesuatu
sebagai hasil meniru atau mengamati sesuatu model tingkah laku dan mampu
melakukan simbolisasi.
c.
Periode operasional konkret ( 7 – 11 tahun )
Pada periode ini anak sudah mampu menggunakan
operasi.Pemikiran anak tidak lagi didominasi oleh persepsi, sebab anak mampu
memecahkan masalah secara logis.
d.
Periode opersional formal ( 11– dewasa )
Periode operasi fomal merupakan tingkat puncak
perkembangan struktur kognitif, anak remaja mampu berpikir logis untuk semua
jenis masalah hipotesis, masalah verbal, dan ia dapat menggunakan penalaran
ilmiah dan dapat menerima pandangan orang lain.
Menurut
Piaget (Hudojo, 1979:82), struktur kognitif terbentuk karena proses asimilasi
dan akomodasi. Asimilasi adalah menyaring atau
mendapatkan pengalaman – pengalaman baru ke dalam skema.Misalnya seorang anak
mempunyai konsap mengenai “lembu”.Dalam pemikiran anak itu, ada skema
“lembu”.Mungkin skema anak itu menyatakan bahwa lembu itu binatang yang berkaki
empat.Berwarna putih dan makan rumput.Dimana pengertian Skema yaitu
struktur mental seseorang dimana ia secara intelektual beradaptasi dengan
lingkungannya.Akomodasi adalah proses menstrukturkan kembali
pengalaman –pengalaman baru dengan jalan mengadakan modifikasi skema yang ada
atau bahkan membentuk pengalaman yang benar – benar baru.
6. Representation and Discovery Learning
Teori kognitif berfokus pada kemampuan pikiran untuk
memahami dunia. Berpikir, keyakinan,
harapan, dan perasaan mempengaruhi apa dan bagaimana kita belajar.Kognitif
melihat pengetahuan sebagai hasil pembelajaran dan kekuatan pengetahuan sebagai
motivator pada pembelajaran orang dewasa.
Teori belajar yang dipopulerkan Bruner disebut discovery
learning.Batasan pengertian discovery learning disebutkan oleh
Lefrancois (2000: 209), “discovery learning can be defined as the learning
that takes place whwn student are not presented with subject matter in its
final form but rather are required to organize it themselves”. Kondisi
siswa dalam pengertian belajardiscovery tidak pasif menerima
keterangan materi dalam bentuk final dari guru, melainkan cenderung menyusun
materi sebagaimana yang siswa pahami.Bruner (Tomei, 2010: 27) mengemukakan
bahwa dalam proses belajar anak-anak berkembang melalui tiga tahap perkembangan
mental, yaitu:
a. Tahap Enaktif
Pada tahap ini, anak
secara langsung terlihat menggunakan atau memanipulasi (mengotak-atik)
objek-objek konkret secara langsung.
b. Tahap Ikonik
Pada tahap ini kegiatan
anak didik mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek-objek
konkret. Anak didik tidak memanipulasi langsung objek-objek konkret seperti
pada enaktif, melainkan sudah dapat memanipulasi dengan memakai gambaran dari
objek-objek yang dimaksud.
c. Tahap Simbolik
Tahap ini merupakan
tahap memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak lagi ada kaitannya
dengan objek-objek. Pada saat belajar anak belajar lebih mudah dari suatu
gerak ataupun proses penginderaan pada objek, selanjutnya berkembang belajar
melalui media visual seperti gambar, grafik, peta, foto, dan sebagainya. Pada
tahapan berikutnya, seorang anak memiliki kemampuan menerima informasi melalui
kata-kata verbal.
7.
Social Approach
Teori pembelajaran sosial ini adalah perkembangan utama
dari tradisi teori pembelajaran prilaku (Behaviorisme). Berbeda dengan penganut Behaviorisme, Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks
interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan
pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan
sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar sosial ini. Misalnya seorang yang hidup dan lingkungannya
dibesarkan dilingkungan judi, maka dia cenderung menyenangi judi, atau
sekitarnya menganggap bahwa judi itu tidak jelek.Prinsip dasar belajar menurut teori
ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral
terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling).
Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui
pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir
dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.Bandura sebagai
seorang behavioris moderat penemu teori social
learning/ observational learning,
setiap proses belajar terjadi dalam urutan tahapan peristiwa (4 unsur utama)
dan berakhir dengan
penampilan atau kinerja (performance) tertentu sebagai hasil/ perolehan belajar
seorang siswa. yang meliputi:
a.
Fase Perhatian
(attentian)
Memberikan
perhatian pada orang yang ditiru. Sebagai pengamat orang tidak dapat belajar
melalui observasi kecuali kaku ia memperhatikan kegiatan-kegiatan yang
diperagakan oleh model itu sendiri dan benar-benar memahaminya.Mencakup
peristiwa peniruan (adanya kejelasan, keterlibatan perasaan, tingkat kerumitan,
kelaziman, nilai fungsi) dan karakteristik pengamatan (kemampuan indera, minat,
persepsi, penguatan sebelumnya).
b.
Fase Pengingat (retention)
Seorang
pengamat harus dapat mengingat apa yang yang telah dilihatnya. Dia harus
mengubah informasi yang diamatinya menjadi bentuk gambaran mental, atau
mengubah simbol-simbol verbal, dan kemudian menyimpan dalam ingatannya.Mencakup kode
pengkodean simbolik, pengorganisasian pikiran, pengulangan simbol, pengulangan
motorik.
c.
Reproduksi motorik (reproduction)
Yaitu
proses peniruan adalah mengubah ide gambaran, atau ingatan menjadi tindakan.
Mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratan umpan balik.
d.
Peneguhan/Motivasi (reinforcement/motivation)
Mencakup
dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri
8. Constructivist
Approach
Teori
konstruktivisme menyatakan bahwa murid membina makna tentang dunia dengan
mensintesis pengalaman baru kepada apa yang mereka telah fahami sebelum ini.
Mereka membentuk peraturan melalui refleksi tentang interaksi mereka dengan
objek dan ide. Apabila mereka bertemu dengan objek, ide atau perkaitan yang
tidak bermakna kepada mereka, maka mereka akan sama ada menginterpretasi apa
yang mereka lihat supaya secocok dengan peraturan yang mereka telah bentuk atau
mereka akan menyesuaikan peraturan mereka agar dapat menerangkan maklumat baru
ini dengan lebih baik.
Konstruktivis melihat belajar sebagai proses
aktif pelajar mengkonstruksi arti baik dalam bentuk teks, dialog, pengalaman
fisis, ataupun bentuk lainnya. Von Glasersfeld menyatakan bahwa dalam
perspektif konstruktivis, belajar bukan suatu perwujudan hubungan
stimulus-respons.Belajar memerlukan pengaturan diridan pembentukan struktur
konseptual melalui refleksi dan abstraksi.7 Fosnot menambahkan, tujuan belajar
lebih difokuskan pada pengembangan konsep dan pemahaman yang mendalam daripada
sekedar pembentukan perilaku atau keterampilan.
9. Technological
Approach
Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) berkembang sangat pesat
dan dahsyat saat ini.Segala bentuk teknologi yang diterapkan untuk memproses
dan mengirimkan informasi dalam bentuk elektronik, perangkat lunak pemroses
transaksi, perangkat lunak lembar kerja (worksheet), dan peralatan
komunikasi dan jaringan merupakan sebagian contoh teknologi ini.TIK dapat
diintegrasikan atau diterapkan dalam berbagai bidang, misalnya pendidikan,
pertahanan, kesehatan, perdagangan, dan lain sebagainya.
Integrasi TIK dalam dunia pendidikan salah satunya yaitu integrasi
dalam proses pembelajaran di sekolah.Integrasi TIK dalam pembelajaran adalah
peluang sekaligus tantangan yang besar. Sederhananya, menurut Gaible dan Burns
(2005), integrasi teknologi mengacu pada penggunaan komputer dan internet untuk
mendukung proses pembelajaran. Pengintegrasian TIK digunakan dengan tujuan yang
terkait dengan pencapaian kompetensi tertentu dalam pembelajaran.TIK digunakan
sebagai alat pembelajaran dan pembelajaran berlangsung melalui penggunaannya
(Gaible & Burns, 2005).
Penggunaan TIK secara strategis dinilai akan mampu meningkatkan
proses dan hasil pembelajaran. Agar
proses itu berlangsung dengan efektif, teknologi tersebut perlu didukung dengan
pendekatan pedagogis yang inovatif, sehingga memungkinkan terwujudnya
kolaborasi, komunikasi, dan mobilitas dinamis dan bermakna (Webster &
Murphy, 2008). Penggunaan TIK yang tepat juga akan memacu kreativitas,
memperluas kebebasan, dan memungkinkan fleksibilitas bagi guru dan siswa,
tetapi, yang lebih penting lagi, juga merubah beberapa dimensi proses belajar
mengajar.
10. Social Formation Theory
Teori
yang pertama kali dikembangkan tentang teori ini adalah tahun 1920 yang dikenal
dengan teori aktivitas.Teori ini berbunyai bahwa ketika individu berinteraksi
dengan lingkungan mereka kemudian mereka menyibukkan diri dengan produksi dan
menggunakan alat-alat untuk mendapatkan hasil. Alat ini exteriorized bentuk
proses mental dan sebagai proses mental ini berubah menjadi alat, mereka
menjadi mudah diakses dan menular pada orang lain. Hasil akhirnya adalah bahwa
dasar interaksi sosial didukung oleh criteria eksternal.
Selasa, 07 April 2015
Komentar atas Video Pembelajaran di Jepang
I.
Komentar / Tanggapan
Setelah melihat video
pembelajaran yang ditayangkan, saya merasa takjub tetapi juga malu. Takjub
karena bagaimana Jepang sudah mempraktikkan pembelajaran yang sangat
mengedepankan partisipasi aktif dari siswa-siswanya, sebaliknya saya merasa
malu karena sampai sekarang saya masih jauh dari yang apa yang ditampilkan di
video pembelajaran tersebut, padahal video tersebut kemungkinan dibuat pada tahun
90 an.
Dari video pembelajaran
tersebut, tampak siswa sedang
mempelajari materi perkalian dengan media tabel perkalian. Pembelajaran terlihat
telah berpusat pada siswa (students
centered), yang ditandai dengan adanya pemberian kesempatan oleh guru kepada
siswa untuk aktif dengan berbagai kegiatan pemecahan masalah dan juga
kesempatan untuk mempresentasikan hasil temuannya atau hasil kerjanya. Sangat
tampak sekali bahwa siswa sangat antusias dalam mengikuti pembelajaran
tersebut.
Dari sisi guru, dapat dilihat
dalam pembelajaran tersebut bahwa kelas tersebut menggunakan sistem team teaching (dua guru). Yang saya
acungi jempol adalah bahwa guru tersebut sangat hebat dalam membuat skema atau
skenario pembelajaran sehingga pembelajaran dapat berlangsung sedemikian rupa
sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Selain itu guru sebagai
fasilitator memberi kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk aktif dalam
pembelajaran dan menyediakan lembar kegiatan siswa (LKS) sehingga siswa dapat
lebih memahami pembelajaran. LKS yang disediakan pun ada dalam berbagai ukuran,
ada yang kecil yang dikerjakan siswa di meja masing-masing, dan ada yang besar
untuk mempresentasikan hasilnya. Dapat dikatakan bahwa peran guru sangat besar
dalam kesuksesan sebuah pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
penyediaan fasilitas, dan lain-lain. Tetapi perlu ditekankan bahwa peran guru
yang besar tersebut jangan sampai menjadikan pembelajarn kembali berpusat pada
guru, peran disini dalam arti guru menjadi fasilitator yang baik.
II. Pertanyaan
1. Bagaimanakah
mengawali sebuah pembelajaran yang mampu membuat siswa berpartisipasi aktif
dalam pembelajaran tersebut?
2. Seperti
apakah fasilitas dalam pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa?
3. Dalam
kenyataannya banyak nguru di Indonesia yang masih menggunakan metode
pembelajaran tradisional, lalu bagaimanakah agar mereka mau untuk berkembang
menjadi nguru yang inovatif?
4. Kebanyakan
di sekolah dasar kita belum menggunakan sistem team teaching dalam mengajar
karena keterbatasan jumlah guru, lalu bagaimana solusi untuk mengatasi
permasalahan tersebut?
III. 1.
Kelebihan dan kekurangan metode dan perangkat pembelajaran yang selama ini
saya praktikkan.
Selama ini saya sudah
mencoba melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan berbagai metode pembelajaran, misalnya ceramah, pemecahan
masalah, demonstrasi dan lain-lain,
tetapi memang harus saya akui bahwa peran yang saya lakukan masih sangat
mendominasi dalam proses belajar mengajar. Saya masih sangat berkuasa di kelas,
sehingga partisipasi siswa sangat kurang. Kelebihan dari metode yang saya
gunakan mungkiin siswa menjadi lebih tenang dalam mengikuti pembelajaran dan
suasana lebih terkontrol. Kelemahannya adalah suasana tenang dan terkontrol itu
mungkin karena siswa sebenarnya tidak memahami materi dengan bai, partisipasi
siswa kurang, siswa menjadi tidak kreatif dan siswa menjadi menurun gairah
belajarnya.
2. Seberapa jauh video
pembelajaran tersebut mempengaruhi dan memperbaiki praktik pembelajaran saya.
Setelah melihat video tersebut, hati dan pikiran saya menjadi
terbuka bahwa saya harus berubah dan berkembang menjadi lebih baik. Yang semula
saya mendominasi dalam pembelajaran, harus menjadi memfasilitasi pembelajaran.
Guru juga harus menyediakan atau membuat lembar kerja siswa sebagai sebuah
perangkat pembelajaran yang mampu menjadi fasilitas belajar siswa. Saya juga
harus mengembangkan siswa dengan memberi kesempatan siswa untuk berartisipasi
aktif dalam pembelajaran, baik itu dalam sebuah diskusi atau presentasi. Dan
yang terakhir saya belajar bahwa peran guru dalam merencanakan sebuah
pembelajaran sangatlah besar, untuk itu saya harus lebih cermat dalam membuat
perencanaan pembelajaran demi tercapainya tujuan pembelajaran
Rabu, 25 Maret 2015
PROSES MEMBACA DAN MENULIS
PENDAHULUAN
Membaca
dan menulis saat ini dipandang sebagai suatu proses transaktif, dimana pembaca
dan penulis menyusun sebuah makna yang diperoleh melalui pengalaman membaca dan
menulis (Harste, Woodward, dan Burke, 1984; Rosenblatt, 1978). Menurut teori
socio-psycholinguistic, makna diciptakan melalui sebuah proses negosiasi
seorang pembaca terhadap teks yang dibaca, maupun seorang penulis terhadap teks
yang mereka tulis.
Sebuah proses
membaca terdiri atas berbagai tahapan saat pembaca menginterpretasi bacaan yang
dibaca dan merespon teks atau kalimat yang dibaca. Proses menulis adalah proses
yang melibatkan berbagai aktivitas, seperti saat siswa mengumpulkan dan
mengorganisir ide/gagasan, membuat draft materi, merevisi dan mengedit draft,
dan pada akhirnya mempublikasikan tulisan mereka.
Aktivitas membaca
dan menulis dianggap sebagai suatu sisi lain dari sebuah koin, keduanya sangat
berlawanan. Pembaca menterjemahkan dan mengurai bahasa dari sebuah tulisan,
sedangkan penulis membuat bahasa tertulis. Kemudian para peneliti mulai mencari
kesamaan pada keduanya. Sekarang keduanya dipandang memiliki beberapa kesamaan
yaitu sebuah proses pararel pemaknaan memakai strategi yang sama dalam membuat
makna dalam tulisan.
A.
PROSES MEMBACA
Membaca merupakan
suatu proses transaktif ketika pembaca menegosiasikan
makna atau menginterpretasikan. Weaver (1988) menyatakan bahwa selama membaca
makna tidak begitu saja datang dengan sendirinya dari teks/bacaan ke pembaca,
tetapi dalam proses membaca terjadi
negosiasi yang kompleks antara teks dan pembaca yang ditentukan oleh konteks
situasi dan konteks sosiolinguistik yang luas. Konteks situasi meliputi
pengetahuan pembaca tentang topik bacaan, tujuan membaca (untuk apa), dan factor-faktor
lain yang terkait dengan situasi pembaca. Konteks sosiolinguistik yang luas
meliputi bahasa masyarakat tempat pembaca tinggal, seberapa miripkah dengan
bahasa yang digunakan dalam teks/bacaan yang dibaca, budaya dari pembaca
berdasarkan harapan saat membaca, serta harapan
pembaca terhadap kegiatan
membaca berdasarkan atas pengalaman-pengalaman yang pernah
diperoleh.
1.
Konsep Eferen dan Estetik dalam
membaca
Setiap
pembaca mempunyai tujuan yang berbeda dengan pembaca lainnya. Oleh karena itu
cara pendekatan dalam proses membaca bervariasi sesuai dengan tujuan mereka.
Ada dua konsep dalam membaca, yaitu konsep eferen dan estetik.
a.
Konsep membaca
estetik
Membaca
untuk mencari hiburan atau kesenangan. Di sini, pembaca terlibat dalam
pengalaman membaca, itu sendiri. Mereka berkonsentrasi dan merespon pada pikiran, gambar, perasaan
selama membaca teks atau buku dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi. Contohnya
saat membaca buku “Diane Siebert’s Sierra (1991), mereka merespon tentang
bahasa yang digunakan dalam buku tersebut.
b. Konsep membaca eferen
membaca
untuk mengambil informasi tertentu. Di sini, pembaca tidak tertarik pada irama
bahasa atau gaya prosa namun fokus untuk memperoleh informasi tertentu dan
berkonsentrasi pada publik, acuan umum dari kata-kata dan simbol dalam teks. Contohnya,
yaitu anak/siswa membaca buku “ Patricia Lauber’s Seiing Earth From Space”
(1990), yang didalamnya terdapat foto bumi yang menakjubkan yang diambil dari
luar angkasa. Dalam kegiatam membaca itu siswa/anak focus kepada informasi dan
ilustrasi yang ada di dalam buku.
2.
Tahap-tahap Proses Membaca
Proses membaca meliputi tahap-tahap sebagai
berikut (1) persiapan untuk membaca (preparing to read), (2) membaca
(reading), (3) merespon (responding) (4)
mengeksplorasi teks (exploring the text), dan (5) memperluas penafsiran
(extanding the interpretation)
a.
Tahap 1: Persiapan untuk membaca
Proses membaca tidak dimulai dengan membuka
buku dan langsung membaca, akan tetapi melalui sebuah persiapan. Langkah-langkah
yang dilakukan adalah (1) memilih teks/buku (choose books), (2) menghubungkan
teks dengan pengalaman pribadi dan pengalaman membaca yang pernah diperoleh
sebelumnya (make connections), (3) membuat perencanaan membaca (plan for
reading).
1) Memilih teks/buku (choose books)
Pembaca
mengawali proses membaca dengan pertama kali memilih buku atau teks yang ingin
dibacanya. Ohlhausen dan Jepsen (1992) mengembangkan tiga kategori buku (Too
Easy, Too Hard, Just Right) yang dikenal dengan istilah “Goldilocks
Strategy”. Kategori Too Easy adlah buku yang sudah pernah dibaca sebelumnya
atau buku yang sudah lancar dibaca. Kategori Too Hard adalah buku yang sulit,
jarang dikenal, dan sering kali membingungkan pembacanya. Kategori Just Right
adalah buku dengan sedikit kalimat yang tidak dimengerti, buku yang
menyenangkan saat dibaca, dan sesuai dengan keinginan pembaca.
2) Menghubungkan teks dengan pengalaman pribadi
dan pengalaman membaca yang pernah diperoleh sebelumnya (make connections)
Pembaca
menggunakan pengetahuan awal mereka, skema tentang buku atau teks yang akan
dibaca, kemudian mereka menghubungkannya dengan pengalaman pribadi, pengalaman
membaca sebelumnya dan mengaitkannya juga dengan tema yang akan dipelajari
3) membuat perencanaan membaca (planing for reading)
Pembaca
membuat prediksi sebelum memulai membaca tentang focus cerita, karakter atau
kejadian dalam sebuah cerita, prediksi tentang informasi yang ada di buku apakah sama dengan informasi
yang kita cari. Dalam membuat perencanaan ini pembaca mungkin melihat index
dalam buku untuk mengetahui halaman yang sesuai dengan informasi yang ingin
kita cari, dan pembaca mungkin juga menterjemahkan teks yang mungkin dirasa
sulit dimengerti dengan bertanya kepada guru atau dengan menggunakan bantuan
kamus.
b.
Tahap 2 : Membaca (reading)
Pada tahap
ini siswa membaca buku atau bentuk teks lainnya. Pada tahap ini siswa membaca
keseluruhan teks atau bacaan. Sehingga siswa mampu mengkonfirmasi
prediksi-prediksi yang telah dibuat sebelum membaca buku. Pada tahap ini siswa
memaknai atas apa yang dibacanya dengan menggunakan beberapa strategi seperti
visualisasi, elaborasi, dan monitoring. Ada lima jenis atau model membaca,
yaitu (1) membaca nyaring (reading aloud),
(2)membaca bersama (shared reading), (3) membaca berpasangan (buddy
reading), (4) membaca terbimbing (guided reading), dan (5) membaca
bebas (independent reading)
1) Membaca nyaring (reading aloud)
Guru
membacakan teks atau buku dengan nyaring dan siswa mendengarkannya. Jenis
membaca ini dilakukan jika hanya ada satu buku atau teks sebagai sumber
belajar.
2) Membaca bersama (shared reading)
Siswa
bersama-sama menirukan atas apa yang dibaca guru, atau siswa bersama-sama
membaca buku di kelas tanpa ada guru yang membacanya. Membaca bersama ini dapat
dilakukan apabila ada beberapa salinan buku di dalam kelas, atau tulisan yang
ada di papan tulis.
3) Membaca berpasangan (buddy
reading)
Dua
siswa membaca buku secara bersamaan. Kadang-kadang mereka bergantian membaca
secara nyaring, kadang-kadang juga membaca dengan lirih. Tipe membaca ini
sangat berguna untuk mereka yang mungkin belum lancer membaca sehingga mampu
mengerti isi bacaan
4) Membaca terbimbing (guided
reading)
Siswa
membaca buku dengan bantuan panduan atau bimbingan dari guru. Membaca
terbimbing ini sangat berguna disaat siswa kesulitan dengan bacaan dan disaat
siswa ingin menafsirkan bacaan tersebut
5) Membaca bebas (independent
reading)
Siswa
bebas membaca buku atau teks apapun.Kadang antara siswa yang satu dengan
lainnya sama-sama membaca buku yang sama , tetapi kadang-kadang juga berbeda.
Siswa bebas menentukan buku apa yang ingin dibaca sesuai dengan tuuannya
masing-masing, apakah membaca estetik atau membaca eferen.
c.
Tahap 3 : Merespon (responding)
Pada
tahap ini pembaca merespon atas apa yang mereka baca dan selanjutnya mencoba
memahami makna/isi yang terkandung di dalam bacaan tersebut. Ada dua hal yang
harus dilakukan dalam tahap merespon ini, yaitu (1) menulis di dalam catatan
membaca (writing in reading logs), (2) berpartisipasi dalam sebuah percakapan
kelompok/besar (participating in grand conversation)
1) Menulis atau merespon di dalam
catatan membaca (writing in reading logs)
Siswa
menulis dan menggambarkan ke dalam sebuah catatan (reading logs) tentang apa
yang dipikirkan dan dirasakan setelah membaca.
2) Berpartisipasi dalam sebuah
percakapan kelompok/besar (participating in grand conversation)
Setelah
membaca siswa saling berbagi dan berdiskusi dengan teman-temannya dalam sebuah
kelompok tentang apa yang sudah dibacanya, apa yang dirasakan, dan apa yang
dipikirkan
d.
Tahap 4 : Mengeksplorasi
teks (exploring the text)
Setelah
merespon atas apa yang telah dibaca, siswa kembali memperhatikan teks untuk
menggali isinya secara lebih mendalam / analitis. Untuk itu siswa melakukan
beberapa langkah-langkah yaitu:
1)
Membaca
ulang buku/bacaan (rereading the text)
Membaca kembali
bacaan atau teks untuk lebih memahami apa yang dibacanya serta mengaitkan
dengan pengalaman hidup pembaca
2)
Menguji
keahlian khusus penulis (examining the
author's craft)
Fokus kepada
karakter yang digunakan penulis dalam sebuah cerita, puisi
3)
Mempelajari
kosakata baru (learning new vocabulary
words)
Mempelajaridan
memahami kosakata-kosakata baru yang terdapat dalam bacaan yang mungkin baru
untuk pembaca
4)
Berpartisipasi
dalam diskusi (participating in
minilessons).
Siswa
dan guru berdiskusi tentang starategi,
konsep, prosedur dan kemampuan yang terkait selama membaca
e.
Tahap 5 : Memperluas
penafsiran dan mengaplikasikanya
(extending
the interpretation).
Pada
tahap yang terakhir ini, yaitu memperluas penafsiran atau interpretasi, dapat dilakukan
kegiatan-kegiatan:
1) Memperdalam interpretasi dan
pemahaman (deepen their interpretation)
2) Merefleksikan pemahaman (reflect on their understanding)
3) Menilai pengalaman membaca (value the reading experience)
Ketiga
kegiatan itu dapat dilakukan dengan melibatkan keterampilan berbahasa yang
lain, seperti berbicara dan menulis. Kegiatan seperti bermain peran/drama atau
melakukan tugas/proyek khusus juga dapat dilakukan.
3.
Mengajar Proses Membaca
Guru
menerpakan lima tahap proses membaca dalam pembelajaran membaca, mereka
menggunakan beberapa metode pengajaran/penyampaian agar siswanya mampu memahami
dan menerapkan apa yang guru ajarkan. Metode tersebut yaitu, (a) Diskusi atau
pembelajaran singkat (minilesson), (b),
Unit focus literature/sastra (literarure
focus unit), (c) siklus tema (theme
cycle) dan (d) workshop membaca (reading
workshop)
a. Pembelajaran singkat (minilesson)
Pelajaran
singkat yang berfokus pada siswa, karena siswa membutuhkan pemahaman tentang
proses membaca baik yang bertujuan mencari informasi atau estetik (efferent and
esthetic) dan bagaimana siswa bisa memperdalam penafsiran dan
mengaplikasikannya. Siswa diajarkan tentang prosedur, konsep, kemampuan dan
strategi yang dibutuhkan dalam proses membaca, serta mampu mengapikasikan apa
yang telah dipelajari melalui kegiatan
fokus literatur, workshop membaca dan siklus tema.
b. Unit focus literature/sastra (literarure focus unit)
Sebuah
unit Fokus sastra adalah pendekatan multi-genre yang mengajarkan seni bahasa,
dengan berfokus pada tema tertentu, keterampilan, atau pedagogi. Melalui metode
ini siswa belajar melalui lima tahap proses membaca. Mereka membaca bersama
buku dan bab, kemudian mereka saling menanggapi apa yang mereka baca dan
berpartisipasi dalam kegiatan eksplorasi. Siswa juga membuat proyek-proyek
untuk memperluas interpretasi mereka atas buku yang dibaca.
c. Siklus tema (theme cycle)
Metode
ini menggunakan pendekatan tema dalam pembelajarannya. Buku yang dibaca
disesuaikan dengan tema yang telah ditentukan sebelumnya. Contohnya tema
pelajaran yaitu serangga, pada awal pelajaran siswa disuruh membaca buku “It’s
a Good Thing There Are Insects (Fowler, 1990). Siswa melalui semua tahapan
proses membaca dalam kegiatan ini. Masih
dalam tema serangga, guru juga bisa membagi kelas menjadi dua kelompok, satu
kelompok membaca buku “ The Grouchy Ladybug” dan kelompok yang lain membaca
buku “Ladybug”. Setelah mereka selesai membaca, mereka saling bertukar buku dan
membacanya lagi. Setelah itu diadakan sebuah diskusi bersama tentang apa yang
sudah mereka baca, mereka kemudian membandingkannya dengan kelompok lain. Siswa
juga membuat proyek untuk memperdalam tentang pemahaman mengenai suatu hal
tertentu yang menjadi focus bacaan.
d. Workshop membaca (reading workshop)
Seperti
yang telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa reading workshop terdiri atas tiga
komponen, yaitu membaca dan merespon, saling berbagi, dan minilesson. Dengan
metode ini siswa melalui semua tahap dalam proses membaca dalam mengikuti
sebuah workshop membaca. Hal tersebut dapat dilihat pada saat, siswa memilih
buku dan mencoba membat hbngan dengan buku (tahap 1), membaca buku secara
mandiri (tahap 2), setelah membaca buku siswa menulis dalam sebuah catatan
(tahap 3), kemusian siswa membuat proyek berdasarkan bacaan (tahap 5). Jadi dengan
metode ini siswa mampu memahami dan mengerti tentang proses membaca.
4.
Beradaptasi untuk memenuhi
kebutuhan setiap siswa dalam proses membaca
Aktivitas yang
berlangsung dalam setiap tahap proses membaca dapat dapat diadaptasi untuk
membantu setiap siswa menjadi pembaca yang lebih sukses.Bagi siswa yang
memiliki keterbatasan kemampuan dan bagi mereka yang belajar bahasa Inggris
sebagai bahasa kedua, banyak waktu yang dapat digunakan untuk mempersiapakan
mereka untuk membaca. Oleh karena itu guru dapat membacakan teks/bacaan dikelas
dengan nyaring atau bisa menggunakan membaca bersama bagi mereka yang kurang
lancer membaca. Dalam tahap merespon, siswa dapat menggambarkan atau menuliskan
apa yang dia “tangkap” selama membaca pada sebuah catatan. Siswa dapat membaca
kembali buku dengan temannya selama tahap eksplorasi berlangsung. Pada tahap ke
lima siswa mampu membuat proyek yang sesuai dengan isi bacaan.
B.
PROSES MENULIS
Yang harus
diperhatikan dalam proses menulis adalah
pada apa yang siswa fikirkan dan melakukan apa yang dia tulis. Pada dasarnya proses
menulis meliputi lima
tahap, yakni (1) pramenulis, (2) menulis draf, (3)
merevisi, (4) menyunting, dan (5) mempublikasikannya.
1. Tahap-tahap
menulis
a.
Pra menulis (prewriting)
Pramenulis adalah tahap persiapan
untuk menulis. Tahap ini sering kali diabaikan, padahal sebenarnya tahap ini
menjadi dasar dan sangat penting. Menurut Murray (1982) 70 % waktu menulis
dihabiskan dalam tahap ini. Adapun hal-hal yang dilakukan siswa dalam tahap ini adalah: (1) memilih topic (choose a topic), (2) mempertimbangkan
tujuan, bentuk, dan pembaca (consider
fuction, form, and audience), dan (3) mencari, memperoleh dan menyusun
ide-ide atau topic yang ingin ditulis (generate
and organize ideas for writing).
1) Memilih topik (choose a topic)
Memilih topic
untuk ditulis bisa menjadi batu sandungan bagi mereka yang telah terbiasa
disediakan topic oleh gurunya. Tetapi siswa harus diajarkan untuk menentukan
topik tulisannya sendiri. Apabila terdapat siswa yang kesulitan dalam
menentukan topik, guru dapat membantunya dengan mengadakan brainstorming atau
sumbang saran dengan memberikannya beberapa pilihan topik kemudian meminta
siswa yang kesulitan memilih topik tersebut untuk memilih salah satu yang
paling menarik dan paling dikuasai. Dalam kegiatan pramenulis ini siswa saling
berdiskusi, menggambar, membaca, dan bahkan menulis untuk mengembangkan seputar
informasi terkait dengan topic yang dia pilih.
2) Mempertimbangkan tujuan, bentuk, dan pembaca (consider fuction, form, and audience)
2.1.
Mempertimbangkan tujuan
Selama siswa
mempersiapkan diri untuk menulis, mereka juga harus berfikir tentang fungsi
atau tujuan atas apa yang mereka tulis. Apakah hanya untuk hiburan, informasi,
atau kah fungsi yang lain. Pemahaman tentang fungsi
dari menulis sangat penting karena fungsi/tujuan tulisan dapat mempengaruhi
keputusan siswa dalam menentukan bentuk dan pembacanya.
2.2.
Mempertimbangkan pembaca
Siswa juga perlu
merencanakan apakah mereka menulis untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain
seperti teman sekelas, adik, orang tua, nenek, kakek, atau yang lain.
2.3.
Mempertimbangkan bentuk tulisan
Siswa
juga harus mempertimbangkan tentang bentuk tulisan yang akan dibuat. Apakah
berbentuk cerita, surat, puisi, atau jurnal penelitian. Penting kiranya dalam
aktivitas menulis untuk menentukan satu bentuk tulisan saja.
Keputusan
tentang bentuk, tujuan, dan pembaca saling mempengaruhi, missal jika tujuannya
adalah untuk hiburan, bentuk yang tepat mungkin sebuah cerita, puisi
3) Mencari, memperoleh dan menyusun ide-ide atau
topic yang ingin ditulis (generate and
organize ideas for writing)
Para
siswa melakukan berbagai kegiatan untuk memperoleh dan menyusun ide-ide untuk
menulis. Graves (1983) menyebut penulis mempersiapkan diri untuk menulis
sebagai kegiatan persiapan (rehearsal
activities), seperti (1) menggambar
(drawing), (2) pengelompokan (clustering) , (3) berdiskusi (talking),
(4) membaca (reading), (5) bermain
peran (role playing), dan (6) menulis
cepat (quickwriting).
a) Menggambar (drawing)
Kegiatan ini sangat
cocok untuk anak kecil atau anak sekolah
dasar dimana anak menggambar untuk mengumpulkan dan mengatur ide untuk menulis.
b) Pengelompokan (clustering)
Siswa membuat
pengelompokan, seperti diagram jaring-jaring, dimana siswa menulis topic utama
di tengah dan memecahnya menjadi beberapa ide pokok. Setelah itu mereka menulis
informasi detil pada setiap ide pokok.
c) Berdiskusi (talking)
Siswa saling berdiskusi dengan temannya
untuk saling berbagi ide yang mngkin dapat dijadikan topik tulisan.
d) Membaca (reading)
Melalui membaca siswa
mampu memperoleh informasi tentang apa yang akan dia tulis
e) Bermain peran (role playing)
Anak-anak menemukan dan
membentuk ide yang akan digunakan untuk menulis melalui bermain peran
f) Menulis cepat (quickwriting)
Siswa dapat menuliskan
ide-ide yang didapat melalui literature focus unit atau siklus tema menjadi
materi yang siap untuk menjadi bahan tulisan.
b.
Penyusunan Draf (drafting)
Pada tahap penyusunan draf siswa menulis dan memperbaiki komposisi
ide-ide melalui serangkaian draft. Siswa menuliskan ide-idenya ke dalam sebuah
kertas. Karena penulis tidak memulai menulis dengan komposisi yang siap seperti
yang disusun dalam pikiran mereka, siswa memulai menulis draf ini dengan
ide-ide yang bersifat tentative yang dikembangkan melalui aktivitas pra
menulis. Pada tahap membuat atau menyusun draf ini, lebih difokuskan pada
bagaimana mengeluarkan ide-ide dengan sedikit perhatiannya pada aspek ejaan,
penggunaan istilah, atau kesalahan penulisan lainnya. Selama proses penyusunan
draft ini siswa dimungkinkan untuk memodifikasi keputusan awal mereka tentang
bentuk, tujuan dan pembacanya. Aktivitas dalam tahap ini meliputi: 1) menulis
draft kasar, 2) menulis konsep utama, dan 3) menekankan pada pengembangan isi.
c. Merevisi
(revising)
Pada
tahap ini siswa memperbaiki ide-ide dalam komposisi mereka. revisi tidak
sekedar memoles tulisan, tetapi lebih kepada memenuhi kebutuhan pembaca dengan
menambahkan, mengganti, menghapus dan menata ulang bahan tulisan. Kegiatan-kegiatan
pada tahap ini adalah: (1) membaca ulang draf kasar (rereading the rough draft), (2) berbagi tentang draf kasar dengan
teman dalam kelompok (sharing the rough
draft in a writing group), dan (3) merevisi berdasarkan umpan balik (revising on the basis of feedback)
1) Membaca ulang draf kasar (rereading the rough draft)
Setelah menyelesaikan
draf kasar, siswa memerlukan waktu sehari atau dua hari menjauhkan diri dari
draf mereka. Setelah itu, barulah siswa membaca kembali draf kasar mereka
dengan pikiran atau pandangan yang segar.
Disaat siswa membaca, mereka
membuat beberapa perubahan dengan
menambah, , mengganti, menghilangkan
atau memindahkan bagian-bagian dalam draf dan mereka menempatkan tanda tanya
pada bagian yang membutuhkan perbaikan. Dan dalam perbaikan inilah siswa dapat
meminta bantuan kepada kelompok menulis (wriring groups)
2) Berbagi tentang draf kasar dengan
teman dalam kelompok (sharing the rough
draft in a writing group)
Para siswa saling bertemu dalam kelompok-kelompok menulis untuk
saling berbagi tentang materi tulisannya Dengan kelompok menulis ini diharapkan
ada timbal balik yang dapat menghasilkan tulisan yang sesuai dengan kebutuhan
pembaca. Kelompok-kelompok menulis ini memberikan ruang di mana guru dan siswa dapat
membahas tentang rencana dan stategi dalam menlis dan merevisi tulisan (Applebee
dn Langer, 1983: Calkins, 1983). Fungsi atau manfaat dari kelompok menulis ini
yaitu :
a) untuk menawarkan pilihan penulis
b) untuk memberikan tanggapan,
perasaan, dan pikiran
c) untuk menunjukkan berbagai
kemungkinan dalam merevisi
d) mempercepat proses revisi
Kelompok
ini dapat dibentuk secara spontan apabila sejumlah siswa sudah melengkapi
susnan draf dan siap berbagi komposisi tulisan. Adapun kegiatan-kegiatan dalam
kelompok menulis ini adalah:
a. Penulis membaca tulisannya (the
writer reads)
Penulis membacakan hasil
tulisannya di depan anggota kelompok. Teman satu kelompok mendengarkan
baik-baik dan bersiap memberikan pujian dan saran-saran setelah penulis selesai
membacakan tulisannya. Fokus utama pada kegiatan ini adalah mendengarkan dengan
seksama apa yang dibacakan penulis
b. Para pendengar (siswa lain)
memberi pujian
Pendnengar memberikan
pujian atau komentar positif yang spesifik atas apa yang disampaikan penulis
c. Penulis membuat pertanyaan
Penulis membuat
pertanyaan tentang apa yang telah dibacakan kepada anggota kelompoknya,
pertanyaan itu bertujuan untuk perbaikan apabila ada tulisan yang tidak tepat
d. Pendengar memberikan saran
Setelah penulis
menanyakan apakah ada kekurangan atau kesalahan dalam tulisannya, para
pendnengar memberikan saran positif untuk menjadikan tulisannya lebih baik
e. Pengulangan proses
Setiap siswa mengulangi
komposisi tulisan. Pada proses ini guru memberikan masukan kepada siswa.
f. Penulis merencanakan sebuah revisi
Dalam kegiatan akhir ini,
masing-masing siswa berkomitmen untuk merevisi tulisan mereka berdasarkan atas
masukan dari teman ataupun guru.
3)
Merevisi
berdasarkan umpan balik (revising on the
basis of feedback)
Siswa membuat empat perubahan dalam tahap ini, yaitu penambahan,
penggantian, penghilangan, dan pergeseran (Faigley dan Witte, 1981) . Misalnya,
dalam menulis sebuah cerita, berkaitan dengan pembuatan struktur cerita yang
telah disusun, siswa dapat mengubah watak pelaku yang semula jahat menjadi
baik. Atau siswa dapat juga menyelipkan peristiwa lain dalam rangkaian cerita
yang telah disusunnya.
d.
Penyuntingan (Editing)
Penyuntingan
adalah menjadikan tulisan ke dalam bentuk akhirnya. Sampai pada tahap ini fokus
utama adalah pada isi tulisan yang dibuat. Sampai tahap ini, fokus utama proses
menulis adalah pada isi tulisan siswa dengan fokus berganti pada kesalahan
mekanik. Siswa menyempurnakan tulisan mereka dengan mengoreksi ejaan dan
kesalahan mekanikal yang lain. Tujuannya membuat tulisan menjadi “siap baca
secara optimal” “optimally readable” (Smith, 1982). Cara paling efektif untuk
mengajarkan ketermpilan mekanikal adalah pada saat penyutingan. Ketika penyuntingan
tulisan disempurnakan melalui kegiatan membaca, siswa lebih tertarik pada
pemakaian keterampilan mekanikal secara benar karena mereka dapat berkomunikasi
secara efektif. Para peneliti menyarankan bahwa pendekatan fungsional dalam
pengajaran mekanikal tulisan lebih efektif dari pada latihan praktis.
Aktivitas
dalam tahap ini meliputi: 1) mengambil jarak dari tulisan, 2) mengoreksi awal
dengan menandai kesalahan, dan 3) mengoreksi kesalahan. Siswa
mungkin melakukan penyuntingan
untuk karangan sendiri atau membantu karangan milik temannya.
1) Mengambil jarak dari tulisan
Siswa akan menjadi
penyunting yang baik jika mereka dijauhkan untuk sementera waktu dari karangan
yang akan disunting. Setelah beberapa hari, siswa dengan keadaan yang lebih segar
mampu menyunting tulisannya dengan
perspektif baru sehingga hasil
tulisannya akan dengan mudah dibaca
2) Mengoreksi dengan menandai
kesalahan
Siswa
mengoreksi komposisi tulisannya untuk mengetahui letak kesalahan. Dalam proses
ini siswa membaca dengan lambat, kata per kata untuk mencari kesalahan. Apabila
ditemukan kesalahan-kesalahn maka ditandai dengan tanda khusus. Selain itu juga
dapat menggunakan lembar checklist agar siswa lebih focus terhadap kesalahan
yang ada di tulisan.
3) Mengoreksi kesalahan
Setelah diketahui letak
kesalahan dalam tulisan yang dibuat, maka penulis segera memperbaiki
kesalahan-kesalahan itu. Proses perbaikan itu sendiri dapat melibatkan orang
lain untuk membantu, misalnya guru.
e.
Pemublikasian (publishing)
Pada
tahap akhir proses penulisan, siswa membawa komposisi tulisannya ke dalam
kehidupan nyata dengan mempublikasikan tulisan mereka ata dengan saling berbagi
(sharing) dengan pembaca yang tepat. Ketika siswa membagi hasil tulisannya
kepada teman sekelas, siswa lain, orangtua, dan berbagai komunitas, siswa itu
bisa dianggap sebagai seorang penulis. Aktivitas pada tahap publikasi ini
adalah:
1) Membuat buku (make books)
Salah satu cara yang
paling popular untuk mempublikasikan karya tulis adalah dengan membuat buku.
Buklet atau buku sederhana dapat dibuat dengan melipat selembar kertas menjadi
empat, seperti kartu ucapan. Buklet juga dapat dibuat dengan menyatukan kertas
hasil tulisan menjadi satu. Pada buklet tersebut juga dapat ditambahkan informasi
tentang penulis “all about the author”
pada lembar terakhir.
2) Berbagi hasil tulisan (sharing writing)
Pada
tahap publikasi siswa mempublikasikan hasil penulisannya melalui kegiatan
berbagi hasil tulisan (sharing). Kegiatan berbagi hasil ini dapat
dilakukan diantaranya melalui kegiatan penugasan siswa untuk membacakan hasil tulisannya/karangannya
di depan kelas, dengan menaruh buku di kelas, perpustakaan, mempublikasikan
melalui artikel koran, film, puppet show
dan banyak bentuk lainnya.
2. Metode pembelajaran
proses menulis (teaching writing process)
Siswa belajar untuk menggunakan proses
penulisan pada saat mereka menulis komposisi di unit fokus sastra/bahas, siklus
tema dan saat mereka berpartisipasi dalam sebuah pelajaran singkat (minilesson)
. Belajar menggunakan proses menulis dengan benar lebih penting daripada
pemberian tugas atau proyek, karena proses menulis adalah sebuah alat.
a.
Model kolaborasi menulis (writing class collaboration)
Guru sebagai model dalam proses menulis dan
memberikan kesempatan bagi siswa untuk berlatih
proses menulis dalam lingkungan atau suasana pembelajaran yang mendukung.
Seperti saat siswa dan guru menulis komposisi tulisan bersama, mereka melalui
lima tahap proses menulis selayaknya seorang penulis ketika mereka bekerja
secara independen. Guru menunjukkan strategi yang digunakan penulis dan
menjelaskan kesalahan-kesalahan konsep selama diskusi kelompok, dan siswa menawarkan ide-ide dalam
menulis serta saran untuk mengatasi berbagai masalah penulisan secara umum
b.
Model Minnileson
dalam proses menulis (minilesson in the
writing process)
Pelajaran singkat (sekitar 10
menit) yang berfokus pada siswa, mengajarkan tentang prosedur, konsep,
kemampuan dan strategi yang dibutuhkan dalam proses menulis. Guru menggunakan
minilessons disesuaikan dengan kebutuhan kelompok kelas. Selama minilessons
berlangsung guru menggunakan demonstrasi yang jelas dan pengajaran eksplisit
untuk membimbing anak-anak dalam memahami tujuan pelajaran. Setelah demonstrasi,
anak-anak berlatih. Penekanan khusus ditempatkan pada mengapa tujuannya adalah
penting dan bagaimana penerapannya membuat seseorang menjadi lebih baik dalam
menulis, siswa mampu memahami terhadap proses menulis. Dengan model ini siswa
akan mampu memahami lima proses menulis, bagaimana menemukan dan mengumpulkan
ide untuk bahan tulisan, bagaimana berpartisipasi dalam sebah kelompok menulis,
dan mampu saling berbagi hasil tulisan dengan teman.
c. Unit fokus literature/sastra (literarure focus unit)
Siswa menggunakan proses penulisan
sama seperti saat mereka membuat proyek dalam proses membaca. Kadang-kadang
siswa satu kelas bekerja bersama untuk menulis sebuah kolaborasi kelas,
kadang-kadang siswa bekerja dalam sebuah kelompok kecil dalam satu proyek yang
sama, dan di waktu yang lain siswa bekerja dalam banyak jenis tugas atau proyek
yang harus dikerjakan.
d.
Model siklus tema
Guru selalu merencanakan pembelajaran menulis
dengan mengaitkannya kepada tema tertentu. Suatu waktu siswa sekelas
mengerjakan bersama-sama satu tugas yang sama, seperti membat buku ABC tentang
lautan sebagai bagian dari tema lautan., atau mereka menulis puisi tentang
hewan untuk mengaitkan dengan pelajaran mematung di kelas seni. Akan tetapi
kadang-kadang siswa juga mempunyai tugas individu, dan dalam tugas ini siswa
menggunakan proses menulis untuk mengembangkan tulisannya.
e.
Workshop menulis
(writing workshop)
Seperti
yang telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa workshop menulis terdiri atas tiga
komponen, yaitu menulis, saling berbagi, dan minilesson. Dengan metode ini
siswa melalui semua tahap dalam proses menulis dalam mengikuti sebuah workshop.
Siswa melalui lima tahap proses menulis selama mengerjakan tulisannya. Dengan
model ini pula siswa dapat saling berbagi tulisan, bertukar pendapat dan
mendapat masukan atau saran. Jadi dengan metode ini siswa mampu memahami dan
mengerti tentang proses menulis.
3.
Adaptasi proses menulis untuk
memenuhi kebutuhan setiap siswa dalam belajar
Seorang guru dapat mengadaptasi kegiatan-kegiatan pada setiap
proses menulis untuk memberikan pengalaman menulis yang baik bagi semua siswa.
Untuk siswa kelas bawah dan untuk siswa yang memiliki pengalaman menulis yang
sedikit guru seringkali mengajarkan tahapan proses menulis hanya pada tiga
tahap yaitu pra menulis, penyusunan draf, dan publikasi. Kemudian setelah siswa
menjadi lancar menulis dan sudah mengembangkan kesadaran pembaca, guru mulai
menambahkan atau mengajarkan tentang merevisi dan mengedit tulisan.
Guru
dapat mengembangkan atau menggunakan lembar checklist untuk mencatat setiap
kegiatan pada proses menulis yang dilakukan siswa. Hal ini sangat bermanfaat,
terutama pada siswa yang memiliki perhatian yang pendek dan bagi siswa yang
memiliki masalah dalam menyelesaikan tugas. Dengan begitu siswa akan tetap
mengerjakan dan menyelesaikan tugasnya dengan baik. Saran-saran yang lain dalam
mengadaptasi proses menulis untuk memenuhi kebutuhan setiap siswa dalam belajar
menulis yaitu :
Tahap
|
Hal-hal yang bisa dilakukan guru
|
Pra Menulis
|
·
Gunakan kegiatan
menggambar sebagai kegiatan awal
·
Biarkan setiap siswa
mengutarakan ide gagasan
·
Buatlah pengelompokan
berdasarkan ide yang disarankan siswa
|
Penyusunan
Draf
|
·
Pastikan apakah siswa sudah
membat draft kasar
·
menandai kertas siswa
agar mereka menulis pada setiap baris
·
meyakinkan siswa bahwa
ejaan dan keterampilan mekanis lainnya tidak penting dalam tahap ini
|
Revisi
|
·
guru berpartisipasi
dalam kelompok menulis
·
fokus pada pujian
daripada saran untuk revisi ketika siswa mulai menulis kelompok
·
mengharapkan siswa untuk
membuat hanya satu atau dua revisi pada awal kegiatan
|
Editing
|
· ajarkan ke siswa bagaimana mengkoreksi tulisan
· pastikan siswa sudah menandai tulisan yang salah
· guru dan siswa bersama mengoreksi kesalahan
· pastikan siswa sudah dan memperbaiki kesalahan
|
Publikasi
|
·
tulis dengan tangan ,
hasil akhir tulisan siswa
·
beri kesempatan kepada
siswa untuk dapat saling berbagi hasil tulisannya
·
jangan memperbaiki
kesalahan yang masih ada pada hasil akhir
|
4.
Menanggapi hasil tulisan siswa (responding to student writing)
Peran
guru tidak hanya sebagai evaluator. Kaitanya dengan hasil tlisan siswanya, guru
harus mampu menjadi seorang pembaca yang baik (good audience). Guru seharusnya
membaca hasil tulisan siswanya juga untuk mencari informasi, kesenangan, dan
lain sebagainya seperti tujuan pembaca pada umumnya. Banyak karya tulisan siswa
tidak perlu dinilaikan, tetapi hanya perlu untuk dibagi (share) dengan gurunya
(Martin, D’Arcy, Newton, dan Parker, 1976).
Ketika
siswa dalam menulis menggunakan proses menulis dengan benar, maka sedikit
kesempatan untuk siswa menjiplak karya orang lain (plagiarisme). Ada beberapa
alasan siswa melakukan plagiarisme, yaitu
a. menginternalisasikan sebagian
tulisan melalui pembacaan yang diulang-ulang, akhirnya waktu terus berlalu
mereka tidak menyadari kalau itu bukan karya mereka
b. adanya kompetisi antar penulis
c. tidak sengaja menjiplak
d. mereka tidak pernah di ajari
bagaimana proses menulis yang benar itu, jadi mereka tidak tahu bagaimana
mensintesa informasi yang diperoleh dari
tulisan orang lain. Ada dua cara menghindarkan siswa dari menjiplak (plagiarisme),
yaitu
a. mengajarkan proses menulis yang
benar
b. mengerjakan tugas menulis di
sekolah daripada di rumah
5.
Menilai siswa dalam menggunakan
proses penulisan
Untuk
menilai perkembangan siswa dalam menulis
tidak harus dengan melihat hasil akhirnya (Tway, 1980). Salah satu cara terbaik
adalah dengan melakukan observasi atau pengamatan selam proses menulis
berlangsung. Proses observasi tersebut dapat dibantu dengan adanya daftar
checklist proses menulis
C.
HUBUNGAN ANTARA MEMBACA DAN
MENULIS
Membaca
dan menulis memiliki hubungan yang menarik. Membaca dan menulis keduanya
adalah proses pemaknaan, pembaca dan penulis terlibat dalam proses yang hamper sama. Guru perlu mengadakan
sebuah kegiatan literasi di kelas sehingga siswa mmapu menghubungkan antara
membaca dan menulis.
1. Membandingkan proses membaca dan
menulis
Proses membaca dan menulis memiliki kegiatan yang hampir
setara pada setiap tahapannya (Butler dan Turbill, 1984). Tierney (1983) menjelaskan bahwa membaca dan menulis adalah
sesuatu yang multidimensi dan terlibat bersamaan dalam transaksi antara penulis
dan pembaca. Smith (1982) percaya bahwa membaca mempengaruhi kemampuan menulis,
karena disaat membaca mereka tidak sadar bahawa membaca sama dengan menulis
“read like writers”.
Tahap
|
Yang dilakukan pembaca
|
Yang dilakukan penulis
|
Tahap 1
|
Persiapan membaca
Pembaca menggunakan
pengetahuannya tentang
· Topic
· Membaca
· Literature
· System bahasa
Harapan pembaca dipengaruhi oleh
· Pengalaman membaca sebelumnya
· Format bacaan
· Tujuan membaca
· Pendengar
Pembaca membuat prediksi
|
Pra menulis
Penulis menggunakan
pengetahuannya tentang
· Topic tulisan
· Tulisan itu sendiri
· Literature
· System bahasa yang digunakan
Harapan penulis
dipengaruhi oleh
· Pengalaman menulis sebelumnya
· Format tulisan
· Tujuan menulis
· Pembaca (audience)
Penulis
mengumpulkan dan menyusun ide
|
Tahap 2
|
Membaca
Pembaca :
· Menggunakan kata untuk strategi identifikasi
· Gunakan strategi pemaknaan
· Membaca
· Memaknai bacaan
|
Penyusunan draf
Penulis:
· Gunakan strategi transkripsi
· Gunakan strategi pemaknaan
· Menulis draf
· Menciptakan makna
|
Tahap 3
|
Merespon (responding)
Pembaca:
· Merespon bacaan
· Mengintepretasi makna
· Klarifikasi ketidakpahaman
· Memperluas gagasan
|
Revisi (revising)
Penulis:
· Merespon teks
· Menginterpretasi makna
· Klarifikasi kesalahan
· Memperluas gagasan/ide
|
Tahap 4
|
Mengeksplorasi/menggali
teks
Pembaca
· Menguji dampak dari kalimat dan bahasa
· Menggali lebih dalam bacaan
· Membandingkan bacaan dengan bacaan lain
|
Edit (Editing)
Penulis:
· Mengidentifikasi dan mengoreksi kesalahan mekanis
· Mereview paragraph dan struktur kalimat
|
Tahap 5
|
Memperluas penafsiran dan mengaplikasikan
Pembaca :
·
Memperluas penafsiran
·
Berbagi hasil membaca
·
Merefleksikan proses
membaca
·
Mengaitkan dengan
kehidupan dan literature bacaan
·
Menghargai karya sastra
·
Merasa berhasil
·
Ingin membaca kembali
|
Publikasi (publishing)
Penulis :
· Menghasilkan karya tulis final
· Berbagi karya tulis
· Merefleksikan proses menulis
· Menghargai karya tulisan
· Merasa berhasil
· Ingin menulis lagi
|
2. Hubungan membaca dan menulis di dalam kelas
(classroom connection)
Guru dapat
membantu siswa untuk menghargai persamaan antara membaca dan menulis dengan
berbagai cara. Berikut ini adalah
bebrapa cara untuk mengetahui hubungan antara membaca dan menulis, yaitu :
a.
Membantu penulis
untuk melihat alternatif poin sehingga dia bisa menjadi pembaca juga
b.
Membantu pembaca
untuk mempertimbangkan tujuan dan sudut
pandang penulis
c.
Simpulkan bahwa
membaca prosesnya sama dengan menulis
d.
Berdiskusi dengan
siswa tentang proses menulis dan membaca
e.
Berdiskusi dengan
siswa tentang strategi menulis dan membaca
Pembaca dan
penlis menggunakan beberapa strategi untuk membentuk makna. Sebagai seorang
pembaca kita menggunakan berbagai macam variasi pemecahan masalah untuk
menentukan tentang apa yang ingin disampaikan penulis dan memakanai bacaan untuk
pembaca. Sebagai seorang penulis, kita juga menggunakan strategi pemecahan
masalah untuk menentukan apa yang kira-kira pembaca inginkan saat kita
mengkonstruksi makana dalam tulisan kita.
Langer (1985) ada
empat strategi yang digunakan pembaca maupun penulis untuk berinteraksi dengan
teks. Adapun strategi tersebut adalah
a. Mengeneralisir ide
b. Memformulasikan makna/isi
c. Menilai
d. Merevisi
Kemampuan membaca
sangat berkontribusi terhadap perkembangan kemampuan menulis siswa, begitupun
sebaliknya, menulis berkontribusi terhadap berkembangnya kemampuan membaca
siswa. Shanahan (1988) menguraikan tujuh pembelajaran pokok untuk menghubungkan
kemampuan membaca dengan menulis sehingga siswa mampu mengembangkan konsep
tentang literatur .
a. Melibatkan siswa dalam pengalaman menulis dan
membaca setiap hari
b. Perkenalakan proses membaca dan menulis di TK
c. Rencanakan pembelajaran yang yang mencerminkan
sifat perkembangan hubungan menulis dan membaca
d. Membuat hubungan antara membaca dan menulis
secara eksplisit kepada siswa
e. Tekankan pada kedua proses (menulis dan
membaca) serta hasil dari membaca dan menulis
f. Tekankan manfaat kenapa siswa harus membaca
dan menulis
g. Ajarkan membaca dan menulis melalui pengalaman
literature yang bermakna dan bermanfaat.
D. KESIMPULAN
Para
siswa menggunakan lima tahap dalam proses membaca, baik itu yang bertjuan untuk
mencari informasi (efferent) maupun estetik (aesthetic).
Tahap –tahap tersebut yaitu persiapan membaca, membaca, merespon,
mengeksplorasi teks/bacaan, memperluas atau memperdalam penafsiran dan
pemaknaan. Guru hendaknya menggunakan pendekatan yang bervariasi untuk
mengajarkan membaca kepada siswa. Pendekatan tersebut yaitu membacakan nyaring
kepada semua siswa (reading aloud to
student), membaca bersama-sama teman sekelas (sharing reading), membaca berpasangan (buddy reading), membaca terbimbing (guided reading), dan membaca bebas (independent reading)
Proses
membaca terdiri dari 5 tahapan, yaitu pra menulis (prewriting), penyusunan draf (drafting),
merevisi (revising), mengedit (editing), publikasi (publishing). Para siswa mempelajari
penggunaan membaca dan menulis melalui unit
fokus literature (literqature focus units), siklus tema (theme cycle),
dan workshop menulis dan membaca.
1.
Kunci Proses Membaca
a.
Tahap 1 : Persiapan Membaca
1) Memilih buku
2) Mengaitkan dengan pengalaman dan pengetahuan
yang dimiliki
3) Kaitkan dengan tema pembelajaran atau sesuatu
yang menarik
4) Buatlah prediksi
5) Preview teks atau bacaan
6) Lihat ke dalam index untuk mengetahui halaman
informasi yang dicari
b.
Tahap 2 : Membaca
1) Gunakan siklus konfirmasi dan prediksi
2) Gunakan strategipengidentifikasian kata, dan
pemaknaan
3) Baca dengan teliti dan mendalam
4) Baca atau lihat gambar, diagaram, tabel
5) Baca dari awal sampai akhir
6) Ulangi membaca untuk lebih mengetahui
informasi
c.
Tahap 3 : Merespon
1) Membuat catatan
2) Catat informasi yang ada di buku dalam buku
catatan
3) Berpartisipasi dalam diskusi yang melibatkan
banyak orang
d.
Tahap 4 :
Mengeksplorasi teks
1) Membaca kembali dan berfikirlah lebih mendalam
tentang isi bacaan itu
2) Hubungkan dengan pengalaman pribadi
3) Hubungkan dengan pengalaman membaca
4) Ujilah hasil karya penulis (karakter, bahasa,
dll)
5) Identifikasi kutipan yang mengesankan
6) Pelajari kosakata baru
7) Berpartisipasi dalam minilesson
e.
Tahap 5 : Memperluas interpretasi/penafsiran
1) Mengkonstruksi/membuat tugas
2) Gunakan informasi dalam siklus tema
3) Kaitkan dengan buku yang terkait
4) Refleksikan dalam sebuah penafsiran
5) Hargai pengalaman membaca
2.
Fitur Kunci Proses Menulis
a.
Tahap 1 : Pra Menulis (prewriting)
1) Siswa menulis topic brdasarkan pengalaman
2) Siswa mengikuti kegiatan persiapan
3) Identifikasi tulisan itu ditujukan untuk siapa
4) Identifikasi manfaat karya tulis yang akan
dibuat
5) Siswa menentukan bentuk tulisannya berdasarkan
pembaca dan manfaatnya
b.
Tahap 2 : Penyusunan Draf (drafting)
1) Siswa menulis draf kasar
2) Siswa menekankan isi dari pada aturan
penulisan
c.
Tahap 3 : Merevisi (revising)
1) Siswa membaca kembali draf yang telah dibuat
2) Berbagi karya tulis dengan kelompok
3) Berpartisipasi dalam diskusi
4) Siswa membuat perubahan setelah mendapatkan
saran dan masukan
5) Siswa membuat
perubahan substantive
d.
Tahap 4 :
Mengedit (editing)
1) Siswa mengoreksi komposisi tulisannya
2) Siswa saling membantu mengoreksi komposisi
tulisan teman sekelas
3) Siswa memperbaiki tulisannya secara lebih
mendalam termasuk tata tulisnya
4) Siswa berkonsultasi dengan guru sebelum
menyelesaikan tulisannya
e.
Tahap 5 : Mempublikasikan (publishing)
1) Siswa mempublikasikan karyanya dalam bentuk
yang tepat
2) Siswa merbagi tulisannya di depan pembaca yang
tepat
Langganan:
Postingan (Atom)