Jumat, 17 April 2015

DIRIKU YANG SEDANG DAN AKAN MEMBANGUN TENTANG TEORI LEARNING TRAJECTORY

DIRIKU YANG SEDANG DAN AKAN MEMBANGUN
TENTANG TEORI LEARNING TRAJECTORY

Guru memiliki posisi yang seksi dalam tercapainya tujuan pendidikan. Menjadi guru adalah sebuah amanh yang seharusnya amanah itu dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Guru harus benar-benar mampu menjadi seorang fasilitator bagi siswa-siswanya, dengan memberikan fasilitas dan kesempatan agar siswa mampu berkembang dalam segala potensi yang dimilikinya
Fenomena yang ada sekarang adalah guru hanya memaksa anak untuk menerima apapun yang diberi olehnya, siswa tidak bisa “bergerak”, meskipun hanya ingin sekedar mengungkapkan apa yang sebenarnya dirasakan. Pendidikan yang sebenar-benarnya adalah pendiikan yang menjadi siswa sebagi subyek , bukan obyek. Memberi kesempatan dan memfasilitasinya.
Guru harus selalu memperbaiki diri dengan menambah pengetahuan dan menambah wawasan dengan terus belajar. Disinilah kita akan belajar tentang Learning Trajectory. Belajar untuk bagaimana mengajar anak-anak.Learning trajectory memiliki empat bentuk, yaitu: material, formal, normatif, dan spiritual
1.    Material
Terdiri atas konteks dan konten, konteks sangat dekat dengan lingkunagn diman kita berada seperti artefak, lingkungan, atau budaya.
2.    Formal
Bentuk formal ini adalah sebagai aturan atau sesuatu yang resmi yang menjadi acuan dalam menyusun suatu komponen pembelajaran maupun dalam dunia pendidikan.Misal UUD 45, UU, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan Peraturan , kurikulum, silabus, RPP, LKS, dll.
3.    Normatif
Bentuk normatif ini biasanya diwujudkan dalam bentuk buku, penelitian, jurnal,..
4.    Spiritual atau agama
Inilah kedudukan yang paling tinggi di antara empat bentuk.Tiada daya atau kekuatan yang bisa mengalahkan atau merubah sesuatu yang menjadi ketetapannya. Manusia hanyalah bisa berusaha, berdoa, dan menyerahkan semuanya kepada Allah SWT

   Untuk memperoleh kemajuan dalam proses belajar mengajar, seorang guru harus mau meneliti tentang bagaimana proses pembelajaran yang baik itu. Penelitian itu harus dilaksanakan dengan berdasarkan landasan ilmiah dan harus mempunyai control.Kontrol disini berguna agar penelitian yang kita lakukan tidak menjadi sesuatu yang merugikan.
Sebenarnya Indonesia memiliki seorang yang bisa dianggap bapak pendidikan Indonesia. Dialah Ki Hajar Dewantara. Beliau terkenal dengan filosofinya “Tut wuri handayaniIng madyo mangun karso Ing ngarso sung tulodho”. Yang kurang lebih bermakna Seorang pemimpin hendaknya mampu memberikan contoh bagi orang orang disekitarnya, seorang pemimpin hendaknya mampu membangun semangat bagi orang lain dan seorang pemimpin hendaknya dari belakang mampu mendorong semangat dan moral bagi orang-orang di sekitarnya.
Suatu pandangan hidup yang luhur, yang tidak kalah dengan filsuf-filsuf eropa.Kita sebagai bangsa Indonesia seharusnya bisa mengaplikasikannya dalam setiap kehidupan kita.Sebagai guru kita harus mampu menjadi seseorang yang mampu membangkitakn semangat dan terus mendukung generasi muda kita agar menjadi lebih baik.


Peta Konsep Teori Belajar


Review Teori Belajar

1.        Behaviorism Theory
Behaviorisme adalah pandangan yang menyatakan  bahwa perilaku harus dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diamati, bukan dengan proses mental. Menurut kaum behavioris, perilaku adalah segala sesuatu yang kita lakukan dan bisa dilihat secara langsung. Misalanya, anak membuat poster, guru tersenyum terhadap anak, siswa mengganggu siswa lain, dan sebagainya.
Menurut pandangan ini, pemikiran, perasaan, dan motif itu bukan subjek yang tepat untuk ilmu perilaku sebab semuanya tidak bisa diobservasi secara langsung. Ada dua teori yang ditawarkan untuk menjelaskan proses di mana seseorang memperoleh pola perilaku, yaitu teori pengkondisian klasik dan pengkondisian operan. Kedua pandangan ini menekan pembelajaran asosiatif, yang teridiri dari pembelajaran bahwa dua pembelajaran (asosiatif). Misalnya pembelajaran asosiatif terjadi ketika siswa mengasosiasikan atau mengaitkan kejadian menyenangkan dengan pembelajarans sesuatu di sekolah, seperti guru tersenyum saat murid mengajukan pertanyaan bagus. 
Pandangan ini sering sebut dengan teori  stimulus-tanggapan. Jika seseorang  memberi tanggapan  dengan cara yang dapat diramalkan terhadap stimulus yang dikenal, maka dikatakan telah “belajar”. Teori perilaku tidak begitu banyak hubungannya dengan proses pembelajaran seperti halnya pada masukan dan hasil pembelajaran,  yaitu pada stimuli yang dipilih para konsumen dari lingkungan dari perilaku yang nyata yang dihasilkan. Dua teori perilaku yang banyak mempunyai hubungan dengan pemasaran adalah pengkondisian klasik dan pengkondisian instrumental .
a.       Classical conditioning
kondisi terjadi ketika stimulus yang memunculkan respon , bila dipasangkan dengan stimulus lain yang pada awalnya tidak mendapatkan respon sendiri. Seiring waktu, stimulus kedua (stimulus lain) ini menyebabkan respon yang sama karena kita mengasosiasikannya dengan stimulus pertama. Dengan maksud, kata pengkondisian disini berarti response yang berarti  adanya situasi yang selalu dipaparkan secara berulang-ulang.
b.      Instrumental conditioning
dikenal sebagai konsep operant , kondisi yang terjadi pada individu yang belajar untuk menghasilkan perilaku yang positif dan menghindari orang-orang yang menghasilkan hasil negatif.
2.        Social Cognitive Theory
Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran social ( Social Learning Teory ) salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Ia seorang psikologi yang terkenal dengan teori belajar social atau kognitif social serta efikasi diri. Eksperimen yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak – anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.
Teori kognitif sosial (social cognitive theory) yang dikemukakan oleh Albert Bandura menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif serta factor pelaku memainkan peran penting dalam pembelajaran.Faktor kognitif berupa ekspektasi/ penerimaan siswa untuk meraih keberhasilan, factor social mencakup pengamatan siswa terhadap perilaku orang tuanya.Albert Bandura merupakan salah satu peracang teori kognitif social.Meourut Bandura ketika siswa belajar mereka dapat merepresentasikan atau mentrasformasi pengalaman mereka secara kognitif.Bandura mengembangkan model deterministic resipkoral yang terdiri dari tiga faktor utama yaitu perilaku, person/kognitif dan lingkungan. Faktor ini bisa saling berinteraksi dalam proses pembelajaran. Faktor lingkungan mempengaruhi perilaku, perilaku mempengaruhi lingkungan, faktor person/kognitif mempengaruhi perilaku.Faktor person Bandura tak punya kecenderungan kognitif terutama pembawaan personalitas dan temperamen.Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi pemikiran dan kecerdasan.
Penekanan dari teori kognitif sosial tadi yakni unsur modeling. Jadi pengamatan menjadi hal yang utama sebagai cara untuk mencari contoh atau sesuatu yang bisa digunakannya untuk inspirasi bagi dirinya yang kemudian dia pahami dan bisa ditiru sehingga memunculkan perilaku seperti yang diharapkan.
Dalam penerapannya di dunia pendidikan diaplikasikan dalam self modeling bagi siswa atau anak yang mengalami kesulitan belajar dalam berbagai hal, apakah itu keterampilan ataupun kemampuan yang berhubungan dengan pembelajaran di sekolah.Dalam pendidikan olahraga ada yang dikenal dengan video self modeling, dimana siswa belajar dengan melihat rekaman diri sendiri yang berhasil dalam melakukan sebuah keterampilan. Dengan video self modeling ini self efficacy anak juga akan meningkat
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUMUOcJTCT5ElswMkUMBbcVPTLL2FlIy3u13wpc30SYvl2sHXl2Ibdej7ogWEV7pfhZMa5ExyigYOd3H4cWHDnbNZgPR37oEQuUyB43-ICgn_0-bGZ582tLPVqGuY2D7qCf8e_9DGOB7w/s320/elaboration+theory+diagram.jpg









3.        Cognitive Information Processing
Robert Gagne merupakan salah satu tokoh pencetus teori ini. Teori ini memandang bahwa belajar adalah proses memperoleh informasi, mengolah informasi, menyimpan informasi, serta mengingat kembali informasi yang dikontrol oleh otak. Asumsi yang mendasari teori pemrosesan informasi  Robert M Gagne adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu,
a.       Motivasi
b.      pemahaman
c.       pemerolehan
d.      penyimpanan
e.       ingatan kembali
f.       generalisasi
g.      perlakuan
h.      umpan balik.
Hasil gambar untuk pengolahan informasi kognitif teori


4.      Meaningful  Learning Theory
Belajar Bermakna (Meaningfull Learning) Belajar dikatakan bermakna bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognifitif yang dimilikinya. Sehingga peserta didik menjadi kuat ingatannya dan transfe belajarnya mudah dicapai. Struktur kognitif dapat berupafakta-fakta, konsep-konsep maupun generalisasi yang telah diperoleh atau bahkan dipahami sebelumnya oleh siswa.
Menurut Ausubel belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran itu disajikan kepada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Selanjutnya dimensi kedua menyangkut bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada.Jika siswa hanya mencoba menghafalkan informasi baru itu tanpa menghubungkan dengan struktur kognitifnya, maka terjadilah belajar dengan hafalan.Sebaliknya jika siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi baru itu dengan struktur kognitifnya maka yang terjadi adalah belajar bermakna.Menurut Ausubel belajar dapat dibagi menjadi 4 tipe , yaitu
a.         Belajar dengan penemuan yang bermakna
Informasi yang dipelajari, ditentukan secara bebas oleh peserta didik.Peserta didik itu kemudian menghubungkan pngetahuan yang baru itu dengan struktur kognitif yang dimiliki.Misalnya peserta didik diminta menemukan sifat- sifat suatu bujur sangkar.Dengan mengaitkan pengetahuan yang sudah dimiliki, seperti sifat-sifat persegi panjang, peserta didik dapat menemukan sendiri sifat- sifat bujur sangkar tersebut.
b.         Belajar dengan penemuan tidak bermakna
Informasi yang dipelajari, ditentukan secara bebas oleh peserta didik, kemudian ia menghafalnya. Misalnya, peserta didik menemukan sifat- sifat bujur sangkar tanpa bekal pengetahuan sifat- sifat geometri yang berkaitan dengan segiempat dengan sifat- siafatnya, yaitu dengan penggaris dan jangka.Dengan alat- alat ini diketemukan sifat- sifat bujur sangkar dan kemudian dihafalkan.
c.         Belajar menerima yang bermakna
Informasi yang telah tersusun secara logis di sajikan kepada peserta didik dalam bentuk final/ akhir, peserta didik kemudian menghubungkan pengetahuan yang baru itu dengan struktur kognitif yang dimiliki. Misalnya peserta didik akan mempelajari akar-akar persamaan kuadrat. Pengajar mempersiapkan bahan- bahan yang akan diberikan yang susunannya diatur sedemikian rupa sehingga materi persamaan kuadrat tersebut dengan mudah ter’tanam’ kedalam konsep persamaan yang sudah dimiliki peserta didik.Karena pengertian persamaan lebih inklusif dari pada persamaan kuadrat, materi persamaan tersebut dapat dipelajari peserta didik secara bermakna.


d.        Belajar menerima yang tidak bermakna
Dari setiap tipe bahan yang disajikan kepada peserta didik dalam ben tuk final.Peserta didik tersebut kemudian menghafalkannya.Bahan yang disajikan tadi tanpa memperhatikan pengetahuan yang dimiliki peserta didik.

5.      Developmental Approach
Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu 1) kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf; 2) pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara orgnisme dengan dunianya; 3) interaksi social, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan social, dan 4) ekullibrasi, yaitu adanya kemampuan atau system mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mempau mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
Sistem yang mengatur dari dalam mempunyai dua faktor, yaitu skema dan adaptasi. Skema berhubungan dengan pola tingkah laku yang teratur yang diperhatikan oleh organisma yang merupakan akumulasi dari tingkah laku yang sederhana hingga yang kompleks. Sedangkan adaptasi adalah fungsi penyesuaian terhadap lingkungan yang terdiri atas proses asimilasi dan akomodasi.Piaget mengemukakan penahapan dalam perkembangan intelektual anak yang dibagi ke dalam empat periode, yaitu :
a.         Periode sensori-motor ( 0 – 2 tahun )
Pada periode ini tingksh laku anak bersifat motorik dan anak menggunakan system penginderaan untuk mengenal lingkungannya untu mengenal obyek.
b.         Periode pra-operasional (2 – 7 tahun )
Pada periode ini anak bisa melakukan sesuatu sebagai hasil meniru atau mengamati sesuatu model tingkah laku dan mampu melakukan simbolisasi.
c.         Periode operasional konkret ( 7 – 11 tahun )
Pada periode ini anak sudah mampu menggunakan operasi.Pemikiran anak tidak lagi didominasi oleh persepsi, sebab anak mampu memecahkan masalah secara logis.
d.        Periode opersional formal ( 11– dewasa )
Periode operasi fomal merupakan tingkat puncak perkembangan struktur kognitif, anak remaja mampu berpikir logis untuk semua jenis masalah hipotesis, masalah verbal, dan ia dapat menggunakan penalaran ilmiah dan dapat menerima pandangan orang lain.
Menurut Piaget (Hudojo, 1979:82), struktur kognitif terbentuk karena proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah menyaring atau mendapatkan pengalaman – pengalaman baru ke dalam skema.Misalnya seorang anak mempunyai konsap mengenai “lembu”.Dalam pemikiran anak itu, ada skema “lembu”.Mungkin skema anak itu menyatakan bahwa lembu itu binatang yang berkaki empat.Berwarna putih dan makan rumput.Dimana pengertian Skema yaitu struktur mental seseorang dimana ia secara intelektual beradaptasi dengan lingkungannya.Akomodasi adalah proses menstrukturkan kembali pengalaman –pengalaman baru dengan jalan mengadakan modifikasi skema yang ada atau bahkan membentuk pengalaman yang benar – benar baru.

6.      Representation and Discovery Learning
Teori kognitif berfokus pada kemampuan pikiran untuk memahami dunia. Berpikir, keyakinan, harapan, dan perasaan mempengaruhi apa dan bagaimana kita belajar.Kognitif melihat pengetahuan sebagai hasil pembelajaran dan kekuatan pengetahuan sebagai motivator pada pembelajaran orang dewasa.
Teori belajar yang dipopulerkan Bruner disebut discovery learning.Batasan pengertian discovery learning disebutkan oleh Lefrancois (2000: 209), “discovery learning can be defined as the learning that takes place whwn student are not presented with subject matter in its final form but rather are required to organize it themselves”. Kondisi siswa dalam pengertian belajardiscovery tidak pasif menerima keterangan materi dalam bentuk final dari guru, melainkan cenderung menyusun materi sebagaimana yang siswa pahami.Bruner (Tomei, 2010: 27) mengemukakan bahwa dalam proses belajar anak-anak berkembang melalui tiga tahap perkembangan mental, yaitu:
a.       Tahap Enaktif
Pada tahap ini, anak secara langsung terlihat menggunakan atau memanipulasi (mengotak-atik) objek-objek konkret secara langsung.
b.      Tahap Ikonik
Pada tahap ini kegiatan anak didik mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek-objek konkret. Anak didik tidak memanipulasi langsung objek-objek konkret seperti pada enaktif, melainkan sudah dapat memanipulasi dengan memakai gambaran dari objek-objek yang dimaksud.
c.       Tahap Simbolik
Tahap ini merupakan tahap memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak lagi ada kaitannya dengan objek-objek. Pada saat belajar anak belajar lebih mudah dari suatu gerak ataupun proses penginderaan pada objek, selanjutnya berkembang belajar melalui media visual seperti gambar, grafik, peta, foto, dan sebagainya. Pada tahapan berikutnya, seorang anak memiliki kemampuan menerima informasi melalui kata-kata verbal.
7.      Social Approach
Teori pembelajaran sosial ini adalah perkembangan utama dari tradisi teori pembelajaran prilaku (Behaviorisme). Berbeda dengan penganut Behaviorisme, Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan.  Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar sosial ini.  Misalnya seorang yang hidup dan lingkungannya dibesarkan dilingkungan judi, maka dia cenderung menyenangi judi, atau sekitarnya menganggap bahwa judi itu tidak jelek.Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.Bandura sebagai seorang behavioris moderat penemu teori social learning/ observational learning, setiap proses belajar terjadi dalam urutan tahapan peristiwa (4 unsur utama) dan berakhir dengan penampilan atau kinerja (performance) tertentu sebagai hasil/ perolehan belajar seorang siswa. yang meliputi:
a.         Fase Perhatian (attentian)
Memberikan perhatian pada orang yang ditiru. Sebagai pengamat orang tidak dapat belajar melalui observasi kecuali kaku ia memperhatikan kegiatan-kegiatan yang diperagakan oleh model itu sendiri dan benar-benar memahaminya.Mencakup peristiwa peniruan (adanya kejelasan, keterlibatan perasaan, tingkat kerumitan, kelaziman, nilai fungsi) dan karakteristik pengamatan (kemampuan indera, minat, persepsi, penguatan sebelumnya).
b.         Fase Pengingat (retention)
Seorang pengamat harus dapat mengingat apa yang yang telah dilihatnya. Dia harus mengubah informasi yang diamatinya menjadi bentuk gambaran mental, atau mengubah simbol-simbol verbal, dan kemudian menyimpan dalam ingatannya.Mencakup kode pengkodean simbolik, pengorganisasian pikiran, pengulangan simbol, pengulangan motorik.
c.          Reproduksi motorik (reproduction)
Yaitu proses peniruan adalah mengubah ide gambaran, atau ingatan menjadi tindakan. Mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratan umpan balik.
d.         Peneguhan/Motivasi (reinforcement/motivation)
Mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri

8.      Constructivist Approach
Teori konstruktivisme menyatakan bahwa murid membina makna tentang dunia dengan mensintesis pengalaman baru kepada apa yang mereka telah fahami sebelum ini. Mereka membentuk peraturan melalui refleksi tentang interaksi mereka dengan objek dan ide. Apabila mereka bertemu dengan objek, ide atau perkaitan yang tidak bermakna kepada mereka, maka mereka akan sama ada menginterpretasi apa yang mereka lihat supaya secocok dengan peraturan yang mereka telah bentuk atau mereka akan menyesuaikan peraturan mereka agar dapat menerangkan maklumat baru ini dengan lebih baik.
Konstruktivis melihat belajar sebagai proses aktif pelajar mengkonstruksi arti baik dalam bentuk teks, dialog, pengalaman fisis, ataupun bentuk lainnya. Von Glasersfeld menyatakan bahwa dalam perspektif konstruktivis, belajar bukan suatu perwujudan hubungan stimulus-respons.Belajar memerlukan pengaturan diridan pembentukan struktur konseptual melalui refleksi dan abstraksi.7 Fosnot menambahkan, tujuan belajar lebih difokuskan pada pengembangan konsep dan pemahaman yang mendalam daripada sekedar pembentukan perilaku atau keterampilan.
9.      Technological Approach
Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) berkembang sangat pesat dan dahsyat saat ini.Segala bentuk teknologi yang diterapkan untuk memproses dan mengirimkan informasi dalam bentuk elektronik, perangkat lunak pemroses transaksi, perangkat lunak lembar kerja (worksheet), dan peralatan komunikasi dan jaringan merupakan sebagian contoh teknologi ini.TIK dapat diintegrasikan atau diterapkan dalam berbagai bidang, misalnya pendidikan, pertahanan, kesehatan, perdagangan, dan lain sebagainya.
Integrasi TIK dalam dunia pendidikan salah satunya yaitu integrasi dalam proses pembelajaran di sekolah.Integrasi TIK dalam pembelajaran adalah peluang sekaligus tantangan yang besar. Sederhananya, menurut Gaible dan Burns (2005), integrasi teknologi mengacu pada penggunaan komputer dan internet untuk mendukung proses pembelajaran. Pengintegrasian TIK digunakan dengan tujuan yang terkait dengan pencapaian kompetensi tertentu dalam pembelajaran.TIK digunakan sebagai alat pembelajaran dan pembelajaran berlangsung melalui penggunaannya (Gaible & Burns, 2005).
Penggunaan TIK secara strategis dinilai akan mampu meningkatkan proses dan hasil  pembelajaran. Agar proses itu berlangsung dengan efektif, teknologi tersebut perlu didukung dengan pendekatan pedagogis yang inovatif, sehingga memungkinkan terwujudnya kolaborasi, komunikasi, dan mobilitas dinamis dan bermakna (Webster & Murphy, 2008). Penggunaan TIK yang tepat juga akan memacu kreativitas, memperluas kebebasan, dan memungkinkan fleksibilitas bagi guru dan siswa, tetapi, yang lebih penting lagi, juga merubah beberapa dimensi proses belajar mengajar.
10.  Social Formation Theory

Teori yang pertama kali dikembangkan tentang teori ini adalah tahun 1920 yang dikenal dengan teori aktivitas.Teori ini berbunyai bahwa ketika individu berinteraksi dengan lingkungan mereka kemudian mereka menyibukkan diri dengan produksi dan menggunakan alat-alat untuk mendapatkan hasil. Alat ini exteriorized bentuk proses mental dan sebagai proses mental ini berubah menjadi alat, mereka menjadi mudah diakses dan menular pada orang lain. Hasil akhirnya adalah bahwa dasar interaksi sosial didukung oleh criteria eksternal.

Selasa, 07 April 2015

Komentar atas Video Pembelajaran di Jepang

I.         Komentar / Tanggapan
Setelah melihat video pembelajaran yang ditayangkan, saya merasa takjub tetapi juga malu. Takjub karena bagaimana Jepang sudah mempraktikkan pembelajaran yang sangat mengedepankan partisipasi aktif dari siswa-siswanya, sebaliknya saya merasa malu karena sampai sekarang saya masih jauh dari yang apa yang ditampilkan di video pembelajaran tersebut, padahal video tersebut kemungkinan dibuat pada tahun 90 an.
Dari video pembelajaran tersebut, tampak  siswa sedang mempelajari materi perkalian dengan media tabel perkalian. Pembelajaran terlihat telah berpusat pada siswa (students centered), yang ditandai dengan adanya pemberian kesempatan oleh guru kepada siswa untuk aktif dengan berbagai kegiatan pemecahan masalah dan juga kesempatan untuk mempresentasikan hasil temuannya atau hasil kerjanya. Sangat tampak sekali bahwa siswa sangat antusias dalam mengikuti pembelajaran tersebut.
Dari sisi guru, dapat dilihat dalam pembelajaran tersebut bahwa kelas tersebut menggunakan sistem team teaching (dua guru). Yang saya acungi jempol adalah bahwa guru tersebut sangat hebat dalam membuat skema atau skenario pembelajaran sehingga pembelajaran dapat berlangsung sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Selain itu guru sebagai fasilitator memberi kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk aktif dalam pembelajaran dan menyediakan lembar kegiatan siswa (LKS) sehingga siswa dapat lebih memahami pembelajaran. LKS yang disediakan pun ada dalam berbagai ukuran, ada yang kecil yang dikerjakan siswa di meja masing-masing, dan ada yang besar untuk mempresentasikan hasilnya. Dapat dikatakan bahwa peran guru sangat besar dalam kesuksesan sebuah pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, penyediaan fasilitas, dan lain-lain. Tetapi perlu ditekankan bahwa peran guru yang besar tersebut jangan sampai menjadikan pembelajarn kembali berpusat pada guru, peran disini dalam arti guru menjadi fasilitator yang baik.

II.      Pertanyaan
1.      Bagaimanakah mengawali sebuah pembelajaran yang mampu membuat siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran tersebut?
2.      Seperti apakah fasilitas dalam pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa?
3.  Dalam kenyataannya banyak nguru di Indonesia yang masih menggunakan metode pembelajaran tradisional, lalu bagaimanakah agar mereka mau untuk berkembang menjadi nguru yang inovatif?
4.      Kebanyakan di sekolah dasar kita belum menggunakan sistem team teaching dalam mengajar karena keterbatasan jumlah guru, lalu bagaimana solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut?
III.   1. Kelebihan dan kekurangan metode dan perangkat pembelajaran yang selama ini saya          praktikkan.
Selama ini saya sudah mencoba melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan      berbagai metode pembelajaran, misalnya ceramah, pemecahan masalah, demonstrasi dan lain-lain, tetapi memang harus saya akui bahwa peran yang saya lakukan masih sangat mendominasi dalam proses belajar mengajar. Saya masih sangat berkuasa di kelas, sehingga partisipasi siswa sangat kurang. Kelebihan dari metode yang saya gunakan mungkiin siswa menjadi lebih tenang dalam mengikuti pembelajaran dan suasana lebih terkontrol. Kelemahannya adalah suasana tenang dan terkontrol itu mungkin karena siswa sebenarnya tidak memahami materi dengan bai, partisipasi siswa kurang, siswa menjadi tidak kreatif dan siswa menjadi menurun gairah belajarnya.
2. Seberapa jauh video pembelajaran tersebut mempengaruhi dan memperbaiki praktik pembelajaran saya.

     Setelah melihat video tersebut, hati dan pikiran saya menjadi terbuka bahwa saya harus berubah dan berkembang menjadi lebih baik. Yang semula saya mendominasi dalam pembelajaran, harus menjadi memfasilitasi pembelajaran. Guru juga harus menyediakan atau membuat lembar kerja siswa sebagai sebuah perangkat pembelajaran yang mampu menjadi fasilitas belajar siswa. Saya juga harus mengembangkan siswa dengan memberi kesempatan siswa untuk berartisipasi aktif dalam pembelajaran, baik itu dalam sebuah diskusi atau presentasi. Dan yang terakhir saya belajar bahwa peran guru dalam merencanakan sebuah pembelajaran sangatlah besar, untuk itu saya harus lebih cermat dalam membuat perencanaan pembelajaran demi tercapainya tujuan pembelajaran

Rabu, 25 Maret 2015

PROSES MEMBACA DAN MENULIS

PENDAHULUAN
                   Membaca dan menulis saat ini dipandang sebagai suatu proses transaktif, dimana pembaca dan penulis menyusun sebuah makna yang diperoleh melalui pengalaman membaca dan menulis (Harste, Woodward, dan Burke, 1984; Rosenblatt, 1978). Menurut teori socio-psycholinguistic, makna diciptakan melalui sebuah proses negosiasi seorang pembaca terhadap teks yang dibaca, maupun seorang penulis terhadap teks yang mereka tulis.
Sebuah proses membaca terdiri atas berbagai tahapan saat pembaca menginterpretasi bacaan yang dibaca dan merespon teks atau kalimat yang dibaca. Proses menulis adalah proses yang melibatkan berbagai aktivitas, seperti saat siswa mengumpulkan dan mengorganisir ide/gagasan, membuat draft materi, merevisi dan mengedit draft, dan pada akhirnya mempublikasikan tulisan mereka.
Aktivitas membaca dan menulis dianggap sebagai suatu sisi lain dari sebuah koin, keduanya sangat berlawanan. Pembaca menterjemahkan dan mengurai bahasa dari sebuah tulisan, sedangkan penulis membuat bahasa tertulis. Kemudian para peneliti mulai mencari kesamaan pada keduanya. Sekarang keduanya dipandang memiliki beberapa kesamaan yaitu sebuah proses pararel pemaknaan memakai strategi yang sama dalam membuat makna dalam tulisan.
A.   PROSES MEMBACA
Membaca merupakan suatu proses transaktif ketika pembaca menegosiasikan makna atau menginterpretasikan. Weaver (1988) menyatakan bahwa selama membaca makna tidak begitu saja datang dengan sendirinya dari teks/bacaan ke pembaca, tetapi dalam  proses membaca terjadi negosiasi yang kompleks antara teks dan pembaca yang ditentukan oleh konteks situasi dan konteks sosiolinguistik yang luas. Konteks situasi meliputi pengetahuan pembaca tentang topik bacaan, tujuan membaca (untuk apa), dan factor-faktor lain yang terkait dengan situasi pembaca. Konteks sosiolinguistik yang luas meliputi bahasa masyarakat tempat pembaca tinggal, seberapa miripkah dengan bahasa yang digunakan dalam teks/bacaan yang dibaca, budaya dari pembaca berdasarkan harapan saat membaca, serta harapan  pembaca  terhadap  kegiatan  membaca  berdasarkan  atas pengalaman-pengalaman yang pernah diperoleh.
1.    Konsep Eferen dan Estetik dalam membaca
Setiap pembaca mempunyai tujuan yang berbeda dengan pembaca lainnya. Oleh karena itu cara pendekatan dalam proses membaca bervariasi sesuai dengan tujuan mereka. Ada dua konsep dalam membaca, yaitu konsep eferen dan estetik.
a.    Konsep membaca estetik
Membaca untuk mencari hiburan atau kesenangan. Di sini, pembaca terlibat dalam pengalaman membaca, itu sendiri. Mereka berkonsentrasi  dan merespon pada pikiran, gambar, perasaan selama membaca teks atau buku dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi. Contohnya saat membaca buku “Diane Siebert’s Sierra (1991), mereka merespon tentang bahasa yang digunakan dalam buku tersebut.
b.    Konsep membaca eferen  
membaca untuk mengambil informasi tertentu. Di sini, pembaca tidak tertarik pada irama bahasa atau gaya prosa namun fokus untuk memperoleh informasi tertentu dan berkonsentrasi pada publik, acuan umum dari kata-kata dan simbol dalam teks. Contohnya, yaitu anak/siswa membaca buku “ Patricia Lauber’s Seiing Earth From Space” (1990), yang didalamnya terdapat foto bumi yang menakjubkan yang diambil dari luar angkasa. Dalam kegiatam membaca itu siswa/anak focus kepada informasi dan ilustrasi yang ada di dalam buku.

2.    Tahap-tahap Proses Membaca
Proses membaca meliputi tahap-tahap sebagai berikut (1) persiapan untuk membaca (preparing to read), (2) membaca (reading),  (3) merespon (responding) (4) mengeksplorasi teks (exploring the text), dan (5) memperluas penafsiran (extanding the interpretation)
a.    Tahap 1: Persiapan untuk membaca
Proses membaca tidak dimulai dengan membuka buku dan langsung membaca, akan tetapi melalui sebuah persiapan. Langkah-langkah yang dilakukan adalah (1) memilih teks/buku (choose books), (2) menghubungkan teks dengan pengalaman pribadi dan pengalaman membaca yang pernah diperoleh sebelumnya (make connections), (3) membuat perencanaan membaca (plan for reading).


1)   Memilih teks/buku (choose books)
Pembaca mengawali proses membaca dengan pertama kali memilih buku atau teks yang ingin dibacanya. Ohlhausen dan Jepsen (1992) mengembangkan tiga kategori buku (Too Easy, Too Hard, Just Right) yang dikenal dengan istilah “Goldilocks Strategy”. Kategori Too Easy adlah buku yang sudah pernah dibaca sebelumnya atau buku yang sudah lancar dibaca. Kategori Too Hard adalah buku yang sulit, jarang dikenal, dan sering kali membingungkan pembacanya. Kategori Just Right adalah buku dengan sedikit kalimat yang tidak dimengerti, buku yang menyenangkan saat dibaca, dan sesuai dengan keinginan pembaca.
2)   Menghubungkan teks dengan pengalaman pribadi dan pengalaman membaca yang pernah diperoleh sebelumnya (make connections)
Pembaca menggunakan pengetahuan awal mereka, skema tentang buku atau teks yang akan dibaca, kemudian mereka menghubungkannya dengan pengalaman pribadi, pengalaman membaca sebelumnya dan mengaitkannya juga dengan tema yang akan dipelajari
3)   membuat perencanaan membaca (planing for reading)
Pembaca membuat prediksi sebelum memulai membaca tentang focus cerita, karakter atau kejadian dalam sebuah cerita, prediksi tentang informasi  yang ada di buku apakah sama dengan informasi yang kita cari. Dalam membuat perencanaan ini pembaca mungkin melihat index dalam buku untuk mengetahui halaman yang sesuai dengan informasi yang ingin kita cari, dan pembaca mungkin juga menterjemahkan teks yang mungkin dirasa sulit dimengerti dengan bertanya kepada guru atau dengan menggunakan bantuan kamus.
b.   Tahap 2 : Membaca (reading)
Pada tahap ini siswa membaca buku atau bentuk teks lainnya. Pada tahap ini siswa membaca keseluruhan teks atau bacaan. Sehingga siswa mampu mengkonfirmasi prediksi-prediksi yang telah dibuat sebelum membaca buku. Pada tahap ini siswa memaknai atas apa yang dibacanya dengan menggunakan beberapa strategi seperti visualisasi, elaborasi, dan monitoring. Ada lima jenis atau model membaca, yaitu (1) membaca nyaring (reading aloud), (2)membaca bersama (shared reading), (3) membaca berpasangan (buddy reading), (4) membaca terbimbing (guided reading), dan (5) membaca bebas (independent reading)
1)   Membaca nyaring (reading aloud)
Guru membacakan teks atau buku dengan nyaring dan siswa mendengarkannya. Jenis membaca ini dilakukan jika hanya ada satu buku atau teks sebagai sumber belajar.
2)   Membaca bersama (shared reading)
Siswa bersama-sama menirukan atas apa yang dibaca guru, atau siswa bersama-sama membaca buku di kelas tanpa ada guru yang membacanya. Membaca bersama ini dapat dilakukan apabila ada beberapa salinan buku di dalam kelas, atau tulisan yang ada di papan tulis.
3)   Membaca berpasangan (buddy reading)
Dua siswa membaca buku secara bersamaan. Kadang-kadang mereka bergantian membaca secara nyaring, kadang-kadang juga membaca dengan lirih. Tipe membaca ini sangat berguna untuk mereka yang mungkin belum lancer membaca sehingga mampu mengerti isi bacaan
4)   Membaca terbimbing (guided reading)
Siswa membaca buku dengan bantuan panduan atau bimbingan dari guru. Membaca terbimbing ini sangat berguna disaat siswa kesulitan dengan bacaan dan disaat siswa ingin menafsirkan bacaan tersebut
5)   Membaca bebas (independent reading)
Siswa bebas membaca buku atau teks apapun.Kadang antara siswa yang satu dengan lainnya sama-sama membaca buku yang sama , tetapi kadang-kadang juga berbeda. Siswa bebas menentukan buku apa yang ingin dibaca sesuai dengan tuuannya masing-masing, apakah membaca estetik atau membaca eferen.
c.    Tahap 3 : Merespon (responding)
Pada tahap ini pembaca merespon atas apa yang mereka baca dan selanjutnya mencoba memahami makna/isi yang terkandung di dalam bacaan tersebut. Ada dua hal yang harus dilakukan dalam tahap merespon ini, yaitu (1) menulis di dalam catatan membaca (writing in reading logs), (2) berpartisipasi dalam sebuah percakapan kelompok/besar (participating in grand conversation)

1)   Menulis atau merespon di dalam catatan membaca (writing in reading logs)
Siswa menulis dan menggambarkan ke dalam sebuah catatan (reading logs) tentang apa yang dipikirkan dan dirasakan setelah membaca.
2)   Berpartisipasi dalam sebuah percakapan kelompok/besar (participating in grand conversation)
Setelah membaca siswa saling berbagi dan berdiskusi dengan teman-temannya dalam sebuah kelompok tentang apa yang sudah dibacanya, apa yang dirasakan, dan apa yang dipikirkan
d.   Tahap 4 : Mengeksplorasi teks (exploring the text)
Setelah merespon atas apa yang telah dibaca, siswa kembali memperhatikan teks untuk menggali isinya secara lebih mendalam / analitis. Untuk itu siswa melakukan beberapa langkah-langkah yaitu:
1)      Membaca ulang buku/bacaan (rereading the text)
Membaca kembali bacaan atau teks untuk lebih memahami apa yang dibacanya serta mengaitkan dengan pengalaman hidup pembaca
2)      Menguji keahlian khusus penulis (examining the author's craft)
Fokus kepada karakter yang digunakan penulis dalam sebuah cerita, puisi
3)      Mempelajari kosakata baru (learning new vocabulary words)
Mempelajaridan memahami kosakata-kosakata baru yang terdapat dalam bacaan yang mungkin baru untuk pembaca
4)      Berpartisipasi dalam diskusi (participating in minilessons).
Siswa dan guru  berdiskusi tentang starategi, konsep, prosedur dan kemampuan yang terkait selama membaca

e.    Tahap 5 : Memperluas penafsiran dan mengaplikasikanya (extending the interpretation).
Pada tahap yang terakhir ini, yaitu memperluas penafsiran atau interpretasi, dapat dilakukan kegiatan-kegiatan:
1)   Memperdalam interpretasi dan pemahaman (deepen their interpretation)
2)   Merefleksikan pemahaman (reflect on their understanding)
3)   Menilai pengalaman membaca (value the reading experience)

Ketiga kegiatan itu dapat dilakukan dengan melibatkan keterampilan berbahasa yang lain, seperti berbicara dan menulis. Kegiatan seperti bermain peran/drama atau melakukan tugas/proyek khusus juga dapat dilakukan.

3.    Mengajar Proses Membaca
Guru menerpakan lima tahap proses membaca dalam pembelajaran membaca, mereka menggunakan beberapa metode pengajaran/penyampaian agar siswanya mampu memahami dan menerapkan apa yang guru ajarkan. Metode tersebut yaitu, (a) Diskusi atau pembelajaran singkat (minilesson), (b), Unit focus literature/sastra (literarure focus unit), (c) siklus tema (theme cycle) dan (d) workshop membaca (reading workshop)
a.    Pembelajaran singkat (minilesson)
Pelajaran singkat yang berfokus pada siswa, karena siswa membutuhkan pemahaman tentang proses membaca baik yang bertujuan mencari informasi atau estetik (efferent and esthetic) dan bagaimana siswa bisa memperdalam penafsiran dan mengaplikasikannya. Siswa diajarkan tentang prosedur, konsep, kemampuan dan strategi yang dibutuhkan dalam proses membaca, serta mampu mengapikasikan apa yang telah dipelajari melalui  kegiatan fokus literatur, workshop membaca dan siklus tema.
b.    Unit focus literature/sastra (literarure focus unit)
Sebuah unit Fokus sastra adalah pendekatan multi-genre yang mengajarkan seni bahasa, dengan berfokus pada tema tertentu, keterampilan, atau pedagogi. Melalui metode ini siswa belajar melalui lima tahap proses membaca. Mereka membaca bersama buku dan bab, kemudian mereka saling menanggapi apa yang mereka baca dan berpartisipasi dalam kegiatan eksplorasi. Siswa juga membuat proyek-proyek untuk memperluas interpretasi mereka atas buku yang dibaca.
c.    Siklus tema (theme cycle)
Metode ini menggunakan pendekatan tema dalam pembelajarannya. Buku yang dibaca disesuaikan dengan tema yang telah ditentukan sebelumnya. Contohnya tema pelajaran yaitu serangga, pada awal pelajaran siswa disuruh membaca buku “It’s a Good Thing There Are Insects (Fowler, 1990). Siswa melalui semua tahapan proses membaca dalam kegiatan ini.  Masih dalam tema serangga, guru juga bisa membagi kelas menjadi dua kelompok, satu kelompok membaca buku “ The Grouchy Ladybug” dan kelompok yang lain membaca buku “Ladybug”. Setelah mereka selesai membaca, mereka saling bertukar buku dan membacanya lagi. Setelah itu diadakan sebuah diskusi bersama tentang apa yang sudah mereka baca, mereka kemudian membandingkannya dengan kelompok lain. Siswa juga membuat proyek untuk memperdalam tentang pemahaman mengenai suatu hal tertentu yang menjadi focus bacaan.
d.    Workshop membaca (reading workshop)
Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa reading workshop terdiri atas tiga komponen, yaitu membaca dan merespon, saling berbagi, dan minilesson. Dengan metode ini siswa melalui semua tahap dalam proses membaca dalam mengikuti sebuah workshop membaca. Hal tersebut dapat dilihat pada saat, siswa memilih buku dan mencoba membat hbngan dengan buku (tahap 1), membaca buku secara mandiri (tahap 2), setelah membaca buku siswa menulis dalam sebuah catatan (tahap 3), kemusian siswa membuat proyek berdasarkan bacaan (tahap 5). Jadi dengan metode ini siswa mampu memahami dan mengerti tentang proses membaca.

4.    Beradaptasi untuk memenuhi kebutuhan setiap siswa dalam proses membaca
            Aktivitas yang berlangsung dalam setiap tahap proses membaca dapat dapat diadaptasi untuk membantu setiap siswa menjadi pembaca yang lebih sukses.Bagi siswa yang memiliki keterbatasan kemampuan dan bagi mereka yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua, banyak waktu yang dapat digunakan untuk mempersiapakan mereka untuk membaca. Oleh karena itu guru dapat membacakan teks/bacaan dikelas dengan nyaring atau bisa menggunakan membaca bersama bagi mereka yang kurang lancer membaca. Dalam tahap merespon, siswa dapat menggambarkan atau menuliskan apa yang dia “tangkap” selama membaca pada sebuah catatan. Siswa dapat membaca kembali buku dengan temannya selama tahap eksplorasi berlangsung. Pada tahap ke lima siswa mampu membuat proyek yang sesuai dengan isi bacaan.


B.   PROSES MENULIS
              Yang harus diperhatikan dalam proses menulis adalah pada apa yang siswa fikirkan dan melakukan apa yang dia tulis. Pada  dasarnya proses menulis  meliputi  lima  tahap,  yakni  (1) pramenulis, (2) menulis draf, (3) merevisi, (4) menyunting, dan (5) mempublikasikannya.
1.    Tahap-tahap menulis 
a.    Pra menulis (prewriting)
Pramenulis adalah tahap persiapan untuk menulis. Tahap ini sering kali diabaikan, padahal sebenarnya tahap ini menjadi dasar dan sangat penting. Menurut Murray (1982) 70 % waktu menulis dihabiskan dalam tahap ini. Adapun hal-hal yang dilakukan siswa dalam tahap ini adalah: (1) memilih topic (choose a topic), (2) mempertimbangkan tujuan, bentuk, dan pembaca (consider fuction, form, and audience), dan (3) mencari, memperoleh dan menyusun ide-ide atau topic yang ingin ditulis (generate and organize ideas for writing).
1)   Memilih topik (choose a topic)
Memilih topic untuk ditulis bisa menjadi batu sandungan bagi mereka yang telah terbiasa disediakan topic oleh gurunya. Tetapi siswa harus diajarkan untuk menentukan topik tulisannya sendiri. Apabila terdapat siswa yang kesulitan dalam menentukan topik, guru dapat membantunya dengan mengadakan brainstorming atau sumbang saran dengan memberikannya beberapa pilihan topik kemudian meminta siswa yang kesulitan memilih topik tersebut untuk memilih salah satu yang paling menarik dan paling dikuasai. Dalam kegiatan pramenulis ini siswa saling berdiskusi, menggambar, membaca, dan bahkan menulis untuk mengembangkan seputar informasi terkait dengan topic yang dia pilih.
2)   Mempertimbangkan tujuan, bentuk, dan pembaca (consider fuction, form, and audience)
2.1. Mempertimbangkan tujuan
Selama siswa mempersiapkan diri untuk menulis, mereka juga harus berfikir tentang fungsi atau tujuan atas apa yang mereka tulis. Apakah hanya untuk hiburan, informasi, atau kah fungsi yang lain. Pemahaman tentang fungsi dari menulis sangat penting karena fungsi/tujuan tulisan dapat mempengaruhi keputusan siswa dalam menentukan bentuk dan pembacanya.
2.2. Mempertimbangkan pembaca
       Siswa juga perlu merencanakan apakah mereka menulis untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain seperti teman sekelas, adik, orang tua, nenek, kakek, atau yang lain.
2.3. Mempertimbangkan bentuk tulisan
Siswa juga harus mempertimbangkan tentang bentuk tulisan yang akan dibuat. Apakah berbentuk cerita, surat, puisi, atau jurnal penelitian. Penting kiranya dalam aktivitas menulis untuk menentukan satu bentuk tulisan saja.
Keputusan tentang bentuk, tujuan, dan pembaca saling mempengaruhi, missal jika tujuannya adalah untuk hiburan, bentuk yang tepat mungkin sebuah cerita, puisi
3)   Mencari, memperoleh dan menyusun ide-ide atau topic yang ingin ditulis (generate and organize ideas for writing)
Para siswa melakukan berbagai kegiatan untuk memperoleh dan menyusun ide-ide untuk menulis. Graves (1983) menyebut penulis mempersiapkan diri untuk menulis sebagai kegiatan persiapan (rehearsal activities), seperti  (1) menggambar (drawing),  (2) pengelompokan (clustering) , (3) berdiskusi (talking), (4) membaca (reading), (5) bermain peran (role playing), dan (6) menulis cepat (quickwriting).
a)   Menggambar (drawing)
     Kegiatan ini sangat cocok untuk anak kecil  atau anak sekolah dasar dimana anak menggambar untuk mengumpulkan dan mengatur ide untuk menulis.
b)   Pengelompokan (clustering)
     Siswa membuat pengelompokan, seperti diagram jaring-jaring, dimana siswa menulis topic utama di tengah dan memecahnya menjadi beberapa ide pokok. Setelah itu mereka menulis informasi detil pada setiap ide pokok.
c)    Berdiskusi (talking)
     Siswa saling berdiskusi dengan temannya untuk saling berbagi ide yang mngkin dapat dijadikan topik tulisan.

d)   Membaca (reading)
     Melalui membaca siswa mampu memperoleh informasi tentang apa yang akan dia tulis
e)   Bermain peran (role playing)
     Anak-anak menemukan dan membentuk ide yang akan digunakan untuk menulis melalui bermain peran
f)     Menulis cepat (quickwriting)
     Siswa dapat menuliskan ide-ide yang didapat melalui literature focus unit atau siklus tema menjadi materi yang siap untuk menjadi bahan tulisan.
b.   Penyusunan Draf (drafting)
Pada tahap penyusunan draf siswa menulis dan memperbaiki komposisi ide-ide melalui serangkaian draft. Siswa menuliskan ide-idenya ke dalam sebuah kertas. Karena penulis tidak memulai menulis dengan komposisi yang siap seperti yang disusun dalam pikiran mereka, siswa memulai menulis draf ini dengan ide-ide yang bersifat tentative yang dikembangkan melalui aktivitas pra menulis. Pada tahap membuat atau menyusun draf ini, lebih difokuskan pada bagaimana mengeluarkan ide-ide dengan sedikit perhatiannya pada aspek ejaan, penggunaan istilah, atau kesalahan penulisan lainnya. Selama proses penyusunan draft ini siswa dimungkinkan untuk memodifikasi keputusan awal mereka tentang bentuk, tujuan dan pembacanya. Aktivitas dalam tahap ini meliputi: 1) menulis draft kasar, 2) menulis konsep utama, dan 3) menekankan pada pengembangan isi.
c.    Merevisi (revising)
Pada tahap ini siswa memperbaiki ide-ide dalam komposisi mereka. revisi tidak sekedar memoles tulisan, tetapi lebih kepada memenuhi kebutuhan pembaca dengan menambahkan, mengganti, menghapus dan menata ulang bahan tulisan. Kegiatan-kegiatan pada tahap ini adalah: (1) membaca ulang draf kasar (rereading the rough draft), (2) berbagi tentang draf kasar dengan teman dalam kelompok (sharing the rough draft in a writing group), dan (3) merevisi berdasarkan umpan balik (revising on the basis of feedback)
1)   Membaca ulang draf kasar (rereading the rough draft)
     Setelah menyelesaikan draf kasar, siswa memerlukan waktu sehari atau dua hari menjauhkan diri dari draf mereka. Setelah itu, barulah siswa membaca kembali draf kasar mereka dengan pikiran atau pandangan yang segar.  Disaat siswa membaca, mereka  membuat beberapa perubahan  dengan menambah,  , mengganti, menghilangkan atau memindahkan bagian-bagian dalam draf dan mereka menempatkan tanda tanya pada bagian yang membutuhkan perbaikan. Dan dalam perbaikan inilah siswa dapat meminta bantuan kepada kelompok menulis (wriring groups)
2)   Berbagi tentang draf kasar dengan teman dalam kelompok (sharing the rough draft in a writing group)
Para siswa saling bertemu dalam kelompok-kelompok menulis untuk saling berbagi tentang materi tulisannya Dengan kelompok menulis ini diharapkan ada timbal balik yang dapat menghasilkan tulisan yang sesuai dengan kebutuhan pembaca. Kelompok-kelompok menulis ini memberikan ruang di mana guru dan siswa dapat membahas tentang rencana dan stategi dalam menlis dan merevisi tulisan (Applebee dn Langer, 1983: Calkins, 1983). Fungsi atau manfaat dari kelompok menulis ini yaitu :
a)    untuk menawarkan pilihan penulis
b)    untuk memberikan tanggapan, perasaan, dan pikiran
c)    untuk menunjukkan berbagai kemungkinan dalam merevisi
d)    mempercepat  proses revisi
     Kelompok ini dapat dibentuk secara spontan apabila sejumlah siswa sudah melengkapi susnan draf dan siap berbagi komposisi tulisan. Adapun kegiatan-kegiatan dalam kelompok menulis ini adalah:
a.    Penulis membaca tulisannya (the writer reads)
     Penulis membacakan hasil tulisannya di depan anggota kelompok. Teman satu kelompok mendengarkan baik-baik dan bersiap memberikan pujian dan saran-saran setelah penulis selesai membacakan tulisannya. Fokus utama pada kegiatan ini adalah mendengarkan dengan seksama apa yang dibacakan penulis

b.    Para pendengar (siswa lain) memberi pujian
     Pendnengar memberikan pujian atau komentar positif yang spesifik atas apa yang disampaikan penulis
c.    Penulis membuat pertanyaan
     Penulis membuat pertanyaan tentang apa yang telah dibacakan kepada anggota kelompoknya, pertanyaan itu bertujuan untuk perbaikan apabila ada tulisan yang tidak tepat
d.    Pendengar memberikan saran
     Setelah penulis menanyakan apakah ada kekurangan atau kesalahan dalam tulisannya, para pendnengar memberikan saran positif untuk menjadikan tulisannya lebih baik
e.    Pengulangan proses
     Setiap siswa mengulangi komposisi tulisan. Pada proses ini guru memberikan masukan kepada siswa.
f.     Penulis merencanakan sebuah revisi
            Dalam kegiatan akhir ini, masing-masing siswa berkomitmen untuk merevisi tulisan mereka berdasarkan atas masukan dari teman ataupun guru.
3)   Merevisi berdasarkan umpan balik (revising on the basis of feedback)
Siswa membuat empat perubahan dalam tahap ini, yaitu penambahan, penggantian, penghilangan, dan pergeseran (Faigley dan Witte, 1981) . Misalnya, dalam menulis sebuah cerita, berkaitan dengan pembuatan struktur cerita yang telah disusun, siswa dapat mengubah watak pelaku yang semula jahat menjadi baik. Atau siswa dapat juga menyelipkan peristiwa lain dalam rangkaian cerita yang telah disusunnya.
d.   Penyuntingan (Editing)
Penyuntingan adalah menjadikan tulisan ke dalam bentuk akhirnya. Sampai pada tahap ini fokus utama adalah pada isi tulisan yang dibuat. Sampai tahap ini, fokus utama proses menulis adalah pada isi tulisan siswa dengan fokus berganti pada kesalahan mekanik. Siswa menyempurnakan tulisan mereka dengan mengoreksi ejaan dan kesalahan mekanikal yang lain. Tujuannya membuat tulisan menjadi “siap baca secara optimal” “optimally readable” (Smith, 1982). Cara paling efektif untuk mengajarkan ketermpilan mekanikal adalah pada saat penyutingan. Ketika penyuntingan tulisan disempurnakan melalui kegiatan membaca, siswa lebih tertarik pada pemakaian keterampilan mekanikal secara benar karena mereka dapat berkomunikasi secara efektif. Para peneliti menyarankan bahwa pendekatan fungsional dalam pengajaran mekanikal tulisan lebih efektif dari pada latihan praktis.
Aktivitas dalam tahap ini meliputi: 1) mengambil jarak dari tulisan, 2) mengoreksi awal dengan menandai kesalahan, dan 3) mengoreksi kesalahan.  Siswa  mungkin  melakukan penyuntingan untuk karangan sendiri atau membantu karangan milik temannya.
1)   Mengambil jarak dari tulisan
     Siswa akan menjadi penyunting yang baik jika mereka dijauhkan untuk sementera waktu dari karangan yang akan disunting. Setelah beberapa hari, siswa dengan keadaan yang lebih segar mampu menyunting  tulisannya  dengan  perspektif  baru sehingga hasil tulisannya akan dengan mudah dibaca
2)   Mengoreksi dengan menandai kesalahan
Siswa mengoreksi komposisi tulisannya untuk mengetahui letak kesalahan. Dalam proses ini siswa membaca dengan lambat, kata per kata untuk mencari kesalahan. Apabila ditemukan kesalahan-kesalahn maka ditandai dengan tanda khusus. Selain itu juga dapat menggunakan lembar checklist agar siswa lebih focus terhadap kesalahan yang ada di tulisan.
3)   Mengoreksi kesalahan
     Setelah diketahui letak kesalahan dalam tulisan yang dibuat, maka penulis segera memperbaiki kesalahan-kesalahan itu. Proses perbaikan itu sendiri dapat melibatkan orang lain untuk membantu, misalnya guru.
e.    Pemublikasian (publishing)
Pada tahap akhir proses penulisan, siswa membawa komposisi tulisannya ke dalam kehidupan nyata dengan mempublikasikan tulisan mereka ata dengan saling berbagi (sharing) dengan pembaca yang tepat. Ketika siswa membagi hasil tulisannya kepada teman sekelas, siswa lain, orangtua, dan berbagai komunitas, siswa itu bisa dianggap sebagai seorang penulis. Aktivitas pada tahap publikasi ini adalah:
1)   Membuat buku (make books)
     Salah satu cara yang paling popular untuk mempublikasikan karya tulis adalah dengan membuat buku. Buklet atau buku sederhana dapat dibuat dengan melipat selembar kertas menjadi empat, seperti kartu ucapan. Buklet juga dapat dibuat dengan menyatukan kertas hasil tulisan menjadi satu. Pada buklet tersebut juga dapat ditambahkan informasi tentang penulis “all about the author” pada lembar terakhir.
2)   Berbagi hasil tulisan (sharing writing)
Pada tahap publikasi siswa mempublikasikan hasil penulisannya melalui kegiatan berbagi hasil tulisan (sharing). Kegiatan berbagi hasil ini dapat dilakukan diantaranya melalui kegiatan penugasan siswa untuk membacakan hasil tulisannya/karangannya di depan kelas, dengan menaruh buku di kelas, perpustakaan, mempublikasikan melalui artikel koran, film, puppet show dan banyak bentuk lainnya. 
2.    Metode pembelajaran proses menulis (teaching writing process)
Siswa belajar untuk menggunakan proses penulisan pada saat mereka menulis komposisi di unit fokus sastra/bahas, siklus tema dan saat mereka berpartisipasi dalam sebuah pelajaran singkat (minilesson) . Belajar menggunakan proses menulis dengan benar lebih penting daripada pemberian tugas atau proyek, karena proses menulis adalah sebuah alat.
a.    Model  kolaborasi menulis (writing class collaboration)
Guru sebagai model dalam proses menulis dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk berlatih  proses menulis dalam lingkungan atau suasana pembelajaran yang mendukung. Seperti saat siswa dan guru menulis komposisi tulisan bersama, mereka melalui lima tahap proses menulis selayaknya seorang penulis ketika mereka bekerja secara independen. Guru menunjukkan strategi yang digunakan penulis dan menjelaskan kesalahan-kesalahan konsep selama diskusi  kelompok, dan siswa menawarkan ide-ide dalam menulis serta saran untuk mengatasi  berbagai masalah penulisan secara umum
b.    Model Minnileson dalam proses menulis (minilesson in the writing process)
Pelajaran singkat (sekitar 10 menit) yang berfokus pada siswa, mengajarkan tentang prosedur, konsep, kemampuan dan strategi yang dibutuhkan dalam proses menulis. Guru menggunakan minilessons disesuaikan dengan kebutuhan kelompok kelas. Selama minilessons berlangsung guru menggunakan demonstrasi yang jelas dan pengajaran eksplisit untuk membimbing anak-anak dalam memahami tujuan pelajaran. Setelah demonstrasi, anak-anak berlatih. Penekanan khusus ditempatkan pada mengapa tujuannya adalah penting dan bagaimana penerapannya membuat seseorang menjadi lebih baik dalam menulis, siswa mampu memahami terhadap proses menulis. Dengan model ini siswa akan mampu memahami lima proses menulis, bagaimana menemukan dan mengumpulkan ide untuk bahan tulisan, bagaimana berpartisipasi dalam sebah kelompok menulis, dan mampu saling berbagi hasil tulisan dengan teman.
c.    Unit fokus literature/sastra (literarure focus unit)
Siswa menggunakan proses penulisan sama seperti saat mereka membuat proyek dalam proses membaca. Kadang-kadang siswa satu kelas bekerja bersama untuk menulis sebuah kolaborasi kelas, kadang-kadang siswa bekerja dalam sebuah kelompok kecil dalam satu proyek yang sama, dan di waktu yang lain siswa bekerja dalam banyak jenis tugas atau proyek yang harus dikerjakan.
d.     Model siklus tema
Guru selalu merencanakan pembelajaran menulis dengan mengaitkannya kepada tema tertentu. Suatu waktu siswa sekelas mengerjakan bersama-sama satu tugas yang sama, seperti membat buku ABC tentang lautan sebagai bagian dari tema lautan., atau mereka menulis puisi tentang hewan untuk mengaitkan dengan pelajaran mematung di kelas seni. Akan tetapi kadang-kadang siswa juga mempunyai tugas individu, dan dalam tugas ini siswa menggunakan proses menulis untuk mengembangkan tulisannya.
e.    Workshop menulis (writing workshop)
Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa workshop menulis terdiri atas tiga komponen, yaitu menulis, saling berbagi, dan minilesson. Dengan metode ini siswa melalui semua tahap dalam proses menulis dalam mengikuti sebuah workshop. Siswa melalui lima tahap proses menulis selama mengerjakan tulisannya. Dengan model ini pula siswa dapat saling berbagi tulisan, bertukar pendapat dan mendapat masukan atau saran. Jadi dengan metode ini siswa mampu memahami dan mengerti tentang proses menulis.
3.    Adaptasi proses menulis untuk memenuhi kebutuhan setiap siswa dalam belajar
Seorang guru dapat mengadaptasi kegiatan-kegiatan pada setiap proses menulis untuk memberikan pengalaman menulis yang baik bagi semua siswa. Untuk siswa kelas bawah dan untuk siswa yang memiliki pengalaman menulis yang sedikit guru seringkali mengajarkan tahapan proses menulis hanya pada tiga tahap yaitu pra menulis, penyusunan draf, dan publikasi. Kemudian setelah siswa menjadi lancar menulis dan sudah mengembangkan kesadaran pembaca, guru mulai menambahkan atau mengajarkan tentang merevisi dan mengedit tulisan.
Guru dapat mengembangkan atau menggunakan lembar checklist untuk mencatat setiap kegiatan pada proses menulis yang dilakukan siswa. Hal ini sangat bermanfaat, terutama pada siswa yang memiliki perhatian yang pendek dan bagi siswa yang memiliki masalah dalam menyelesaikan tugas. Dengan begitu siswa akan tetap mengerjakan dan menyelesaikan tugasnya dengan baik. Saran-saran yang lain dalam mengadaptasi proses menulis untuk memenuhi kebutuhan setiap siswa dalam belajar menulis yaitu :
Tahap
Hal-hal yang bisa dilakukan guru
Pra Menulis
·  Gunakan kegiatan menggambar sebagai kegiatan awal
·  Biarkan setiap siswa mengutarakan ide gagasan
·  Buatlah pengelompokan berdasarkan ide yang disarankan siswa
Penyusunan
Draf
·   Pastikan apakah siswa sudah membat draft kasar
·   menandai kertas siswa agar mereka menulis pada setiap baris
·   meyakinkan siswa bahwa ejaan dan keterampilan mekanis lainnya tidak penting dalam tahap ini
Revisi
·   guru berpartisipasi dalam kelompok menulis
·   fokus pada pujian daripada saran untuk revisi ketika siswa mulai menulis kelompok
·   mengharapkan siswa untuk membuat hanya satu atau dua revisi pada awal kegiatan
Editing
·    ajarkan ke siswa bagaimana mengkoreksi tulisan
·    pastikan siswa sudah menandai tulisan yang salah
·    guru dan siswa bersama mengoreksi kesalahan
·    pastikan siswa sudah dan memperbaiki kesalahan
Publikasi
·   tulis dengan tangan , hasil akhir tulisan siswa
·   beri kesempatan kepada siswa untuk dapat saling berbagi hasil tulisannya
·   jangan memperbaiki kesalahan yang masih ada pada hasil akhir


4.    Menanggapi hasil tulisan siswa (responding to student writing)
Peran guru tidak hanya sebagai evaluator. Kaitanya dengan hasil tlisan siswanya, guru harus mampu menjadi seorang pembaca yang baik (good audience). Guru seharusnya membaca hasil tulisan siswanya juga untuk mencari informasi, kesenangan, dan lain sebagainya seperti tujuan pembaca pada umumnya. Banyak karya tulisan siswa tidak perlu dinilaikan, tetapi hanya perlu untuk dibagi (share) dengan gurunya (Martin, D’Arcy, Newton, dan Parker, 1976).
Ketika siswa dalam menulis menggunakan proses menulis dengan benar, maka sedikit kesempatan untuk siswa menjiplak karya orang lain (plagiarisme). Ada beberapa alasan siswa melakukan plagiarisme, yaitu
a.    menginternalisasikan sebagian tulisan melalui pembacaan yang diulang-ulang, akhirnya waktu terus berlalu mereka tidak menyadari kalau itu bukan karya mereka
b.    adanya kompetisi antar penulis
c.    tidak sengaja menjiplak
d.    mereka tidak pernah di ajari bagaimana proses menulis yang benar itu, jadi mereka tidak tahu bagaimana mensintesa informasi yang diperoleh  dari tulisan orang lain. Ada dua cara menghindarkan siswa dari menjiplak (plagiarisme), yaitu
a.      mengajarkan proses menulis yang benar
b.      mengerjakan tugas menulis di sekolah daripada di rumah

5.    Menilai siswa dalam menggunakan proses penulisan
Untuk menilai perkembangan siswa  dalam menulis tidak harus dengan melihat hasil akhirnya (Tway, 1980). Salah satu cara terbaik adalah dengan melakukan observasi atau pengamatan selam proses menulis berlangsung. Proses observasi tersebut dapat dibantu dengan adanya daftar checklist proses menulis
C.   HUBUNGAN ANTARA MEMBACA DAN MENULIS
Membaca dan menulis memiliki hubungan yang menarik. Membaca dan menulis keduanya adalah proses pemaknaan, pembaca dan penulis terlibat dalam proses yang hamper sama. Guru perlu mengadakan sebuah kegiatan literasi di kelas sehingga siswa mmapu menghubungkan antara membaca dan menulis.
1.    Membandingkan proses membaca dan menulis
Proses membaca dan menulis memiliki kegiatan yang hampir setara pada setiap tahapannya (Butler dan Turbill, 1984). Tierney (1983)  menjelaskan bahwa membaca dan menulis adalah sesuatu yang multidimensi dan terlibat bersamaan dalam transaksi antara penulis dan pembaca. Smith (1982) percaya bahwa membaca mempengaruhi kemampuan menulis, karena disaat membaca mereka tidak sadar bahawa membaca sama dengan menulis “read like writers”.
Tahap
Yang dilakukan pembaca
Yang dilakukan penulis
Tahap 1
Persiapan membaca
Pembaca menggunakan pengetahuannya tentang
·  Topic
·  Membaca
·  Literature
·  System bahasa
Harapan pembaca dipengaruhi oleh
·  Pengalaman membaca sebelumnya
·  Format bacaan
·  Tujuan membaca
·  Pendengar
Pembaca membuat prediksi
Pra menulis
Penulis menggunakan pengetahuannya tentang
·  Topic tulisan
·  Tulisan itu sendiri
·  Literature
·  System bahasa yang digunakan
Harapan penulis dipengaruhi oleh
·  Pengalaman menulis sebelumnya
·  Format tulisan
·  Tujuan menulis
·  Pembaca (audience)
Penulis mengumpulkan  dan menyusun ide
Tahap 2
Membaca
Pembaca :
·  Menggunakan kata untuk strategi identifikasi
·  Gunakan strategi pemaknaan
·  Membaca
·  Memaknai bacaan
Penyusunan draf
Penulis:
·  Gunakan strategi transkripsi
·  Gunakan strategi pemaknaan
·  Menulis draf
·  Menciptakan makna
Tahap 3
Merespon (responding)
Pembaca:
·  Merespon bacaan
·  Mengintepretasi makna
·  Klarifikasi ketidakpahaman
·  Memperluas gagasan
Revisi (revising)
Penulis:
·  Merespon teks
·  Menginterpretasi makna
·  Klarifikasi kesalahan
·  Memperluas gagasan/ide
Tahap 4
Mengeksplorasi/menggali teks
Pembaca
·  Menguji dampak dari kalimat dan bahasa
·  Menggali lebih dalam bacaan
·  Membandingkan bacaan dengan bacaan lain
Edit (Editing)
Penulis:
·  Mengidentifikasi dan mengoreksi kesalahan mekanis
·  Mereview paragraph dan struktur kalimat
Tahap 5
Memperluas penafsiran dan mengaplikasikan
Pembaca :
·                     Memperluas penafsiran
·                     Berbagi hasil membaca
·                     Merefleksikan proses membaca
·                     Mengaitkan dengan kehidupan dan literature bacaan
·                     Menghargai karya sastra
·                     Merasa berhasil
·                     Ingin membaca kembali
Publikasi (publishing)
Penulis :
·  Menghasilkan karya tulis final
·  Berbagi karya tulis
·  Merefleksikan proses menulis
·  Menghargai karya tulisan
·  Merasa berhasil
·  Ingin menulis lagi
2.    Hubungan membaca dan menulis di dalam kelas (classroom connection)
Guru dapat membantu siswa untuk menghargai persamaan antara membaca dan menulis dengan berbagai cara.  Berikut ini adalah bebrapa cara untuk mengetahui hubungan antara membaca dan menulis, yaitu :
a.    Membantu penulis untuk melihat alternatif poin sehingga dia bisa menjadi pembaca juga
b.    Membantu pembaca untuk mempertimbangkan tujuan  dan sudut pandang penulis
c.    Simpulkan bahwa membaca prosesnya sama dengan menulis
d.    Berdiskusi dengan siswa tentang proses menulis dan membaca
e.    Berdiskusi dengan siswa tentang strategi menulis dan membaca
Pembaca dan penlis menggunakan beberapa strategi untuk membentuk makna. Sebagai seorang pembaca kita menggunakan berbagai macam variasi pemecahan masalah untuk menentukan tentang apa yang ingin disampaikan penulis dan memakanai bacaan untuk pembaca. Sebagai seorang penulis, kita juga menggunakan strategi pemecahan masalah untuk menentukan apa yang kira-kira pembaca inginkan saat kita mengkonstruksi makana dalam tulisan kita.
Langer (1985) ada empat strategi yang digunakan pembaca maupun penulis untuk berinteraksi dengan teks. Adapun strategi tersebut adalah
a.    Mengeneralisir ide
b.    Memformulasikan makna/isi
c.    Menilai
d.    Merevisi
Kemampuan membaca sangat berkontribusi terhadap perkembangan kemampuan menulis siswa, begitupun sebaliknya, menulis berkontribusi terhadap berkembangnya kemampuan membaca siswa. Shanahan (1988)  menguraikan  tujuh pembelajaran pokok untuk menghubungkan kemampuan membaca dengan menulis sehingga siswa mampu mengembangkan konsep tentang literatur .
a.    Melibatkan siswa dalam pengalaman menulis dan membaca setiap hari
b.    Perkenalakan proses membaca dan menulis di TK
c.    Rencanakan pembelajaran yang yang mencerminkan sifat perkembangan hubungan menulis dan membaca
d.    Membuat hubungan antara membaca dan menulis secara eksplisit kepada siswa
e.    Tekankan pada kedua proses (menulis dan membaca) serta hasil dari membaca dan menulis
f.     Tekankan manfaat kenapa siswa harus membaca dan menulis
g.    Ajarkan membaca dan menulis melalui pengalaman literature yang bermakna dan bermanfaat.

D.   KESIMPULAN
Para siswa menggunakan lima tahap dalam proses membaca, baik itu yang bertjuan untuk mencari informasi  (efferent) maupun estetik (aesthetic). Tahap –tahap tersebut yaitu persiapan membaca, membaca, merespon, mengeksplorasi teks/bacaan, memperluas atau memperdalam penafsiran dan pemaknaan. Guru hendaknya menggunakan pendekatan yang bervariasi untuk mengajarkan membaca kepada siswa. Pendekatan tersebut yaitu membacakan nyaring kepada semua siswa (reading aloud to student), membaca bersama-sama teman sekelas (sharing reading), membaca berpasangan (buddy reading), membaca terbimbing (guided reading), dan membaca bebas (independent reading
Proses membaca terdiri dari 5 tahapan, yaitu pra menulis (prewriting), penyusunan draf (drafting), merevisi (revising), mengedit (editing), publikasi (publishing). Para siswa mempelajari penggunaan membaca dan menulis melalui unit  fokus literature (literqature focus units), siklus tema (theme cycle), dan workshop menulis dan membaca.
1.    Kunci Proses Membaca
a.    Tahap 1 : Persiapan Membaca
1)    Memilih buku
2)    Mengaitkan dengan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki
3)    Kaitkan dengan tema pembelajaran atau sesuatu yang menarik
4)    Buatlah prediksi
5)    Preview teks atau bacaan
6)    Lihat ke dalam index untuk mengetahui halaman informasi  yang dicari
b.   Tahap 2 : Membaca
1)    Gunakan siklus konfirmasi dan prediksi
2)    Gunakan strategipengidentifikasian kata, dan pemaknaan
3)    Baca dengan teliti dan mendalam
4)    Baca atau lihat gambar, diagaram, tabel
5)    Baca dari awal sampai akhir
6)    Ulangi membaca untuk lebih mengetahui informasi
c.    Tahap 3 : Merespon
1)    Membuat catatan
2)    Catat informasi yang ada di buku dalam buku catatan
3)    Berpartisipasi dalam diskusi yang melibatkan banyak orang
d.   Tahap 4 :  Mengeksplorasi teks
1)    Membaca kembali dan berfikirlah lebih mendalam tentang isi bacaan itu
2)    Hubungkan dengan pengalaman pribadi
3)    Hubungkan dengan pengalaman membaca
4)    Ujilah hasil karya penulis (karakter, bahasa, dll)
5)    Identifikasi kutipan yang mengesankan
6)    Pelajari kosakata baru
7)    Berpartisipasi dalam minilesson
e.    Tahap 5 : Memperluas interpretasi/penafsiran
1)    Mengkonstruksi/membuat tugas
2)    Gunakan informasi dalam siklus tema
3)    Kaitkan dengan buku yang terkait
4)    Refleksikan dalam sebuah penafsiran
5)    Hargai pengalaman membaca

2.    Fitur Kunci Proses Menulis
a.    Tahap 1 : Pra Menulis (prewriting)
1)   Siswa menulis topic brdasarkan pengalaman
2)   Siswa mengikuti kegiatan persiapan
3)   Identifikasi tulisan itu ditujukan untuk siapa
4)   Identifikasi manfaat karya tulis yang akan dibuat
5)   Siswa menentukan bentuk tulisannya berdasarkan pembaca dan manfaatnya
b.   Tahap 2 : Penyusunan Draf (drafting)
1)    Siswa menulis draf  kasar
2)    Siswa menekankan isi dari pada aturan penulisan
c.    Tahap 3 : Merevisi (revising)
1)    Siswa membaca kembali draf yang telah dibuat
2)    Berbagi karya tulis dengan kelompok
3)    Berpartisipasi dalam diskusi
4)    Siswa membuat perubahan setelah mendapatkan saran dan masukan
5)    Siswa membuat  perubahan substantive
d.   Tahap 4 :  Mengedit (editing)
1)    Siswa mengoreksi komposisi tulisannya
2)    Siswa saling membantu mengoreksi komposisi tulisan teman sekelas
3)    Siswa memperbaiki tulisannya secara lebih mendalam termasuk tata tulisnya
4)    Siswa berkonsultasi dengan guru sebelum menyelesaikan tulisannya
e.    Tahap 5 : Mempublikasikan (publishing)
1)    Siswa mempublikasikan karyanya dalam bentuk yang tepat
2)    Siswa merbagi tulisannya di depan pembaca yang tepat