Perencanaan,
Pengajaran, dan Teknologi
A. Perencanaan
Ada ungkapan
bahwa seseorang yang gagal dalam membuat rencana, bisa dikatakan bahwa orang
itu sedang merencanakan kegagalannya. Jadi rencana ini sangat penting, ibarat
jika kita membuat sebuah rumah, maka kita membutuhkan desain/rancang bangun
rumah tersebut.
Perencanaan juga
terkait erat dengan dunia pendidikan, guru khususnya. Banyak guru yang berhasil
menghubungkan prestasi mereka dengan perencanaan yang efektif. Lee Lacocca
(1984) mantan pimpinan Chrysler Corporation, meyakini bahwa keberhasilannya
berkaitan dengan perencanaan mingguanya.
1.
Perencanaan
Pengajaran (instruksional planning)
Perencanaan adalah aspek penting
untuk menjadi seorang guru yang kompeten (Parkay & Mass, 2000). Perencanaan
pengajaran adalah pengembangan atau penyusunan strategi sistematik dan terorganisasi
untuk merencanakan pelajaran. Guru harus menentukan materi dan cara pengajaran
sebelum pelaksanaan pembelajaran.
Mungkin dirasa sangat membosankan
untuk menghabiskan waktu dalam menulis rencana pelajaran. Namun rencana
pembelajaran ini akan mampu memberi rasa percaya diri, membimbing anda dalam
mencakup sebagian besar topik penting, dan mencegah menghambur-hamburkan waktu
kelas yang sangat berharga.
Banyak strategi perencanaan diatur
di seputar empat elemen berikut, yaitu sifat dari materi, siswa, konteks, dan
peran guru (Darling-Hammond dkk, 2005). Salah satu perencanaan efektif yang
digunakan banyak guru adalah pemetaan ke belakang (mapping backward) dari
tujuan untuk berprestasi yang diinginkan ke aktivitas dan elemen-elemen dari
tingkatan yang dibutuhkan untuk mendukung kemajuan siswa. Strategi yang baik
adalah memulai perencanaan anda dengan pemikiran tentang tujuan-tujan yang
harus tercapai pada akhir tahun pelajaran dan kemudian melakukan pemetaan ke
belakang dari poin/tujuan yang ingin dicapai tersebut.
Perencanaan yang dibuat oleh guru ini
membantu guru untuk mengembangkan topik-topik penting dan memaksimalkan waktu
pengajaran guru. Secara singkat guru perl mengetahui hal-hal yang seharusnya
dilakukan oleh siswa, kapan, dalam urutan seperti apa, dan bagaimana cara
melakukannya.
2.
Rancangan
Waktu dan Perencanaan
Menyusun
rencana waktu yang sistematis memerlukan pengetahuan tentang apa yang perlu
dilakukan dan kapan melakukannya atau penekanan pada “tugas dan waktu”. Berikut
ini adalah sebuah rencana waktu dan tugas yang terdiri dari enam bagian yang
bermanfaat menurut Douglass dan Douglass (1993) :
a. Hal-hal
yang perlu dilakukan:
1) Menentukan
tujuan pengajaran (apa yang harus saya capai)
2) Merencanakan
kegiatan/aktivitas (apa yang harus saya lakukan untuk mencapai tujuan)
3) Menentukan
prioritas (tugas mana yang lebih penting)
b. Waktu
untuk melakukannya:
1) Membuat
estimasi/perkiraan waktu (berapa waktu yang diperlukan dalam setiap kegiatan)
2) Membuat
jadwal (kapan kegiatan akan dilakukan)
3) Bersikap
fleksibel (bagaimana saya akan menangani situasi yang tidak terduga)
Robert Yinger (1980)
mengidentifikasi lima periode dari perencanaan guru, yaitu :
a. Perencanaan
tahunan.
Tujuannya adalah menetapkan isi umum (bersifat umum
dan dimasukkan dalam kerangka sasaran kurikulum distrik), menentukan urutan
kurikuum dasar, menata dan mengumpulkan materi.
b. Perencanaan
masa/term.
Tujuannya adalah menyusun detail isi yang akan
dibahas dalam 3 bulan kedepan, menyusun jadwal mingguan untuk term yang sesuai
dengan tujuan guru dan menekankan term tersebut.
c. Perencanaan
unit.
Tujuannya adalah mengembangkan urutan pembelajaran
yang teratur, menyediakan isi yang komprehensif bermakna dan terintegrasi pada
level yang tepat.
d. Perencanaan
mingguan.
Tujuannya adalah menentukan kegiatan mingguan
kedalam kerangka jadwal mingguan, menyesuaikan jadwal dengan interupsi atau
kebutuhan khusus, menjaga kontinuitas dan regularitas aktivitas.
e. Perencanaan
harian.
Tujuannya adalah menentukan dan menata kelas untuk
hari berikutnya, menentukan komponen aktivitas yang belum diputuskan,
menyesuaikan jadwal harian dengan intrusi menit terakhir, mempersiapkan murid
untuk aktivitas sehari-hari.
Yinger juga merekomendasikan bahwa
guru perlu memperhatikan empat aspek dalam perencanaan, yaitu tujuan, sumber informasi, bentuk rencana,
dan kriteria untuk efektifitas perencanaan. Gambar 2 menunjukkan apa yang
terlibat dalam aspek-aspek ini dalam kelima rancangan waktu yang berbeda.
Periode
|
Tujuan
|
Sumber
|
Bentuk rencana
|
Kriteria untuk menilai
|
Perencanaan tahunan
|
- Menentukan
materi umum
- Menentukan
urutan kurikulum dasar
- Menyusun dan
menyediakan materi
|
- Siswa
- Sumber yang
tersedia
- Garis pedoman
kurikulum
- Pengalaman
dengan kurikulum dan materi tertentu
|
Uraian umum yang memuat materi dasar dan ide-ide yang mungkin terdapat
dalam setiap mata pelajaran
|
- Pemahaman
rencana
- Sesuai dengan
tujuan dan sasaran dari sebuah wilayah
|
Perencanaan tahapan
|
- Memperinci
konteks yang harus dicakup dalam tiga bulan kedepan
- Membuat jadwal
mingguan
|
- Melakukan
kontak langsung dengan siswa
- Batasan waktu
yang ditentkan sekolah
- Sumbr-sumber
yang tersedia
|
- Elaborasi
uraian yang dibuat untuk perencanaan tahunan
- Uraian jadwal
mingguan
|
- Uraian
- Jadwal
- Kesesuaian
dengan tujuan untuk masa tersebut
|
Perencanaan unit
|
- Mengembangkan
satu rangkaian pengalaman belajar
- Menghadirkan
materi yang komprehensif, terintregrasi, dan berarti
|
- Kemampuan
siswa, minat, dll
- Materi,
lamanya pelajaran
- Sasaran
wilayah
- Fasilitas yang
tersedia
|
- Daftar uraian
aktivitas dan materi
- Daftar
aktivitas tersusun
- Catatan dalam
buku rencana
|
-
Organisasi , ururtan, keseimbangan, dan aliran
uraian
-
Kesesuaian dengan tujuan tahunan dan masa
-
Kesesuaian dengan minat
|
Perencanaan mingguan
|
- Merencanakan
aktivitas minggu didalam kerangka kerja jadwal mingguan
- Menyesuaikan
jadwal ketika terdapat gangguan
- Mempertahankan
kontinuitas dan keteraturan aktivitas
|
- Prestasi
harian dan mingguan siswa
- Gangguan
sekolah yang terjadwal
|
- Nama dan waktu
aktivitas dalam buku rencana
- Hari dibagi
menjadi empat bagian pengajaran
|
-
Kelengkapan rencana
-
Tingkat sampai mana jadwal mingguan dapat diikuti
-
Fleksibilitas rencana
-
Kesesuaian dengan tujuan
|
Perencanaan harian
|
- Menentukan
& menyusun kelas untuk hari berikutnya
- Menentukan
komponen aktivitas yang belum diputuskan
- Menyesuaikan
jadwal harian dengan perubahan mendadak
- Mempersiapkan
siswa untuk aktivitas hari itu
1.
|
- Pengajaran
dari materi yang akan digunakan
- Batas waktu
yang dibutuhkan
- Penilaian di
awal pelajaran
- Minat dan
keterlibatan yang keberlanjutan
|
- Jadwal harian
yang tertulis di papan tulis
- Persiapan dan
susunan materi serta fasilitas
|
-
Penyelesaian persiapan menit terakhir
-
Keterlibatan, antusisme dan minat
|
|
Meskipun perencanaan adalah dimensi
utama pengajaran yang berhasil, jangan merencanakan secara berlebihan hingga ke
semua hal yang dapat berjalan dengan sendirinya. Kembangkanlah rencana yang
terorganisasi dan berusahalah untuk menjalankannya, tetapi bersikaplah
fleksibel, beradaptasilah terhadap keadaan yang berubah-ubah, dan bersiaplah
jika ada momen yang terjadi secara spontan.
3.
Perencanaan
Pembelajaran Berpusat pada Guru (teacher
centered)
Tiga instrumen umum yang terkait
dalam perencanaan pembelajaran yang berpusat pada guru yaitu sasaran perilaku,
analisis tugas, taksonomi pembelajaran. Berikut ini adalah penjelasan yang
lebih lengkap dari masing-masing instrumen tersebut :
a. Sasaran
perilaku (behavioral objectives)
Merupakan laporan
tentang perubahan perilaku para siswa ntuk mencapai tingkat prestasi yang
diharapkan. Mager (1962) meyakini bahwa sasaran perilaku seharusnya memiliki
tiga bagian, yaitu:
1) Perilaku
siswa
Berfokus pada apa yang
akan dipelajari dan dilakukan oleh siswa
2) Kondisi
terjadinya perilaku
Bagaimana perilaku
tersebut akan dievaluasi atau diuji
3) Kriteria
prestasi
Menentukan tingkat
prestasi yang diterima
b. Analisi
Tugas (task analysis)
Analisis
tugas berfokus pada pemecahan sebuah tugas yang kompleks yang harus dipelajari
siswa sebagai bagian dari komponen (Alberti dan Troutman, 2006; Miller, 2006).
Menurut Moyer dan Dardig (1978) analisis tersebut bisa dilakukan dalam tiga
langkah dasar berikut:
1) Menentukan
keterampilan atau konsep yang harus dimiliki siswa untuk mempelajari tugas
tersebut
2) Membuat
daftar peralatan yang dibutuhkan dalam mengerjakan tugas tersebut, seperti
kertas, pensil, kalkulator, dll.
3) Membuat
daftar semua komponen tugas dalam urutan dimana komponen tersebut harus
dikerjakan.
c. Taksonomi
Pembelajaran
Taksonomi
adalah sistem atau klasifikasi. Taksonomi
Bloom dikembangkan oleh Benjamin Bloom dan rekan-rekannya (1956). Dalam
taksonomi ini mengklasifikasikan tujuan pendidikan menjadi tiga ranah, yaitu
pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor)
1) Ranah
Pengetahuan (kognitif)
Ranah
Kognitif berisi perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti
pengetahuan, dan keterampilan berpikir.
No
|
Kategori
|
Penjelasan
|
Kata kerja kunci
|
1
|
Pengetahuan
|
Kemampuan
menyebutkan atau
mengingat kembali
|
Mengidentifikasi,
Menyebutkan Memberi nama pada,
Menyusun daftar, Menggaris bawahi Menjodohkan, Memilih, Memberikan definisi
|
2
|
Pemahaman
|
Kemampuan memahami
instruksi/masalah, menginterpretasikan dan menyatakan kembali dengan
kata-kata sendiri
|
Menjelaskan, Menguraiakan Merumuskan, Merangkum Mengubah,
Memberikan contoh tentang, Menyadur, Meramalkan Memperkirakan, Menerangkan
|
3
|
Penerapan
|
Kemampuan menggunakan
konsep dalam praktek atau situasi yang baru serta dapat memecahkan masalah
|
Memperhitungkan, Membuktikan, Menghasilkan Menunjukan,
Melengkapi Menyediakan, Menyesuaikan Menemukan
|
4
|
Analisa
|
Kemampuan memisahkan konsep kedalam beberapa komponen untuk
memperoleh pemahaman yang lebih luas atas dampak komponen–komponen terhadap
konsep tersebut secara utuh.
|
Memisahkan Menerima Menyisihkan Menghubungkan Memilih
Membandingkan Mempertentangkan Membagi Membuat diagram/skema Menunjukan hubungan
antara
|
5
|
Sintesis
|
Kemampuan merangkai atau menyusun kembali komponenkomponen dalam
rangka menciptakan arti/pemahaman/ strukturbaru.
|
Mengkategorikan Mengkombinasikan Mengarang Menciptakan Mendesain
Mengatur Menyusun kenmbalMerangkaikan Menghubungkan Menyimpulkan Merancangkan
Membuat pola
|
6
|
Evaluasi
|
Kemampuanmengevaluasidan
menilaisesuatuberdasarkan norma,acuanataukriteria.
|
Memperhitungkan
Membuktikan Menghasilkan Menunjukan
Melengkapi Menyediakan Menyesuaikan Menemukan
|
2) Ranah
Afektif
Ranah
afektif mencakup perilaku terkait dengan emosi, misalnya perasaan, nilai,
minat, motivasi, dan sikap.
No
|
Kategori
|
Penjelasan
|
Kata kerja kunci
|
1
|
Menerima
|
Kemampuanuntukmenunjukkan atensidan penghargaan
terhadap orang lain Contoh: mendengar pendapat orang lain, mengingat nama
seseorang
|
menanyakan,
mengikuti, memberi, menahan/ mengendalikan diri, mengidentifikasi,
memperhatikan,menjawab.
|
2
|
Merespon
|
Kemampuan berpartisipasi aktif dalam pembelajarandan
selalu termotivasi untuk segera bereaksi dan mengambil tindakan atassuatukejadian.
Contoh: berpartisipasi dalam diskusi kelas
|
Menjawab, membantu, mentaati, memenuhi, menyetujui,
mendiskusikan, melakukan, memilih,menyajikan, mempresentasikan, melaporkan,
menceritakan, menulis, menginterpretasikan, menyelesaikan, mempraktekkan.
|
3
|
Nilai yang dianut (Nilai diri)
|
Kemampuan menunjukkannilai
yang dianutuntuk membedakan mana yang baik dan kurang baik terhadap suatu
kejadian/obyek, dan nilai tersebut diekspresikan dalam perilaku.
|
Menunjukkan, mendemonstrasikan,memilih, membedakan,
mengikuti,meminta, memenuhi, menjelaskan, membentuk,
berinisiatif,melaksanakan, memprakarsai, menjustifikasi, mengusulkan,
melaporkan, menginterpretasikan, membenarkan, menolak, menyatakan / mempertahankan pendapat,
|
4
|
mengorganisasi
|
Kemampuan membentuk sistem nilai dan budaya organisasi dengan
mengharmonisasikan perbedaan nilai. Contoh:
Menyepakati dan mentaati etika
profesi, mengakui perlunya keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab
|
Mentaati, mematuhi,merancang, mengatur, mengidentifikasikan,mengkombinasikan,
mengorganisisr, merumuskan,menyamakan, mempertahankan,menghubungkan,
mengintegrasikan, menjelaskan,mengaitkan, menggabungkan, memperbaiki,
menyepakati, menyusun, menyempurnakan, menyatukan pendapat, menyesuaikan,
melengkapi, membandingkan,memodifikasi
|
5
|
Karakterisasi
|
Kemampuan mengendalikan
perilaku berdasarkan nilai yang dianutdan memperbaiki hubungan
intrapersonal, interpersonal dan social. Contoh: Menunjukkan rasa percaya
diri ketika bekerja sendiri,kooperatif dalam aktivitas kelompok
|
Melakukan, melaksanakan,
memperlihatkan membedakan, memisahkan, menunjukkan,
mempengaruhi, mendengarkan, memodifikasi, mempraktekkan, mengusulkan,
merevisi, memperbaiki, membatasi, mempertanyakan, mempersoalkan,
menyatakan,bertindak, Membuktikan,mempertimbangkan.
|
3. Ranah
Psikomotor
Ranah Ranah
afektif mencakup perilaku terkait dengan emosi, misalnya perasaan, nilai,
minat, motivasi, dan sikap.
Apa yang disampaikan disini berdasarkan buku dan penelitian yang
dilakukan Harrow (1972). A Taxonomy of the Psychomotor Domain: A Guide for
Developing Behavioral Objectives
No
|
Kategori
|
Penjelasan
|
Kata kerja kunci
|
1
|
Refleks
|
Merespon dengan tidak sengaja/tanpa pemikiran yang sadar untuk sebuah
stimulus
|
Mengedip,
merentangkan, rileks, sentakan, meluruskan
|
2
|
Fundamental
dasar
|
Gerakan dasar yang
disengaja untuk tujuan tertentu
|
Berjalan,
berlari, melompat, mendorong, menarik, memanipulasi, menangkap, menggengam,
berdiri
|
3
|
Kemampuan
Perseptual
|
Menggnakan indera untuk memandu usaha
keterampilan mereka
|
Mengikuti,
mengelak, mempertahankan, membaca, menulis, mengucapkan,dll
|
4
|
Kemampuan
fisik
|
Mengembangkan
keterampilan umum, daya tahan, kekuatan, fleksibilitas, dan ketangkasan
|
Meloncat,
melompat, berlari, mengangkat, mendorong, menarik dll
|
5
|
Gerakan
terampil
|
Melakukan
keterampilan fisik yang kompleks dan membutuhkan kecakapan
|
Menggambar,
menari, melukis, membangun, memukul bola, jungkir balik, dll
|
6
|
Perilaku
non verbal
|
Mengkomunikasikan perasaan dan emosi
melalui tindakan tubuh
|
Berpontomim, memperlihatkan mimik,
berkomunikasi, memberikan gerak isyarat, dll
|
Pada tahun 1994, salah seorang murid
Bloom, Lorin Anderson Krathwohl dan para ahli psikologi aliran kognitivisme
memperbaiki taksonomi Bloom agar sesuai dengan kemajuan zaman. Hasil perbaikan
tersebut baru dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. Dalam pembaharuan tersebut, dimensi
pengetahuan mempunyai empat kategori yaitu
Dimensi Pengetahuan
|
Deskripsi
|
Faktual
|
Pengetahuan tentang istilah, nama orang,
nama benda, angka, tahun, dan hal-hal yang terkait
secara khusus dengan suatu mata pelajaran.
|
Konseptual
|
Pengetahuan tentang kategori, klasifikasi,
keterkaitan antara satu kategori dengan lainnya, hukum kausalita, definisi,
teori.
|
Prosedural
|
Pengetahuan tentang prosedur dan proses khusus dari
suatu mata pelajaran seperti algoritma, teknik, metoda, dan kriteria untuk
menentukan ketepatan penggunaan suatu prosedur.
|
Metakognitif
|
Pengetahuan tentang cara mempelajari pengetahuan,
menentukan pengetahuan yang penting dan tidak penting (strategic knowledge),
pengetahuan yang sesuai dengan konteks tertentu, dan pengetahuan
diri (self-knowledge).
|
Sedangkan
dalam pembaharuan dimensi proses kognitif ada enam kategori yaitu
Kemampuan
berfikir
|
Diskripsi
|
Mengingat: mengemukakan
kembali apa yang sudah dipelajari dari guru, buku, sumber
lainnya sebagaimana aslinya, tanpa melakukan perubahan
|
Pengetahuan hafalan:
ketepatan, kecepatan, kebenaran pengetahuan yang diingat dan digunakan ketika
menjawab pertanyaan tentang fakta, definisi konsep, prosedur, hukum, teori
dari apa yang sudah dipelajari di kelas tanpa diubah/berubah.
|
Memahami:
Sudah ada proses
pengolahan dari bentuk
aslinya tetapi arti dari kata, istilah, tulisan, grafik, tabel, gambar, foto
tidak berubah.
|
Kemampuan mengolah
pengetahuan yang dipelajari menjadi sesuatu yang baru seperti
menggantikan suatu kata/istilah dengan kata/istilah lain yang
sama maknanya; menulis kembali suatu kalimat/paragraf/tulisan dengan
kalimat/paragraf/tulisan sendiri dengan tanpa mengubah artinya informasi aslinya;
mengubah bentuk komunikasi dari bentuk kalimat ke bentuk
grafik/tabel/visual atau sebaliknya; memberi tafsir suatu
kalimat/paragraf/tulisan/data sesuai dengan kemampuan peserta didik; memperkirakan
kemungkinan yang terjadi dari suatu informasi yang terkandung dalam suatu
kalimat/paragraf/tulisan/data.
|
Menerapkan: Menggunakan
informasi, konsep,
prosedur, prinsip, hukum, teori yang sudah dipelajari untuk sesuatu yang
baru/belum dipelajari
|
Kemampuan menggunakan
pengetahuan seperti konsep massa, cahaya, suara, listrik, hukum penawaran dan
permintaan, hukum Boyle, hukum Archimedes, membagi/
mengali/menambah/mengurangi/menjumlah,
menghitung modal dan harga, hukum persamaan kuadrat, menentukan arah
kiblat, menggunakan jangka, menghitung jarak tempat di peta, menerapkan
prinsip kronologi dalam menentukan waktu suatu benda/peristiwa, dan sebagainya dalam mempelajari sesuatu
yang belum pernah dipelajari sebelumnya.
|
Menganalisis: Menggunakan
keterampilan yang telah
dipelajarinya terhadap suatu informasi yang
belum diketahuinya dalam
mengelompokkan informasi, menentukan keterhubungan antara satu kelompok/
informasi dengan kelompok/ informasi lainnya, antara fakta dengan konsep, antara
argumentasi dengan kesimpulan, benang merah pemikiran antara satu karya dengan karya lainnya
|
Kemampuan mengelompokkan benda berdasarkan persamaan
dan perbedaan ciricirinya, memberi nama bagi kelompok tersebut, menentukan
apakah satu kelompok sejajar/lebih tinggi/lebih luas dari yang lain,
menentukan mana yang lebih dulu dan mana yang belakangan muncul, menentukan
mana yang memberikan pengaruh dan mana yang menerima pengaruh, menemukan
keterkaitan antara fakta dengan kesimpulan, menentukan konsistensi antara apa
yang dikemukakan di bagian awal dengan bagian berikutnya, menemukan pikiran
pokok penulis/pembicara/nara sumber, menemukan kesamaan dalam alur berpikir
antara satu karya dengan karya lainnya, dan sebagainya
|
Mengevaluasi: Menentukan nilai
suatu benda atau informasi
berdasarkan suatu kriteria
|
Kemampuan menilai apakah
informasi yang diberikan berguna, apakah suatu informasi/benda
menarik/menyenangkan bagi dirinya, adakah penyimpangan dari kriteria suatu
pekerjaan/keputusan/ peraturan, memberikan pertimbangan alternatif mana yang
harus dipilih berdasarkan kriteria, menilai benar/salah/bagus/jelek dan
sebagainya suatu hasil kerja berdasarkan kriteria.
|
Mencipta:
Membuat sesuatu
yang baru dari apa yang
sudah ada sehingga hasil tersebut merupakan satu kesatuan utuh dan berbeda
dari komponen yang digunakan untuk membentuknya
|
Kemampuan membuat suatu
cerita/tulisan dari berbagai sumber yang dibacanya, membuat suatu benda dari
bahan yang tersedia, mengembangkan fungsi baru dari suatu benda,
mengembangkan berbagai bentuk kreativitas lainnya
|
B.
Pengajaran
Secara Langsung (direct instruction)
Pengajaran secara langsung (direct intruction) adalah pendekatan berpusat
pada guru (teacher-centered) yang
terstruktur yang dicirikan dengan
arahan dan kontrol guru, ekspektasi guru yang tinggi atas kemajuan murid,
memaksimalkan waktu yang dihabiskan murid untuk tugas-tugas akedemik, dan usaha
oleh guru untuk meminimalkan pengaruh negatif terhadap murid (Joyce & Weil,
1996). Kontrol dan arahan guru terjadi ketika gur memilih
tugas pembelajaran siswa, mengarahkan pembelajarantugas pada siswanya, dan
meminimalisir frekuensi pembicaraan non akademis (Marchand-Martella, Slocum,
&Martella, 2004)
Fokus
direct instruction adalah pada kegiatan akedemik, sedangkan materi non-akademik (seperti mainan, permainan dan teka-teki) cenderung tidak digunakan, interaksi antara murid dan guru (seperti
percakapan atau perhatian tentang diri atau pribadi) juga tidak begitu
ditekankan.
Penekanan lain dalam pendekatan pembelajaran ini adalah meminimalisir
pengaruh negatif. Para peneliti menemukan bahwa penharh negatif mengganggu
jalannya pembelajaran (Rosenshine, 1971). Pengaruh negatif tersebut antaralain
perasaan yang sering kali muncul dalam diri guru dan siswa ketika guru
mengkritik secara berlebihan
Tujuan penting
dari pendekatan pengajaran secara langsung
adalah memaksimalkan waktu belajar murid (Stevenson, 2000). Waktu yang dipakai
murid pada tugas-tugas akademik dikelas dinamakan waktu pembelajaran akademik. Semakin
banyak waktu pembelajaran murid, semakin besar kemungkinan mereka mempelajari
materi dan meraih standar tinggi. Premis instruksi langsung menyatakan bahwa
cara terbaik untuk memaksimalkan tugas akademik adalah menciptakan lingkungan
belajar yang berorientasi akademik secara terstruktur.
1.
Strategi
pengajaran berpusat pada guru (Teacher Centered)
Strategi
pengajaran berpusat pada guru (teacher-centered) mencerminkan suatu pengajaran secara langsung.
Beberapa hal yang akan dibahas antaralain
tentang mengorientasikan murid pada materi baru; mengajar, menjelaskan, dan
mendemonstrasikan; menanyakan dan mendiskusikan; penguasaan pembelajaran; tugas
di kelas; dan pekerjaan rumah.
a. Mengorientasikan.
Sebelum menyajikan dan
menjelaskan materi baru, susunlah kerangka pembelajaran dan orientasikan murid
ke materi tersebut (Joyce & Weil, 1996). Kegiatan yang bisa dilaksanakan
yaitu (1) review aktivitas sehari
sebelumnya; (2) diskusikan sasaran pelajaran; (3) beri intruksi yang jelas dan
eksplisit tentang tugas yang harus dilakukan; dan (4) beri ulasan atas
pelajaran untuk hari ini.
1) Peninjauan
topik (advanced organizer)
adalah
aktivitas dan teknik pengajaran dengan membuat kerangka pelajaran dan
mengorientasikan murid pada materi sebelum materi diajarkan (Ausubel, 1960). Advanced organizer terdiri dari dua
bentuk expository dan comparative. Expository advanced organizer memberi murid pengetahuan baru
yang akan mengorientasikan mereka ke pelajaran yang akan datang. Cara lain
adalah mendeskripsikan tema pelajaran dan mengapa tema itu penting untuk
mempelajari suatu topik. Misalnya, untuk menorientasikan murid pada topik tentang
eksplorasi peradaban Aztec, guru mengatakan bahwa mereka akan mempelari invasi
Spanyol ke Meksiko, siapa suku Aztec, seperti apa kehidupan mereka, dan
artefak-artefaknya. Comparative advanced organizer memperkenalkan materi baru
dengan mengaitkannya dengan apa yang sudah diketahui oleh murid. Misalnya,
dalam pelajaran sejarah di atas, guru mengatakan bahwa invasi Spanyol ke
Meksiko membuka jalan trans-Atlantik dan mengubah dua dunia: Amerika dan Eropa.
Guru meminta murid untuk memikirkan bagaimana diskusi Aztec ini berhubungan
dengan perjalanan Columbus, yang sebelumnya telah mereka pelajari.
b. Pengajaran, Penjelasan, dan
Demonstrasi.
Pengajaran
dengan ceramah , penjelasan, dan demonstrasi adalah aktivitas yang biasa
dilakukan oleh guru dalam pendekatan pengajaran secara langsung. Peneliti telah
menemukan bahwa guru yang efektif menghabiskan lebih banyak waktu untuk
menerangkan dan mendemonstrasikan meteri baru (Rosenshine, 1985).
c. Tanya jawab dan Diskusi.
Diskusi
dan tanya jawab perlu diintegrasikan ke dalam pendekatan pengajaran teacher-centered (Weinstein, 1997).
Dalam menggunakan strategi ini, penting untuk merespon setiap kebutuhan
pembelajaran murid serta menjaga minat dan perhatian kelompok. Juga penting
untuk mendistribusikan partisipasi luas serta mempertahankan semangat belajar.
Tantangan lainnya adalah mengajak murid memberi kontribusi sambil
mempertahankan fokus pada pelajaran. Yang menjadi persoalan adalah murid lelaki
biasanya lebih mendominasi diskusi daripada murid perempuan. Dalam sebuah studi
dalam pembelajaran geometri di sepuluh sekolah menengan atas, murid lelaki
menjawab pertanyaan guru dua kali lebih banyak ketimbang murid perempuan
(Becker, 1981). Bersikaplah peka terhadap pola-pola gender dan memastikan bahwa
siswa perempuan mendapatkan waktu diskusi yang sama.
d. Pembelajaran
pengusaan materi (mastery learning)
Pembelajaran
satu konsep atau topik secara menyeluruh sebelum pindah ke topik yang lebih
sulit. Mastery learning talah
mendapat banyak perhatian. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mastery learning efektif dalam meningkatkan waktu yang dihabiskan murid
untuk mempelajari suatu tugas (Kulik
& Bangert-Drowns, 1990), tetapi peneliti lain tidak mendapat banyak
bukti untuk mendukung pendekatan mastery
learning ini(Bangert, Kulik & Kulik, 1983).
Hasil dari mastry
learning tergantung kepada keahlian guru dalam merencanakan dan
melaksanakan strateginya. Salah satu konteks di mana mastery learning bisa bermanfaat adalah dalam pelajaran perbaikan
membaca (Schunk, 2000). Program mastery learning yang terorganisasi
dengan baik untuk perbaikan membaca akan
membuat guru bisa melangkah maju berdasarkan keahlian mereka, motivasi mereka,
dan waktu mereka.
Prosedur-prosedur
dalam mastery learning menurut Bloom (1971) dan Caroll, (1963) adalah sebagai
berikut :
1) Menetapkan
tugas pembelajaran atau pelajaran
2) Memecah
pelajaran menjadi bagian-bagian pembelajaran yang selaras dengan tujuan
pengajaran
3) Merencanakan
prosedur pengajaran untuk mencakup umpan balik korektif untuk siswa.
4) Memberikan
tes akhir pada setiap pelajaran untuk mengevaluasi kemampuan siswa.
e. Seatwork (tugas
mandiri di kelas)
Menyuruh semua murid
atau sebagian besar murid untuk bekerja mandiri di bangku mereka. Guru
bervariasi dalam menentukan seberapa banyak mereka menggunakan seatwork sebagai
bagian dari pengajaran mereka (Weinstein, 2003)
f. Pekerjaan Rumah.
Keputusan
instruksional penting lainnya adalah seberapa membantu dan apa jenis pekerjaan
rumah yang harus diberikan kepada murid. Dalam riset lintas-kultural yang
didiskusikan di atas, yang difokuskan kepada murid Asia dan Amerika, dilakukan
penilaian terhadap waktu yang dihabiskan untuk pekerjaan rumah (Chen &
Stevenson, 1989). Murid Asia lebih banyak menghabiskan waktu mengerjakan
pekerjaan rumah ketimbang murid Amerika. Murid Asia juga lebih bersikap positif
terhadap pekerjaan rumah ketimbang murid Amerika. Dan orang tua Asia jauh lebih
suka membantu anaknya dalam mengerjakan pekerjaan rumah ketimbang orang tua
Amerika.
Haris
Cooper (1998; Cooper & Valentine, 2001; Cooper dkk., 1998) menganalisis
lebih dari 100 studi riset tentang pekerjaan
rumah di sekolah Amerika. Dia menyimpulkan bahwa untuk murid sekolah dasar,
efek dari pekerjaan rumah terhadap prestasi sangatlah kecil.
Aspek
kunci dari perdebatan tentang apakah anak SD harus diberi pekerjaan rumah atau
tidak adalah apa tipe pekerjaan rumah yang diberikan (Begley, 1998). Untuk makan
kecil, penekanannya hanya pada perkerjaan rumah yang baik menimbulkan kesukaan
untuk belajar dan menambah keterampilan studi. Tugasnya haruslah pendek yang
dapet diselesaikan dengan cepat. Bagi
anak kecil, jangan diberi tugas yang panjang atau tugas yang membuat mereka
menangis, stress, dan tegang. Sering kali guru memberikan pekerjaan rumah tanpa
mempertimbangkan kegunaannyauntuk menambah pengetahuan yang dipelajari di
kelas. Pekerjaan rumah seharusnya menjadi kesempatan bagi murid untuk melakukan
aktivitas kreatif dab mendalam, seperti
menceritakan sejarah keluarga ketimbang memberi tugas mengingat nama-nama,
tanggal, dan nama perang sipil. Pekerjaan
rumah harus berhubungan dengan aktivitas di kelas untuk hari berikutnya agar
pekerjaan rumah itu memiliki makna.
Beberapa
psikolog pendidikan percaya bahwa alasan pertama mengapa pekerjaan rumah tidak
efektif untuk SD adalah kerena pekerjaan rumah terlalu fokus pada materi
pelajaran dan tidak cukup untuk mengembangkan sikap positif terhadap sekolah,
memperkuat ketekunan, dan tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas (Corno,
1998). Mereka berpendapat bahwa guru harus memberi informasi kepada orang tua
murid mengenai pedoman untuk membimbing anak dalam mengerjakan pekerjaan rumah;
menentukan tujuan, mengelola waktu, mengontrol emosi, dan mengecek pekerjaan
mereka. Guru dan orang tua dapat menggunakan pekerjaan rumah untuk membantu
anak dalam berlatih menentukan suatu tujuan dan kegiatan untuk mencapai tujuan
itu.
Pekerjaan rumah
dapat menjadi alat yang bagus untuk meningkatkan pembelajaran terutama SMP dan
SMA (Cooper & Valentine, 2001). Dalam ulasan tentang riset tentang
keterlibatan orang tua dalam pekerjaan rumah, disimpulkan bahwa banyak orang
tua yang ingin tahu lebih banyak tentang tujuan guru dalam memberikan pekerjaan
rumah dan saran guru untuk stategi dalam membantu anak mereka untuk belajar dan
sukses (Hoover-Demsey dkk., 2001).
Cooper (1998) menemukan bahwa:
1) PR
lebih efektif apabila diberikan pada satu periode waktu daripada satu waktu
2) Pengaruh
PR lebih besar terlihat pada matematika, membacaq, dan bahasa inggris
3) Untuk
siswa sekolah menengah pertama, satu atau dua jam pekerjaan rumah setiap malam
sangatlah optimal.
2.
Mengevaluasi
Pengajaran Berpusat pada Guru (teacher-centered)
Pendukung pendekatan teacher-centered percaya bahwa pendekatan ini adalah cara terbaik
untuk mengajarkan keahlian dasar, yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan
yang terstruktur secara jelas. Jadi, dalam mengajarkan keahluan-keahlian dasar
ini, pendekatan teacher-centered mungkin
bisa dilakukan dengan mengajarkan secara eksplisit atau secara langsung
aturan-aturan tata bahasa, kosakata, perhitungan matematika, dan fakta-fakta
sains (Rosenshine, 1986).
Pendekatan teacher-centered ini bukannya tanpa kritik. Para pengkritik
mengatakan bahwa instruksi model ini sering kali menghasilkan pembelajaran yang
pasif dan tidak memberi kesempatan yang cukup kepada murid untuk mengkonstruksikan
pengetahuan dan pemahaman. Mereka juga mengkritik instruksi teacher-centered karena dipandang
menghasilkan kelas yang terlalu kaku dan terstruktur ketat, kurang
memperhatikan perkembangan sosiemosional, lebih menjurus ke pemberian motivasi dari
dalam, terlalu banyak memberikan tugas tertulis, hanya sedikit memberi
kesempatan untuk pembelajaran dunia nyata, dan terlalu sedikit pembelajaran
kolaborasi dalam kelompok.
C.
Perencanaan
dan Pengajaran Pelajaran berpusat pada siswa (learner centered)
1.
Prinsip
Pelajaran berpusat pada siswa (Learner-Centered)
Prinsip
pembelajaran learner-centered adalah menekankan proses belajar pada siswa,
bukan guru. Seiring berjalannya waktu, prinsip learner-centered ini mengalami
peningkatan minat dalam perencanaan dan instruksi dalam proses pembelajaran
sehingga akhirnya menghasilkan satu set pedoman yang diberi judul Learner-Centered Psychological Principles: A
Framework for School Reform and Redesign (Pesidential Task Force on
Psychology in Education, 1992; Work Group of the American Psychological
Association’s Board of Affairs, 1995, 1997). Pedoman ini disusun dan direvisi
secara periodik oleh sekelompok ilmuwan dan pendidik ahli dari berbagai bidang
ilmu.
Work
Group of the American Psychological Association’s Board of Affairs (1997) menyatakan bahwa
prinsip psikologi learner-centered yang mereka usulkan tekah didukung secara
luas dan semakin banyak diadopsi oleh banyak kelas. Prinsip ini menekankan
keaktifan dan reflektif (tanggap) pada pelajar. Karena menurut kelompok kerja
ini pendidikan akan lebih efektif apabila fokus utamanya pada siswa
Prinsip
learner-centered ini dapat diklasifikasikan berdasar empat faktor, yaitu
kognitif dan metakognitif, motivasional dan emosional, perkembangan dan sosial,
dan perbedaan individual.
a.
Faktor
Kognitif dan Metakognitif
1) Sifat proses pembelajaran
dengan melalui pengkonstruksian makna dari informasi dan pengalaman.
2) Tujuan proses pembelajaran adalah
pelajar dapat menciptakan representasi pengetahuan yang bermakna dan koheren
serta menciptakan dan mengejar tujuan yang relevan dengan instruksi dari
pengajar.
3) Konstruksi pengetahuan yang
berarti menggabungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki
sebelumnya.
4) Pemikiran strategis yang
dilakukan dengan cara menggunakan berbagai strategi pemikiran dan penalaran
untuk mencapai tujuan pembelajaran.
5) Memikirkan tentang pemikiran
(metakognisi) dengan cara mereka belajar dan
berpikir, menentukan tujuan pembelajaran yang reasonable, memilih strategi yang tepat, dan memantau kemajuan
mereka menuju tujuan pembelajaran.
6) Konteks pembelajaran dipengaruhi
oleh faktor-faktor lingkungan seperti kultur, teknologi, dan praktik
instruksional.
b.
Faktor
Motivasi dan Emosional
1) Pengaruh motivasi dan emosi
terhadap pembelajaran. Keyakinan dan ekspektasi pelajar
dapat memperkuat atau melemahkan kualitas pemikiran dan pemrosesan informasi
pelajar. Emosi positif, seperti rasa ingin tahu, akan dapat membantu proses
belajar. Sedangkan emosi negatif, seperti kecemasan yang berlebih, dapat
melemahkan pembelajaran.
2) Motivasi intrinsik untuk belajar, motivasi
yang berasal dari diri sendiri (self-determined).
Rasa ingin tahu, pemikiran mendalam, dan kreativitas adalah indiator yang baik.
Motivasi intrinsik dapat meningkat jika anak menganggap tugas sebagai sesuatu
yang menarik, materi pembelajaran dihubungkan dengan dunia nyata.
3) Efek motivasi terhadap usaha. Usaha
adalah aspek penting dari motivasi untuk belajar. Serta pembelajaran yang
efektif membutuhkan banyak waktu, energi, dan ketekunan.
c.
Faktor
Perkembangan dan Sosial
1) Pengaruh perkembangan pada
pembelajaran. Proses pembelajaran akan lebih baik jika
sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Perkembangan fisik, kognitif dan
domain sosioemosional setiap individu bervariasi, sehingga menyebabkan prestasi
individu juga bervariasi. Ketika suatu pendidikan terlalu fokus pada satu
domain, dapat menyebabkan kaburnya kemampuan domain lain. Dan, perkembangan
dipengaruhi oleh sekolah, keluarga, komunitas dan budaya.
2) Pengaruh sosial terhadap
pembelajaran, seperti interaksi sosial, hubungan
interpersonal dan komunikasi dengan orang lain. Hubungan interpersonal, seperti
misalnya dengan orang tua, guru dan teman sebaya, yang berkualitas dapat
menghasilkan percaya dan perhatian sehingga meningkatkan penghargaan diri dan
pembelajaran yang positif.
d.
Faktor
Perbedaan Individual
1) Perbedaan Individual dalam
pembelajaran. Setiap anak mempunyai strategi,
pendekatan, dan kemampuan yang berbeda untuk belajar. Perbedaan itu disebabkan
oleh pengalaman dan hereditas. Namun, prefensi tersebut tidak selalu berhasil
sehingga perlu bimbingan dari guru untuk mengembangkan atau memodifikasinya.
2) Pembelajaran dan diversitas.
Pembelajaran akan lebih efektif jika perbedaan bahasa, kultur, dan latar
belakang sosial murid ikut dipertimbangkan. Motivasi dan prestasi mereka akan
meningkat jika latar belakang dan perbedaan individual tersebut dapat dihargai
dan diakomodasi.
3) Standar dan penilaian.
Menentukan standar yang tinggi dan menantang, dan menilai kemajuan pembelajaran
adalah bagian integral dari proses pembelajaran. Pembelajaran akan lebih
efektif apabila murid ditantang untuk bekerja meraih tujuan yang tinggi dan
tepat.
2. Beberapa Strategi Pengajaran
Berpusat pada Siswa (Learner-Centered)
Ada sejumlah strategi yang dapat
digunakan oleh guru dalam mengembangkan rencana pelajaran learner-centered, yaitu pembelajaran berbasis masalah, pertanyaan
esensial, dan pembelajaran penemuan
a. Pembelajaran Berbasis Masalah (problem based learning)
Strategi ini menekankan pada pemecahan masalah kehidupan nyata.
Kurikulum berbasis masalah akan memberi masalah riil pada murid, yakni masalah
yang muncul dalam kehidupan sehari-hari (Jones, Rasmussen, & Moffit, 1997).
Dalam pembelajaran berbasis masalah ini
fokus pada suatu masalah yang harus dipecahkan oleh murid melalui kerja kelompok
kecil. Murid mengidentifikasi sebuah masalah
kemudian mencari bahan untuk menangani masalah tersebut. Guru bertindak sebagai
pembimbing murid.
b.
Pertanyaan
esensial
Pertanyaan yang merefleksikan inti dari
kurikulum, hal paling penting yang harus dipelajari oleh murid (Jacob, 1997). Pertanyaan esensial
akan membuat murid bingung, menyebabkan mereka berpikir, dan memotivasi rasa
ingin tahu mereka. Pertanyaan esensial adalah pilihan yang kreatif. Misalnya, pertanyaan
berupa “Mengapa benda-benda itu bisa terbang?”
Murid akan mengeksplorasi sesuatu-sesuatu yang berkaitan dengan pertanyaan itu.
Sehingga nantinya akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan lain
c. Pembelajaran Penemuan (discovery learning)
Pembelajaran penemuan (discovery learning) adalah pembelajaran
di mana murid menyusun pemahaman sendiri. Dalam pembelajaran penemuan, murid
harus mencari tahu sendiri informasi-informasi, tidak diberikan oleh guru. Hal
ini berhubungan dengan ide Piaget, yang pernah mengatakan bahwa setiap kali
guru memberi tahu murid, maka murid tidak belajar.
John Dewey dan Jerome Bruner
mempromosikan konsep pembelajaran penemuan ini. Mereka berpendapat bahwa
pembelajaran penemuan mendorong murid untuk berpikir sendiri dan menemukan cara
menyusun dan mendapatkan pengetahuan. Guru bertanggung jawab memfasilitasi
dengan memberi aktivitas yang merangsang murid untuk mencari tahu pengetahuan.
Selain itu, guru juga berkewajiban menjawab pertanyaan-pertanyaan murid.
Dalam pembelajaran penemuan, murid
didorong belajar sendiri dan instruksi diberikan pada level minimal atau bahkan
tidak diberikan sama sekali. Bagi beberapa murid, belajar sendiri tidak selalu
bermanfaat. Hal itu akan menyebabkan murid mendapat informasi yang salah dan
strategi yang tidak efisien untuk menemukan informasi. Bahkan ada murid yang
tidak mendapat pengetahuan sama sekali.
Hal ini memunculkan pembelajaran penemuan dengan bimbingan (guided discovery learning), di mana
murid didorong untuk menyusun sendiri pemahamannya dengan bantuan arahan dari
guru (Minstrell dan Kraus, 2005). Berdasarkan penelitian mengindikasikan bahwa guided
discovery learninglebih unggul daripada discovery learning yang murni dalam
setiap kasus (Mayer, 2004)
3.
Evaluasi Pembelajaran Berpusat pada
Siswa (Leaner-Centered)
Pendekatan leaner-centered untuk perencanaan dan pembelajaran pelajaran
memberikan banyak hal positif. Prinsip learner-centered
yang disusun oleh American Psychological Association tersebut mendorong
guru utnuk membantu murid secara aktif mengkonstruksi pemahaman mereka,
menentukan tujuan dan rencana, berpikir mendalam dan kreatif, memantau
pembelajaran mereka, memecahkan masalah dunia nyata, mengembangkan rasa percaya
diri yang positif dan mengontrol emosi, memotivasi diri sendiri, belajar sesuai
dengan level perkembangan, bekerja sama dengan orang lain dan memenuhi standar.
Hirsch (1996), sebagai pengkritik pendekatan ini,
mengatakan bahwa pendekatan ini terlalu memerhatikan proses pembelajaran. Feng
berpendapat bahwa tidak semua mata pelajaran dapat berlangsung sesuai dengan
yang diharapkan menggunakan pendekatan learner-centered. Pendekatan ini akan
efektif jika diterapkan pada ilmu sosial dan kemanusiaan, di mana masalah tidak
terdefinisi secara rapi. Namun tidak pada pelajaran yang terususun rapi seperti
matematika dan sains. Pengkritik lain juga mengatakan bahwa pendekatan ini
kurang efektif apabila digunakan pada tahap pembelajaran awal karena murid
belum memiliki pengetahuan memadai untuk membuat keputusan tentang apa yang
harus mereka pelajari.
Pendekatan
pembelajaran teacher-centered dan learner-centered memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Dua instruksi tersebut dapat digunakan dalam kelas karena saling melengkapi.
D.
Teknologi dan Pendidikan
Dalam masyarakat
kontemporer, teknologi meminkan peran penting dalam perencanaan dan pengajaran.
Teknologi dapat mempengaruhi kurikulum dalam tiga cara, yaitu: (1) sebagaia
tujuan belajar untuk siswa-siswa guna mengembangkan kompetensi teknologi
tertentu; (2) sebagai sumber untuk perencanaan kurikulum melalui materi yang
diperluas yang ada di Internet; dan (3) sebagai alat yang meningkatkan
kemampuan siswa untuk belajar melalui teknologi, seperti simulasi dan
visualisasi dalam ilmu pengetahuan alam dan analisis teks dalam karya sastra,
begitu pula dengan peranti lunak yang mendorong renungan dan memberikan model
kinerja yang bagus (Darling-Hammond dkk., 2005).
1.
Revolusi Teknologi
Revolusi teknologi adalah bagian dari masyarakat
informasi di mana kita kini hidup. Orang menggunakan computer, bolpoin, surat,
dan telepon untuk berkomunikasi . masyarakat informasi baru masih mengandalkan
beberapakeahlian nonteknologi mendasar, seperti : ketrampilan berkomunikasi,
kemampuan memecahkan masalah, berfikir mendalam, berfikir kreatif, dan bersifat
positif. Namun, di dunia yang saat ini berorientasi pada
teknologi, bagaimana orang-orang
mengejar kompetensi ini ditantang dan diperpanjang dalam cara-cara serta pada
kecepatan yang harus diatasi oleh sedikit orang dalam era sebelumnya (Bitter
& Pierson, 2005; Reisser & Dempsey, 2007).
Pada tahun 1983 hanya
sekitar 50.000 komputer di
sekolah-sekolah Amerika, terus meningkat dramatis dan kemudian pada tahun 2002
ada lebih dari 1 juta komputer di sekolah –
sekolah Amerika dan setiap sekolah kini sedikitnya punya satu komputer. Namun walaupun berpotensi meningkatkan
pembelajaran murid, sekolah masih ketinggalan dalam memanfaatkan teknologi
dibanding lembaga lain. Sebuah survey yang dilakukan oleh Office of Technology Assessment menemukan bahwa mayoritas guru
tidak akrab dengan komputer. Komputer masih sering dipakai untuk kegiatan biasa,
bukan untuk pembelajaran yang konstruktif dan aktif (Newby dkk, 2000).
Banyak guru
tidak memiliki pengetahuan memadai dalam menggunakan komputer, dan banyak sekolah tidak menyediakan
workshop atau pelatihan yang dibutuhkan. Dan dengan perkembangan teknologi yang
pesat, komputer yang dibeli sekolah, menjadi cepat ketinggalan zaman, bahkan ada yang
rusak dan perlu diperbaiki (Baines, Deluzain, & Stanley, 1999). Kenyataan ini berarti bahwa pembelajaran
disekolah belum direvolusikan secara teknologi. Hanya ketika sekolah punya guru
yang terlatih, secara logislah, maka revolusi
teknologi akan benar-benar mengubah sekolah-sekolah (Howell & Dunnivant,
2000; Tomei, 2000).
2.
Internet
Internet adalah
inti dari komunikasi melalui komputer. Sistem internet berisi ribuan jaringan komputer yang terhubung
di seluruh dunia, menyediakan informasi yang tak terhingga yang dapat diakses
murid.
World Wide Web (web) adalah sistem
pengambilan informasi hypermedia yang menghubungkan berbagai materi internet;
materi ini mencakup teks dan grafis. Web memberi struktur yang dibutuhkan
internet. Indeks Web dan mesin pencari (search engine) seperti google, goto,
infossek, looksmart, lycos, northern light, dan yahoo dapat membantu murid menemukan informasi yang mereka cari dengan
memeriksa berbagai sumber.
Website adalah
lokasi individu atau organisasi di internet. Website menampilkan informasi yang
dimasukkan oleh individu atau organisasi. E-mail adalah singkatan dari
electronic mail dan merupakan bagian penting lain dari internet. Pesan dapat
dikirim dan diterima dari satu individu atau dari banyak individu sekaligus.
Internet bisa merupakan alat yang berharga
untuk membantu siswa-siswa belajar (Berson click., 2007; Koedinger &
Corbett, 2006; Scardamalia & Bereiter, 2006). Namun, Internet mempunyai
beberapa kekurangan (Schofeld, 2006). Agar siswa-siswa Anda menggunakannya
secara efektif, Anda harus mengetahui cara menggunakannya dan merasa nyaman
dengannya, serta memiliki peralatan dan peranti lunak yang up-to-date. Selain itu, telah dikemukakan pula kekhawatiran tentang
siswa-siswa yang mengakses materi pornografi dan situs Web yang kontroversial
serta akurasi dari informasi yang dikumpulkan dari Internet. Banyak dari
masalah ini diselesaikan dengan menginstal firewall
(sistem atau jaringan komputer yang dirancang untuk memblok akses yang
tidak sah, sementara mengizinkan komunikasi ke luar)
atau memblok peranti lunak dalam server sekolah.
Namun, ketika digunakan secara efektif,
Internet memperluas akses ke dunia pengetahuan dan orang-orang, yang tidak bisa
didapat siswa-siswa dalam cara lain (Cruz & Duplass, 2007). Pertumbuhan
Internet juga menghasilkan fenomena baru dalam metode belajar dari kejauhan,
yaitu sekolah virtual (Simonson dkk., 2006; Wang & Gearhart, 2006). Sekolah virtual adalah "organisasi
pendidikan yang menawarkan pelajaran melalui internet
atau metode yang berbasis Web" (Clark, 2001, him. 1).
3.
Menggunakan
internet di dalam kelas
Berikut
ini ada beberapa cara yang efektif untuk menggunakan internet di dalam kelas:
a. Menavigasi dan mengintegrasikan pengetahuan.
internet mempunyai data base informasi yang sangat besar mengenai berbagai
topik yang terorganisasi dalam cara yang berbeda. Ketika siswa mengeksplorasi
sumber internet, mereka bisa mengerjakan proyek-proyek yang mengintegrasikan
informasi dari berbagai sumber yang tidak bisa mereka akses tanpa internet.
b. Pembelajaran yang kolaboratif.
Salah satu cara yang paling efektif untuk menggunakan internet di dalam kelas
adalah aktifitas yang berpusat pada proyek ( Bruckman, 2006). Memang banyak
WebQuest dirancang untuk bersifat kolaboratif dengan peran dan tugas yang
diberikan kepada anggota –anggota yang berbeda dari setiap kelompok.
c. Komunikasi
yang diperantarai oleh computer. Semakin banyak proyek pendidikan yang
melibatkan penggunaan komunikasi yang digawangi oleh computer.
d. Meningkatkan
pemahaman guru. Dua sumber internet yang sangat bagus adalah educational
resources information center (ERIC di www. Eric.ed.gov) dan Educator’s
Reference Desk ( www.eduref.org) yang
memberikan informasi gratis tentang berbagai
topik pendidikan.
4.
Kegiatan
Belajar Mengajar dan Teknologi
Sebuah
persoalan khusus adalah bagaimana teknologi bisa digunakan untuk meningkatkan
proses belajar mengajar (Jonassen, 2006; Lajoie & Azevedo, 2006; Spector
dick., 2005). Selama lebih dari dua dekade terakhir, sejumlah pendidik di
Educational Technology Center di Harvard University telah berusaha mencari cara
untuk menggunakan teknologi guna meningkatkan pemahaman siswa. Stone Wiske dan
koleganya (2005) baru-baru ini mendeskripsikan cara untuk secara lebih efektif
menggunakan teknologi dalam mengajarkan pemahaman dengan mempertimbangkan:
a.
Mengevaluasi topik yang
patut dipahami. Banyaknya informasi yang diberikan oleh Internet memungkinkan
siswa untuk belajar lebih banyak tentang minat dan ide mereka sendiri serta
mengukir jalan yang unik dalam mempelajari satu topik daripada mengikuti
langkah yang sudah umum dalam buku pelajaran atau buku latihan yang umum (Roblyer,
2006).
b.
Memikirkan
tentang apa yang harus dipahami oleh siswa mengenai satu topik. Ketika
guru mempertimbangkan untuk menggunakan teknologi di dalam kelas, mereka harus
memikirkan tujuan belajar bagi siswa-siswa mereka. Tujuan tersebut bisa meliputi
pembelajaran konsep baru atau penerapan konsep utama untuk situasi yang
relevan.
c.
Memperhatikan bagaimana
siswa mengembangkan dan mendemonstrasikan pemahaman. Gunakanlah teknologi
untuk membantu siswa "merentangkan pikiran mereka" dan memahami
sesuatu dalam cara yang tidak pernah mereka lakukan sebelumnya.
d.
Mempertimbangkan
bagaimana siswa dan guru menilai pembelajaran. Gunakanlah
penilaian yang berkelanjutan daripada hanya menggunakan penilaian akhir (Means,
2006). Selama penilaian yang berkelanjutan, anda mungkin membimbing siswa dalam
memahami berbagai pekerjaan berkualitas yang melibatkan atau menggunakan
kolaborasi teman sebaya untuk membantu siswa-siswa menganalisis dan memperbaiki
pekerjaan mereka.
e.
Merenungkan cara siswa
dan guru agar bisa belajar bersama. "Teknologi yang berjaringan memberikan
banyak keuntungan untuk menghubungkan siswa dengan komunitas yang reflektif dan
kolaboratif. Siswa bisa berbagi informasi
dan pekerjaan dengan banyak siswa lain di seluruh dunia. Web, yang memiliki
gambar digital, rekaman audio dan video, serta konferensi video, juga
memungkinkan siswa dan guru untuk mengumumkan serta berkolaborasi dalam
pekerjaan, membuka kemungkinan untuk berkomunikasi dengan banyak pemirsa di
luar kolas" (Wiske, Franz, & Breit, 2005, him. 100, 102).
5.
Teknologi
dan Keberagaman Sosial Budaya
Teknologi membawa serta
isu sosial tertentu (Comstock & Scharrer, 2006). Sebagai contoh, akankah
penggunaan teknologi yang semakin tinggi di sekolah, terutama komputer,
memperlebar jurang pemisal, pembelajaran antara siswa kaya dan
miskin atau antara siswa laki-laki dan perempuan?
Pada kenyataannya, masih
ada jurang pemisah antara siswa kaya dan miskin dalam ketersediaan serta
penggunaan komputer dan Internet. Selain
itu, komputer sering digunakan untuk aktivitas yang berbeda dalam kelompok
sosial budaya yang berbeda..Sekolah yang memiliki persentase tinggi siswa etnis
minoritas dengan penghasilan rendah cenderung menggunakan komputer untuk
latihan dan mengerjakan latihan (Maddux, Johnson, & Willis, 1997). Sebaliknya,
sekolah yang memiliki persentase tinggi siswa berkulit putih dengan penghasilan
menengah dan tinggi kemungkinan besar menggunakan komputer untuk aktivitas
belajar konstruktivis yang lebih kreatif. Anak laki-laki lebih sering
menggunakan komputer untuk aplikasi matematika, anak perempuan untuk word processing (Beal, 1994).
Untuk
menempatkan penemuan ini di dalam konteks, sebuah studi terkini menyingkap
bahwa akses dan penggunaan komputer rumah, adanya area komputer di kelas,
memperendah rasio komputer di sekolah serta seringnya penggunaan peranti lunak
untuk melek hurufdan matematika berhubungan dengan prestasi akademis pada siswasiswa
taman kanak-kanak dan kelas satu keturunan Afrika-Amerika (Judge, 2005).
Berikut
adalah beberapa rekomendasi untuk mencegah atau mengurangi ketidakadilan dalam
akses dan penggunaan komputer (Gipson, 1997; Sheffield, 1997).
a.
Menyaring materi teknologi
untuk bias etnis, budaya, dan gender.
b.
Menggunakan teknologi sebagai alat untuk
memberikan kesempatan pembelajaran konstruktivis yang aktif untuk semua siswa,
tanpa memedulikan latar belakang budaya, etnis, atau gender mereka.
c.
Memberi siswa informasi
tentang para ahli dari latar belakang etnis dan gender yang beragam yang
menggunakan teknologi secara aktif dalam pekerjaan dan kehidupan mereka.
d.
Berbicara dengan orangtua
tentang cara untuk memberi anak-anak mereka aktivitas belajar yang berbasis
komputer yang sesuai di rumah. Doronglah orangtua untuk memberi anak perempuan
mereka umpan batik yang positif dalam penggunaan komputer.
6.
Masa
Depan Teknologi di Sekolah
Dalam The Educator's Manifesto (1999), Robbie McClintock berargumen bahwa
inovasi dalam komunikasi dan teknologi digital mempunyai potensi untuk mengubah
kegiatan belajar mengajar secara signifikan. Ia mengidentifikasikan tiga bidang
di mana inovasi teknologi telah mengubah apa yang mungkin secara pendidikan.
Pertama, pertumbuhan Internet dan broadband,
komunikasi nirkabel mempunyai potensi untuk mengubah sekolah dan kelas dari
tempat yang terasing dengan akses informasi yang relatif langka menjadi sekolah
dan kelas yang kaya akan koneksi dengan dunia dan ide-idenya. Kedua, teknologi
yang bermunculan "menjadikannya semakin jelas bahwa pekerjaan yang
membutuhkan pemikiran bisa terjadi dalam banyak bentuk—verbal, visual, auditori,
kinetik, dan pembauran dari semuanya. Strategi pendidikan dasar harus diperluas
guna mencakup presentasi, manipulasi, evaluasi, kreasi, dan komunikasi
pengetahuan dalam berbagai bentuk media. Ketiga, peralatan digital seperti
kalkulator, word processor, database,
spreadsheet, dan organisator grafts membantu mengotomatisasi keterampilan
intelektual pada tingkat yang lebih rendah sehingga memungkinkan pengguna untuk
lebih berkonsentrasi pada tingkat pemikiran yang lebih tinggi.
Istilah "pengoperasian
komputer secara masif" diperkenalkan oleh Mark Weiser (2001) dari Xerox
PARC, yang menulis, "Teknologi yang paling mendalam adalah teknologi yang
menghilang. Teknologi menenunkan dirinya sendiri ke dalam kain kehidupan
sehari-hari sampai tidak bisa dibedakan darinya." Weiser memimpikan
komputer yang ada di mana-mana sebagai sesuatu yang tertanam dalam lingkungan
yang kita tinggali; orang lain menganggapnya sebagai peralatan yang kita
bawa-bawa di lingkungan itu (Kay, 2005). Beberapa ahli mempertahankan bahwa hal
paling penting tentang pengoperasian komputer secara masif di sekolah adalah
ketentuan dari satu peralatan pengoperasian komputer untuk setiap siswa
(Papert, 2002; Silvernail & Lane, 2004).
Pada umumnya, sebagian besar pendidik
kontemporer memandang pengoperasian komputer secara masif sebagai suatu hal
yang mencakup ketiga pandangan di atas, begitu pula dengan pentingnya
konektivitas Internet. Pengoperasian komputer secara masif merujuk pada
lingkungan belajar yang semua siswanya mempunyai akses menuju berbagai
peralatari digital, termasuk komputer yang dihubungkan dengan Internet dan
peralatan komputer yang mudah dibawa, kapanpun dan di manapun mereka
membutuhkannya. Konsep pengoperasian komputer secara massif
berpusat pada gagasan
teknologi portabel dan virtual yang selalu tersedia, tetapi bukan merupakan
fokus pembelajaran. Satu tujuan penting bagi siswa dan guru adalah untuk
membuat pilihan berdasarkan pada pemahaman yang baik akan fakta tentang
teknologi manakah yang harus digunakan untuk tugas tertentu (Swan dkk., 2006).
Para pendidik mempelopori implementasi konsep
pengoperasian komputer secara masif. Sebagai contoh, program Apple's Classrooms of Tomorrow (ACOT)
mengeksplorasi pengajaran dan pembelajaran dalam lingkungan yang kaya akan
teknologi pada 1990-an (Apple Computer, 1995). Proyek Palm Education Pioneers (PEP) mempelajari apa yang bisa dilakukan
oleh siswa dan guru ketika semua orang memiliki komputer di tangan mereka
(Vahey & Crawford, 2002). Di negara bagian Maine, setiap siswa sekolah menengah
pertama diberi laptop (Silvernail & Lane, 2004). Para peneliti
mendokumentasikan perubahan dalam kelas pengoperasian komputer secara masif
yang mengindikasikan perkembangan teknologi di sekolah-sekolah.
Di antara implementasi pengoperasian komputer
secara masif, para peneliti telah menemukan jauh lebih banyak penggunaan sumber
Internet (ducker & McGhee, 2005; Swan dkk., 2006) dan lebih banyak
presentasi mengenai berbagai penemuan (Hill dkk., 2002). Mereka telah menemukan
jauh lebih banyak variasi gambaran yang digunakan untuk mengeksplorasi,
menciptakan, dan mengomunikasikan pengetahuan, termasuk penggunaan lebih banyak
variasi gambaran visual, spreadsheet dan
database, simulasi, serta lingkungan
eksploratif (Honey & Henriquez, 2000; Roschell, 2003; Swan dkk., 2006).
Penemuan seperti ini menunjukkan bahwa perkiraan McClintock (1999) akan menjadi
kenyataan di beberapa kelas. Pembelajaran menjadi semakin efisien dan bahwa
siswa menjadi "ahli" dalam topik tertentu (Hill dkk., 2002). Selain
itu, para peneliti memperhatikan peningkatan yang signifikan dalam kolaborasi
di antara siswa serta antara siswa dan guru di dalam kelas pengoperasian
komputer secara masif (Swan dkk., 2006).
Para peneliti mendokumentasikan pengaruh positif
dari pengoperasian komputer secara masif terhadap siswa, yang meliputi motivasi
yang lebih baik, lebih banyak keterlibatan dalam pembelajaran, lebih sedikit
masalah perilaku, kehadiran sekolah yang lebih baik, keterampilan organisasi
yang lebih baik, dan pembelajaran yang lebih mandiri (Apple Computer, 1995;
Silvernail & Lane, 2004; Stevenson, 1998; Swan dkk., 2006; van't Hooft,
Diaz, & Swan, 2004; Zucker & McGhee, 2005). Akses secara masif untuk
peralatan pengoperasian komputer bisa memengaruhi pembelajaran siswa. Para
peneliti telah mendokumentasikan keadaan melek media yang lebih baik, penulisan
yang lebih baik, dan dalam beberapa kasus, nilai yang lebih tinggi dalam tes
terstandardisasi (Hill dkk., 2002; Rockman, 2003; Vahey & Crawford, 2002;
Swan dkk., 2006). Selain itu, beberapa ahli berargumen bahwa pengoperasian
komputer secara masif "meratakan lapangan bermain" untuk kebutuhan
khusus dan siswa-siswa yang berkemampuan lebih rendah (Hill dkk., 2002; Swan
dkk., 2006).
Daftar Pustaka
Sanrock, J.W. (2008). Educational Psychology 3’th
Edition. Boston : McGraw-Hill International edition1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar