Rabu, 25 Maret 2015

Perencanaan, Pengajaran, dan Teknologi

Perencanaan, Pengajaran, dan Teknologi

A.      Perencanaan
Ada ungkapan bahwa seseorang yang gagal dalam membuat rencana, bisa dikatakan bahwa orang itu sedang merencanakan kegagalannya. Jadi rencana ini sangat penting, ibarat jika kita membuat sebuah rumah, maka kita membutuhkan desain/rancang bangun rumah tersebut.
Perencanaan juga terkait erat dengan dunia pendidikan, guru khususnya. Banyak guru yang berhasil menghubungkan prestasi mereka dengan perencanaan yang efektif. Lee Lacocca (1984) mantan pimpinan Chrysler Corporation, meyakini bahwa keberhasilannya berkaitan dengan perencanaan mingguanya.
1.    Perencanaan Pengajaran (instruksional planning)
Perencanaan adalah aspek penting untuk menjadi seorang guru yang kompeten (Parkay & Mass, 2000). Perencanaan pengajaran adalah pengembangan atau penyusunan strategi sistematik dan terorganisasi untuk merencanakan pelajaran. Guru harus menentukan materi dan cara pengajaran sebelum pelaksanaan pembelajaran.
Mungkin dirasa sangat membosankan untuk menghabiskan waktu dalam menulis rencana pelajaran. Namun rencana pembelajaran ini akan mampu memberi rasa percaya diri, membimbing anda dalam mencakup sebagian besar topik penting, dan mencegah menghambur-hamburkan waktu kelas yang sangat berharga.
Banyak strategi perencanaan diatur di seputar empat elemen berikut, yaitu sifat dari materi, siswa, konteks, dan peran guru (Darling-Hammond dkk, 2005). Salah satu perencanaan efektif yang digunakan banyak guru adalah pemetaan ke belakang (mapping backward) dari tujuan untuk berprestasi yang diinginkan ke aktivitas dan elemen-elemen dari tingkatan yang dibutuhkan untuk mendukung kemajuan siswa. Strategi yang baik adalah memulai perencanaan anda dengan pemikiran tentang tujuan-tujan yang harus tercapai pada akhir tahun pelajaran dan kemudian melakukan pemetaan ke belakang dari poin/tujuan yang ingin dicapai tersebut.
Perencanaan yang dibuat oleh guru ini membantu guru untuk mengembangkan topik-topik penting dan memaksimalkan waktu pengajaran guru. Secara singkat guru perl mengetahui hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh siswa, kapan, dalam urutan seperti apa, dan bagaimana cara melakukannya.
2.    Rancangan Waktu dan Perencanaan
Menyusun rencana waktu yang sistematis memerlukan pengetahuan tentang apa yang perlu dilakukan dan kapan melakukannya atau penekanan pada “tugas dan waktu”. Berikut ini adalah sebuah rencana waktu dan tugas yang terdiri dari enam bagian yang bermanfaat menurut Douglass dan Douglass (1993) :
a.    Hal-hal yang perlu dilakukan:
1)   Menentukan tujuan pengajaran (apa yang harus saya capai)
2)   Merencanakan kegiatan/aktivitas (apa yang harus saya lakukan untuk mencapai tujuan)
3)   Menentukan prioritas (tugas mana yang lebih penting)
b.    Waktu untuk melakukannya:
1)   Membuat estimasi/perkiraan waktu (berapa waktu yang diperlukan dalam setiap kegiatan)
2)   Membuat jadwal (kapan kegiatan akan dilakukan)
3)   Bersikap fleksibel (bagaimana saya akan menangani situasi yang tidak terduga)

Robert Yinger (1980) mengidentifikasi lima periode dari perencanaan guru, yaitu :
a.    Perencanaan tahunan.
Tujuannya adalah menetapkan isi umum (bersifat umum dan dimasukkan dalam kerangka sasaran kurikulum distrik), menentukan urutan kurikuum dasar, menata dan mengumpulkan materi.
b.    Perencanaan masa/term.
Tujuannya adalah menyusun detail isi yang akan dibahas dalam 3 bulan kedepan, menyusun jadwal mingguan untuk term yang sesuai dengan tujuan guru dan menekankan term tersebut.
c.    Perencanaan unit.
Tujuannya adalah mengembangkan urutan pembelajaran yang teratur, menyediakan isi yang komprehensif bermakna dan terintegrasi pada level yang tepat.
d.   Perencanaan mingguan.
Tujuannya adalah menentukan kegiatan mingguan kedalam kerangka jadwal mingguan, menyesuaikan jadwal dengan interupsi atau kebutuhan khusus, menjaga kontinuitas dan regularitas aktivitas.
e.    Perencanaan harian.
Tujuannya adalah menentukan dan menata kelas untuk hari berikutnya, menentukan komponen aktivitas yang belum diputuskan, menyesuaikan jadwal harian dengan intrusi menit terakhir, mempersiapkan murid untuk aktivitas sehari-hari.
Yinger juga merekomendasikan bahwa guru perlu memperhatikan empat aspek dalam perencanaan, yaitu tujuan, sumber informasi, bentuk rencana, dan kriteria untuk efektifitas perencanaan. Gambar 2 menunjukkan apa yang terlibat dalam aspek-aspek ini dalam kelima rancangan waktu yang berbeda.


Periode
Tujuan
Sumber
Bentuk rencana
Kriteria untuk menilai
Perencanaan tahunan
-   Menentukan materi umum
-   Menentukan urutan kurikulum dasar
-   Menyusun dan menyediakan materi
-   Siswa
-   Sumber yang tersedia
-   Garis pedoman kurikulum
-   Pengalaman dengan kurikulum dan materi tertentu
Uraian umum yang memuat materi dasar dan ide-ide yang mungkin terdapat dalam setiap mata pelajaran
-   Pemahaman rencana
-   Sesuai dengan tujuan dan sasaran dari sebuah wilayah
Perencanaan tahapan
-   Memperinci konteks yang harus dicakup dalam tiga bulan kedepan
-   Membuat jadwal mingguan
-  Melakukan kontak langsung dengan siswa
-  Batasan waktu yang ditentkan sekolah
-  Sumbr-sumber yang tersedia
-    Elaborasi uraian yang dibuat untuk perencanaan tahunan
-    Uraian jadwal mingguan
-    Uraian
-    Jadwal
-    Kesesuaian dengan tujuan untuk masa tersebut
Perencanaan unit
-    Mengembangkan satu rangkaian pengalaman belajar
-    Menghadirkan materi yang komprehensif, terintregrasi, dan berarti
-    Kemampuan siswa, minat, dll
-    Materi, lamanya pelajaran
-    Sasaran wilayah
-    Fasilitas yang tersedia
-   Daftar uraian aktivitas dan materi
-   Daftar aktivitas tersusun
-   Catatan dalam buku rencana
-    Organisasi , ururtan, keseimbangan, dan aliran uraian
-    Kesesuaian dengan tujuan tahunan dan masa
-    Kesesuaian dengan minat
Perencanaan mingguan
-    Merencanakan aktivitas minggu didalam kerangka kerja jadwal mingguan
-    Menyesuaikan jadwal ketika terdapat gangguan
-    Mempertahankan kontinuitas dan keteraturan aktivitas
-   Prestasi harian dan mingguan siswa
-   Gangguan sekolah yang terjadwal
-   Nama dan waktu aktivitas dalam  buku rencana
-   Hari dibagi menjadi empat bagian pengajaran
-    Kelengkapan rencana
-    Tingkat sampai mana jadwal mingguan dapat diikuti
-    Fleksibilitas rencana
-    Kesesuaian dengan tujuan
Perencanaan harian
-    Menentukan & menyusun kelas untuk hari berikutnya
-    Menentukan komponen aktivitas yang belum diputuskan
-    Menyesuaikan jadwal harian dengan perubahan mendadak
-    Mempersiapkan siswa untuk aktivitas hari itu
1.      
-   Pengajaran dari materi yang akan digunakan
-   Batas waktu yang dibutuhkan
-   Penilaian di awal pelajaran
-   Minat dan keterlibatan yang keberlanjutan
-    Jadwal harian yang tertulis di papan tulis
-    Persiapan dan susunan materi serta fasilitas
-    Penyelesaian persiapan menit terakhir
-    Keterlibatan, antusisme dan minat

Tabel 1. Lima rentang waktu perencanaan guru dan kegiatan yang terlibat
 











Meskipun perencanaan adalah dimensi utama pengajaran yang berhasil, jangan merencanakan secara berlebihan hingga ke semua hal yang dapat berjalan dengan sendirinya. Kembangkanlah rencana yang terorganisasi dan berusahalah untuk menjalankannya, tetapi bersikaplah fleksibel, beradaptasilah terhadap keadaan yang berubah-ubah, dan bersiaplah jika ada momen yang terjadi secara spontan.
3.    Perencanaan Pembelajaran Berpusat pada Guru (teacher centered)
            Tiga instrumen umum yang terkait dalam perencanaan pembelajaran yang berpusat pada guru yaitu sasaran perilaku, analisis tugas, taksonomi pembelajaran. Berikut ini adalah penjelasan yang lebih lengkap dari masing-masing instrumen tersebut :
a.    Sasaran perilaku (behavioral objectives)
Merupakan laporan tentang perubahan perilaku para siswa ntuk mencapai tingkat prestasi yang diharapkan. Mager (1962) meyakini bahwa sasaran perilaku seharusnya memiliki tiga bagian, yaitu:

1)   Perilaku siswa
Berfokus pada apa yang akan dipelajari dan dilakukan oleh siswa
2)   Kondisi terjadinya perilaku
Bagaimana perilaku tersebut akan dievaluasi atau diuji
3)   Kriteria prestasi
Menentukan tingkat prestasi yang diterima
b.   Analisi Tugas (task analysis)
Analisis tugas berfokus pada pemecahan sebuah tugas yang kompleks yang harus dipelajari siswa sebagai bagian dari komponen (Alberti dan Troutman, 2006; Miller, 2006). Menurut Moyer dan Dardig (1978) analisis tersebut bisa dilakukan dalam tiga langkah dasar berikut:
1)   Menentukan keterampilan atau konsep yang harus dimiliki siswa untuk mempelajari tugas tersebut
2)   Membuat daftar peralatan yang dibutuhkan dalam mengerjakan tugas tersebut, seperti kertas, pensil, kalkulator, dll.
3)   Membuat daftar semua komponen tugas dalam urutan dimana komponen tersebut harus dikerjakan.
c.    Taksonomi Pembelajaran
Taksonomi adalah sistem atau klasifikasi. Taksonomi Bloom dikembangkan oleh Benjamin Bloom dan rekan-rekannya (1956). Dalam taksonomi ini mengklasifikasikan tujuan pendidikan menjadi tiga ranah, yaitu pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor)
1)   Ranah Pengetahuan (kognitif)
Ranah Kognitif berisi perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, dan keterampilan berpikir.
No
Kategori
Penjelasan
Kata kerja kunci
1
Pengetahuan

Kemampuan menyebutkan atau mengingat kembali
Mengidentifikasi, Menyebutkan  Memberi nama pada, Menyusun daftar, Menggaris bawahi Menjodohkan, Memilih, Memberikan definisi
2
Pemahaman
Kemampuan memahami instruksi/masalah, menginterpretasikan dan menyatakan kembali dengan kata-kata sendiri
Menjelaskan, Menguraiakan Merumuskan, Merangkum Mengubah, Memberikan contoh tentang, Menyadur, Meramalkan Memperkirakan, Menerangkan
3
Penerapan
Kemampuan menggunakan konsep dalam praktek atau situasi yang baru serta dapat memecahkan masalah
Memperhitungkan, Membuktikan, Menghasilkan Menunjukan, Melengkapi Menyediakan, Menyesuaikan Menemukan
4
Analisa
Kemampuan memisahkan konsep kedalam beberapa komponen untuk memperoleh pemahaman yang lebih luas atas dampak komponen–komponen terhadap konsep tersebut secara utuh.
Memisahkan Menerima Menyisihkan Menghubungkan Memilih Membandingkan Mempertentangkan Membagi Membuat diagram/skema Menunjukan hubungan antara
5
Sintesis
Kemampuan merangkai atau menyusun kembali komponenkomponen dalam rangka menciptakan arti/pemahaman/ strukturbaru.
Mengkategorikan Mengkombinasikan Mengarang Menciptakan Mendesain Mengatur Menyusun kenmbalMerangkaikan Menghubungkan Menyimpulkan Merancangkan Membuat pola
6
Evaluasi
Kemampuanmengevaluasidan menilaisesuatuberdasarkan norma,acuanataukriteria.
Memperhitungkan Membuktikan  Menghasilkan Menunjukan Melengkapi Menyediakan Menyesuaikan Menemukan 

2)   Ranah Afektif
Ranah afektif mencakup perilaku terkait dengan emosi, misalnya perasaan, nilai, minat, motivasi, dan sikap.
No
Kategori
Penjelasan
Kata kerja kunci
1
Menerima
Kemampuanuntukmenunjukkan atensidan penghargaan terhadap orang lain Contoh: mendengar pendapat orang lain, mengingat nama seseorang
menanyakan, mengikuti, memberi, menahan/ mengendalikan diri, mengidentifikasi, memperhatikan,menjawab.
2
Merespon
Kemampuan berpartisipasi aktif dalam pembelajarandan selalu termotivasi untuk segera bereaksi dan mengambil tindakan atassuatukejadian. Contoh: berpartisipasi dalam diskusi kelas
Menjawab, membantu, mentaati, memenuhi, menyetujui, mendiskusikan, melakukan, memilih,menyajikan, mempresentasikan, melaporkan, menceritakan, menulis, menginterpretasikan, menyelesaikan, mempraktekkan.
3
Nilai yang dianut (Nilai diri)
Kemampuan menunjukkannilai yang dianutuntuk membedakan mana yang baik dan kurang baik terhadap suatu kejadian/obyek, dan nilai tersebut diekspresikan dalam perilaku.
Menunjukkan, mendemonstrasikan,memilih, membedakan, mengikuti,meminta, memenuhi, menjelaskan, membentuk, berinisiatif,melaksanakan, memprakarsai, menjustifikasi, mengusulkan, melaporkan, menginterpretasikan, membenarkan, menolak,  menyatakan / mempertahankan pendapat,
4
mengorganisasi
Kemampuan membentuk sistem nilai dan budaya organisasi dengan mengharmonisasikan perbedaan nilai. Contoh:  Menyepakati dan mentaati  etika profesi, mengakui perlunya keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab
Mentaati, mematuhi,merancang, mengatur, mengidentifikasikan,mengkombinasikan, mengorganisisr, merumuskan,menyamakan, mempertahankan,menghubungkan, mengintegrasikan, menjelaskan,mengaitkan, menggabungkan, memperbaiki, menyepakati, menyusun, menyempurnakan, menyatukan pendapat, menyesuaikan, melengkapi, membandingkan,memodifikasi
5
Karakterisasi
Kemampuan mengendalikan
perilaku berdasarkan nilai yang dianutdan memperbaiki hubungan intrapersonal, interpersonal dan social. Contoh: Menunjukkan rasa percaya diri ketika bekerja sendiri,kooperatif dalam aktivitas kelompok
Melakukan, melaksanakan,
memperlihatkan membedakan, memisahkan, menunjukkan, mempengaruhi, mendengarkan, memodifikasi, mempraktekkan, mengusulkan, merevisi, memperbaiki, membatasi, mempertanyakan, mempersoalkan, menyatakan,bertindak, Membuktikan,mempertimbangkan.

3.    Ranah Psikomotor
Ranah Ranah afektif mencakup perilaku terkait dengan emosi, misalnya perasaan, nilai, minat, motivasi, dan sikap. Apa yang disampaikan disini berdasarkan buku dan penelitian yang dilakukan Harrow (1972). A Taxonomy of the Psychomotor Domain: A Guide for Developing Behavioral Objectives
No
Kategori
Penjelasan
Kata kerja kunci
1
Refleks
Merespon dengan tidak sengaja/tanpa pemikiran yang sadar untuk sebuah stimulus
Mengedip, merentangkan, rileks, sentakan, meluruskan
2
Fundamental dasar
Gerakan dasar yang disengaja untuk tujuan tertentu
Berjalan, berlari, melompat, mendorong, menarik, memanipulasi, menangkap, menggengam, berdiri
3
Kemampuan Perseptual
Menggnakan indera untuk memandu usaha keterampilan mereka
Mengikuti, mengelak, mempertahankan, membaca, menulis, mengucapkan,dll
4
Kemampuan fisik
Mengembangkan keterampilan umum, daya tahan, kekuatan, fleksibilitas, dan ketangkasan
Meloncat, melompat, berlari, mengangkat, mendorong, menarik dll
5
Gerakan terampil
Melakukan keterampilan fisik yang kompleks dan membutuhkan kecakapan
Menggambar, menari, melukis, membangun, memukul bola, jungkir balik, dll
6
Perilaku non verbal
Mengkomunikasikan perasaan dan emosi melalui tindakan tubuh
Berpontomim, memperlihatkan mimik, berkomunikasi, memberikan gerak isyarat, dll

Pada tahun 1994, salah seorang murid Bloom, Lorin Anderson Krathwohl dan para ahli psikologi aliran kognitivisme memperbaiki taksonomi Bloom agar sesuai dengan kemajuan zaman. Hasil perbaikan tersebut baru dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. Dalam pembaharuan tersebut, dimensi pengetahuan mempunyai empat kategori yaitu
Dimensi Pengetahuan
Deskripsi
Faktual
Pengetahuan tentang istilah, nama orang,
nama benda, angka, tahun, dan hal-hal yang terkait secara khusus dengan suatu mata pelajaran.

Konseptual
Pengetahuan tentang kategori, klasifikasi, keterkaitan antara satu kategori dengan lainnya, hukum kausalita, definisi, teori.

Prosedural
Pengetahuan tentang prosedur dan proses khusus dari suatu mata pelajaran seperti algoritma, teknik, metoda, dan kriteria untuk menentukan ketepatan penggunaan suatu prosedur.

Metakognitif
Pengetahuan tentang cara mempelajari pengetahuan, menentukan pengetahuan yang penting dan tidak penting (strategic knowledge), pengetahuan yang sesuai dengan konteks tertentu, dan pengetahuan
diri (self-knowledge).
                   








                

Sedangkan dalam pembaharuan dimensi proses kognitif ada enam kategori yaitu
Kemampuan berfikir
Diskripsi
Mengingat: mengemukakan
kembali apa yang sudah dipelajari dari guru, buku, sumber lainnya sebagaimana aslinya, tanpa melakukan perubahan
Pengetahuan hafalan: ketepatan, kecepatan, kebenaran pengetahuan yang diingat dan digunakan ketika menjawab pertanyaan tentang fakta, definisi konsep, prosedur, hukum, teori dari apa yang sudah dipelajari di kelas tanpa diubah/berubah.
Memahami:
Sudah ada proses
pengolahan dari bentuk aslinya tetapi arti dari kata, istilah, tulisan, grafik, tabel, gambar, foto tidak berubah.
Kemampuan mengolah pengetahuan yang dipelajari menjadi sesuatu yang baru  seperti  menggantikan suatu kata/istilah dengan kata/istilah lain yang sama maknanya; menulis kembali suatu kalimat/paragraf/tulisan dengan kalimat/paragraf/tulisan sendiri dengan tanpa mengubah artinya informasi aslinya; mengubah bentuk komunikasi dari bentuk kalimat ke bentuk grafik/tabel/visual atau sebaliknya; memberi tafsir suatu kalimat/paragraf/tulisan/data sesuai dengan kemampuan peserta didik; memperkirakan kemungkinan yang terjadi dari suatu informasi yang terkandung dalam suatu kalimat/paragraf/tulisan/data.

Menerapkan: Menggunakan
informasi, konsep, prosedur, prinsip, hukum, teori yang sudah dipelajari untuk sesuatu yang baru/belum dipelajari
Kemampuan menggunakan pengetahuan seperti konsep massa, cahaya, suara, listrik, hukum penawaran dan permintaan, hukum Boyle, hukum Archimedes, membagi/ mengali/menambah/mengurangi/menjumlah,  menghitung modal dan harga, hukum persamaan kuadrat, menentukan arah kiblat, menggunakan jangka, menghitung jarak tempat di peta, menerapkan prinsip kronologi dalam menentukan waktu suatu benda/peristiwa,  dan sebagainya dalam mempelajari sesuatu yang belum pernah dipelajari sebelumnya.

Menganalisis: Menggunakan
keterampilan yang telah dipelajarinya terhadap suatu informasi yang  belum diketahuinya   dalam mengelompokkan informasi, menentukan keterhubungan antara satu kelompok/ informasi dengan kelompok/ informasi lainnya, antara fakta dengan konsep, antara argumentasi dengan kesimpulan, benang merah pemikiran  antara satu karya dengan karya lainnya
Kemampuan mengelompokkan benda berdasarkan persamaan dan perbedaan ciricirinya, memberi nama bagi kelompok tersebut, menentukan apakah satu kelompok sejajar/lebih tinggi/lebih luas dari yang lain, menentukan mana yang lebih dulu dan mana yang belakangan muncul, menentukan mana yang memberikan pengaruh dan mana yang menerima pengaruh, menemukan keterkaitan antara fakta dengan kesimpulan, menentukan konsistensi antara apa yang dikemukakan di bagian awal dengan bagian berikutnya, menemukan pikiran pokok penulis/pembicara/nara sumber, menemukan kesamaan dalam alur berpikir antara satu karya dengan karya lainnya, dan sebagainya
Mengevaluasi: Menentukan nilai
suatu benda atau informasi berdasarkan suatu kriteria
Kemampuan menilai apakah informasi yang diberikan berguna, apakah suatu informasi/benda menarik/menyenangkan bagi dirinya, adakah penyimpangan dari kriteria suatu pekerjaan/keputusan/ peraturan, memberikan pertimbangan alternatif mana yang harus dipilih berdasarkan kriteria, menilai benar/salah/bagus/jelek dan sebagainya suatu hasil kerja berdasarkan kriteria.
Mencipta:
Membuat sesuatu
yang baru dari apa yang sudah ada sehingga hasil tersebut merupakan satu kesatuan utuh dan berbeda dari komponen yang digunakan untuk membentuknya
Kemampuan membuat suatu cerita/tulisan dari berbagai sumber yang dibacanya, membuat suatu benda dari bahan yang tersedia, mengembangkan fungsi baru dari suatu benda, mengembangkan berbagai bentuk kreativitas lainnya


B.       Pengajaran Secara Langsung (direct instruction)
Pengajaran secara langsung (direct intruction) adalah pendekatan berpusat pada guru (teacher-centered) yang terstruktur yang dicirikan dengan arahan dan kontrol guru, ekspektasi guru yang tinggi atas kemajuan murid, memaksimalkan waktu yang dihabiskan murid untuk tugas-tugas akedemik, dan usaha oleh guru untuk meminimalkan pengaruh negatif terhadap murid (Joyce & Weil, 1996). Kontrol dan arahan guru terjadi ketika gur memilih tugas pembelajaran siswa, mengarahkan pembelajarantugas pada siswanya, dan meminimalisir frekuensi pembicaraan non akademis (Marchand-Martella, Slocum, &Martella, 2004)
Fokus direct instruction adalah pada kegiatan akedemik, sedangkan materi non-akademik (seperti mainan, permainan dan teka-teki) cenderung tidak digunakan, interaksi antara murid dan guru (seperti percakapan atau perhatian tentang diri atau pribadi) juga tidak begitu ditekankan.
Penekanan lain dalam pendekatan pembelajaran ini adalah meminimalisir pengaruh negatif. Para peneliti menemukan bahwa penharh negatif mengganggu jalannya pembelajaran (Rosenshine, 1971). Pengaruh negatif tersebut antaralain perasaan yang sering kali muncul dalam diri guru dan siswa ketika guru mengkritik secara berlebihan
Tujuan penting dari pendekatan pengajaran secara langsung adalah memaksimalkan waktu belajar murid (Stevenson, 2000). Waktu yang dipakai murid pada tugas-tugas akademik dikelas dinamakan waktu pembelajaran akademik. Semakin banyak waktu pembelajaran murid, semakin besar kemungkinan mereka mempelajari materi dan meraih standar tinggi. Premis instruksi langsung menyatakan bahwa cara terbaik untuk memaksimalkan tugas akademik adalah menciptakan lingkungan belajar yang berorientasi akademik secara terstruktur.

1.    Strategi pengajaran berpusat pada guru (Teacher Centered)
Strategi pengajaran berpusat pada guru (teacher-centered) mencerminkan suatu pengajaran secara langsung. Beberapa hal yang akan dibahas antaralain tentang mengorientasikan murid pada materi baru; mengajar, menjelaskan, dan mendemonstrasikan; menanyakan dan mendiskusikan; penguasaan pembelajaran; tugas di kelas; dan pekerjaan rumah.
a.    Mengorientasikan.
Sebelum menyajikan dan menjelaskan materi baru, susunlah kerangka pembelajaran dan orientasikan murid ke materi tersebut (Joyce & Weil, 1996). Kegiatan yang bisa dilaksanakan yaitu (1) review aktivitas sehari sebelumnya; (2) diskusikan sasaran pelajaran; (3) beri intruksi yang jelas dan eksplisit tentang tugas yang harus dilakukan; dan (4) beri ulasan atas pelajaran untuk hari ini.
1)   Peninjauan topik (advanced organizer) adalah aktivitas dan teknik pengajaran dengan membuat kerangka pelajaran dan mengorientasikan murid pada materi sebelum materi diajarkan (Ausubel, 1960). Advanced organizer terdiri dari dua bentuk expository dan  comparative. Expository advanced organizer memberi murid pengetahuan baru yang akan mengorientasikan mereka ke pelajaran yang akan datang. Cara lain adalah mendeskripsikan tema pelajaran dan mengapa tema itu penting untuk mempelajari suatu topik. Misalnya, untuk menorientasikan murid pada topik tentang eksplorasi peradaban Aztec, guru mengatakan bahwa mereka akan mempelari invasi Spanyol ke Meksiko, siapa suku Aztec, seperti apa kehidupan mereka, dan artefak-artefaknya. Comparative advanced organizer memperkenalkan materi baru dengan mengaitkannya dengan apa yang sudah diketahui oleh murid. Misalnya, dalam pelajaran sejarah di atas, guru mengatakan bahwa invasi Spanyol ke Meksiko membuka jalan trans-Atlantik dan mengubah dua dunia: Amerika dan Eropa. Guru meminta murid untuk memikirkan bagaimana diskusi Aztec ini berhubungan dengan perjalanan Columbus, yang sebelumnya telah mereka pelajari.
b.    Pengajaran, Penjelasan, dan Demonstrasi.
Pengajaran dengan ceramah , penjelasan, dan demonstrasi adalah aktivitas yang biasa dilakukan oleh guru dalam pendekatan pengajaran secara langsung. Peneliti telah menemukan bahwa guru yang efektif menghabiskan lebih banyak waktu untuk menerangkan dan mendemonstrasikan meteri baru (Rosenshine, 1985).
c.    Tanya jawab dan Diskusi.
Diskusi dan tanya jawab perlu diintegrasikan ke dalam pendekatan pengajaran teacher-centered (Weinstein, 1997). Dalam menggunakan strategi ini, penting untuk merespon setiap kebutuhan pembelajaran murid serta menjaga minat dan perhatian kelompok. Juga penting untuk mendistribusikan partisipasi luas serta mempertahankan semangat belajar. Tantangan lainnya adalah mengajak murid memberi kontribusi sambil mempertahankan fokus pada pelajaran. Yang menjadi persoalan adalah murid lelaki biasanya lebih mendominasi diskusi daripada murid perempuan. Dalam sebuah studi dalam pembelajaran geometri di sepuluh sekolah menengan atas, murid lelaki menjawab pertanyaan guru dua kali lebih banyak ketimbang murid perempuan (Becker, 1981). Bersikaplah peka terhadap pola-pola gender dan memastikan bahwa siswa perempuan mendapatkan waktu diskusi yang sama.
d.   Pembelajaran pengusaan materi (mastery learning)
Pembelajaran satu konsep atau topik secara menyeluruh sebelum pindah ke topik yang lebih sulit. Mastery learning talah mendapat banyak perhatian. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mastery learning efektif dalam  meningkatkan waktu yang dihabiskan murid untuk mempelajari suatu tugas (Kulik  & Bangert-Drowns, 1990), tetapi peneliti lain tidak mendapat banyak bukti untuk mendukung pendekatan mastery learning ini(Bangert, Kulik & Kulik, 1983).
 Hasil dari mastry learning tergantung kepada keahlian guru dalam merencanakan dan melaksanakan strateginya. Salah satu konteks di mana mastery learning bisa bermanfaat adalah dalam pelajaran perbaikan membaca (Schunk, 2000). Program mastery learning yang terorganisasi dengan baik untuk perbaikan membaca akan membuat guru bisa melangkah maju berdasarkan keahlian mereka, motivasi mereka, dan waktu mereka.
Prosedur-prosedur dalam mastery learning menurut Bloom (1971) dan Caroll, (1963) adalah sebagai berikut :
1)   Menetapkan tugas pembelajaran atau pelajaran
2)   Memecah pelajaran menjadi bagian-bagian pembelajaran yang selaras dengan tujuan pengajaran
3)   Merencanakan prosedur pengajaran untuk mencakup umpan balik korektif untuk siswa.
4)   Memberikan tes akhir pada setiap pelajaran untuk mengevaluasi kemampuan siswa.
e.    Seatwork (tugas mandiri di kelas)
Menyuruh semua murid atau sebagian besar murid untuk bekerja mandiri di bangku mereka. Guru bervariasi dalam menentukan seberapa banyak mereka menggunakan seatwork sebagai bagian dari pengajaran mereka (Weinstein, 2003)


f.     Pekerjaan Rumah.
Keputusan instruksional penting lainnya adalah seberapa membantu dan apa jenis pekerjaan rumah yang harus diberikan kepada murid. Dalam riset lintas-kultural yang didiskusikan di atas, yang difokuskan kepada murid Asia dan Amerika, dilakukan penilaian terhadap waktu yang dihabiskan untuk pekerjaan rumah (Chen & Stevenson, 1989). Murid Asia lebih banyak menghabiskan waktu mengerjakan pekerjaan rumah ketimbang murid Amerika. Murid Asia juga lebih bersikap positif terhadap pekerjaan rumah ketimbang murid Amerika. Dan orang tua Asia jauh lebih suka membantu anaknya dalam mengerjakan pekerjaan rumah ketimbang orang tua Amerika.
Haris Cooper (1998; Cooper & Valentine, 2001; Cooper dkk., 1998) menganalisis lebih dari 100 studi riset tentang pekerjaan rumah di sekolah Amerika. Dia menyimpulkan bahwa untuk murid sekolah dasar, efek dari pekerjaan rumah terhadap prestasi sangatlah kecil.
Aspek kunci dari perdebatan tentang apakah anak SD harus diberi pekerjaan rumah atau tidak adalah apa tipe pekerjaan rumah yang diberikan (Begley, 1998). Untuk makan kecil, penekanannya hanya pada perkerjaan rumah yang baik menimbulkan kesukaan untuk belajar dan menambah keterampilan studi. Tugasnya haruslah pendek yang dapet diselesaikan dengan cepat.           Bagi anak kecil, jangan diberi tugas yang panjang atau tugas yang membuat mereka menangis, stress, dan tegang. Sering kali guru memberikan pekerjaan rumah tanpa mempertimbangkan kegunaannyauntuk menambah pengetahuan yang dipelajari di kelas. Pekerjaan rumah seharusnya menjadi kesempatan bagi murid untuk melakukan aktivitas kreatif  dab mendalam, seperti menceritakan sejarah keluarga ketimbang memberi tugas mengingat nama-nama, tanggal,  dan nama perang sipil. Pekerjaan rumah harus berhubungan dengan aktivitas di kelas untuk hari berikutnya agar pekerjaan rumah itu memiliki makna.
Beberapa psikolog pendidikan percaya bahwa alasan pertama mengapa pekerjaan rumah tidak efektif untuk SD adalah kerena pekerjaan rumah terlalu fokus pada materi pelajaran dan tidak cukup untuk mengembangkan sikap positif terhadap sekolah, memperkuat ketekunan, dan tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas (Corno, 1998). Mereka berpendapat bahwa guru harus memberi informasi kepada orang tua murid mengenai pedoman untuk membimbing anak dalam mengerjakan pekerjaan rumah; menentukan tujuan, mengelola waktu, mengontrol emosi, dan mengecek pekerjaan mereka. Guru dan orang tua dapat menggunakan pekerjaan rumah untuk membantu anak dalam berlatih menentukan suatu tujuan dan kegiatan untuk mencapai tujuan itu.
Pekerjaan rumah dapat menjadi alat yang bagus untuk meningkatkan pembelajaran terutama SMP dan SMA (Cooper & Valentine, 2001). Dalam ulasan tentang riset tentang keterlibatan orang tua dalam pekerjaan rumah, disimpulkan bahwa banyak orang tua yang ingin tahu lebih banyak tentang tujuan guru dalam memberikan pekerjaan rumah dan saran guru untuk stategi dalam membantu anak mereka untuk belajar dan sukses (Hoover-Demsey dkk., 2001). Cooper (1998) menemukan bahwa:
1)   PR lebih efektif apabila diberikan pada satu periode waktu daripada satu waktu
2)   Pengaruh PR lebih besar terlihat pada matematika, membacaq, dan bahasa inggris
3)   Untuk siswa sekolah menengah pertama, satu atau dua jam pekerjaan rumah setiap malam sangatlah optimal.

2.    Mengevaluasi Pengajaran Berpusat pada Guru  (teacher-centered)
   Pendukung pendekatan teacher-centered percaya bahwa pendekatan ini adalah cara terbaik untuk mengajarkan keahlian dasar, yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang terstruktur secara jelas. Jadi, dalam mengajarkan keahluan-keahlian dasar ini, pendekatan teacher-centered mungkin bisa dilakukan dengan mengajarkan secara eksplisit atau secara langsung aturan-aturan tata bahasa, kosakata, perhitungan matematika, dan fakta-fakta sains (Rosenshine, 1986).
   Pendekatan teacher-centered ini bukannya tanpa kritik. Para pengkritik mengatakan bahwa instruksi model ini sering kali menghasilkan pembelajaran yang pasif dan tidak memberi kesempatan yang cukup kepada murid untuk mengkonstruksikan pengetahuan dan pemahaman. Mereka juga mengkritik instruksi teacher-centered karena dipandang menghasilkan kelas yang terlalu kaku dan terstruktur ketat, kurang memperhatikan perkembangan sosiemosional, lebih menjurus ke pemberian motivasi dari dalam, terlalu banyak memberikan tugas tertulis, hanya sedikit memberi kesempatan untuk pembelajaran dunia nyata, dan terlalu sedikit pembelajaran kolaborasi dalam kelompok.
C.      Perencanaan dan Pengajaran Pelajaran berpusat pada siswa (learner centered)
1.    Prinsip Pelajaran berpusat pada siswa (Learner-Centered)
Prinsip pembelajaran learner-centered adalah menekankan proses belajar pada siswa, bukan guru. Seiring berjalannya waktu, prinsip learner-centered ini mengalami peningkatan minat dalam perencanaan dan instruksi dalam proses pembelajaran sehingga akhirnya menghasilkan satu set pedoman yang diberi judul Learner-Centered Psychological Principles: A Framework for School Reform and Redesign (Pesidential Task Force on Psychology in Education, 1992; Work Group of the American Psychological Association’s Board of Affairs, 1995, 1997). Pedoman ini disusun dan direvisi secara periodik oleh sekelompok ilmuwan dan pendidik ahli dari berbagai bidang ilmu.
   Work Group of the American Psychological Association’s Board of Affairs (1997) menyatakan bahwa prinsip psikologi learner-centered yang mereka usulkan tekah didukung secara luas dan semakin banyak diadopsi oleh banyak kelas. Prinsip ini menekankan keaktifan dan reflektif (tanggap) pada pelajar. Karena menurut kelompok kerja ini pendidikan akan lebih efektif apabila fokus utamanya pada siswa
   Prinsip learner-centered ini dapat diklasifikasikan berdasar empat faktor, yaitu kognitif dan metakognitif, motivasional dan emosional, perkembangan dan sosial, dan perbedaan individual.
a.    Faktor Kognitif dan Metakognitif
1)   Sifat proses pembelajaran dengan melalui pengkonstruksian makna dari informasi dan pengalaman.
2)   Tujuan proses pembelajaran adalah pelajar dapat menciptakan representasi pengetahuan yang bermakna dan koheren serta menciptakan dan mengejar tujuan yang relevan dengan instruksi dari pengajar.
3)   Konstruksi pengetahuan yang berarti menggabungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya.
4)   Pemikiran strategis yang dilakukan dengan cara menggunakan berbagai strategi pemikiran dan penalaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.
5)   Memikirkan tentang pemikiran (metakognisi) dengan cara mereka belajar dan berpikir, menentukan tujuan pembelajaran yang reasonable, memilih strategi yang tepat, dan memantau kemajuan mereka menuju tujuan pembelajaran.
6)   Konteks pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti kultur, teknologi, dan praktik instruksional.
b.   Faktor Motivasi dan Emosional
1)   Pengaruh motivasi dan emosi terhadap pembelajaran. Keyakinan dan ekspektasi pelajar dapat memperkuat atau melemahkan kualitas pemikiran dan pemrosesan informasi pelajar. Emosi positif, seperti rasa ingin tahu, akan dapat membantu proses belajar. Sedangkan emosi negatif, seperti kecemasan yang berlebih, dapat melemahkan pembelajaran.
2)   Motivasi intrinsik untuk belajar, motivasi yang berasal dari diri sendiri (self-determined). Rasa ingin tahu, pemikiran mendalam, dan kreativitas adalah indiator yang baik. Motivasi intrinsik dapat meningkat jika anak menganggap tugas sebagai sesuatu yang menarik, materi pembelajaran dihubungkan dengan dunia nyata.
3)   Efek motivasi terhadap usaha. Usaha adalah aspek penting dari motivasi untuk belajar. Serta pembelajaran yang efektif membutuhkan banyak waktu, energi, dan ketekunan.
c.    Faktor Perkembangan dan Sosial
1)   Pengaruh perkembangan pada pembelajaran. Proses pembelajaran akan lebih baik jika sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Perkembangan fisik, kognitif dan domain sosioemosional setiap individu bervariasi, sehingga menyebabkan prestasi individu juga bervariasi. Ketika suatu pendidikan terlalu fokus pada satu domain, dapat menyebabkan kaburnya kemampuan domain lain. Dan, perkembangan dipengaruhi oleh sekolah, keluarga, komunitas dan budaya.
2)   Pengaruh sosial terhadap pembelajaran, seperti interaksi sosial, hubungan interpersonal dan komunikasi dengan orang lain. Hubungan interpersonal, seperti misalnya dengan orang tua, guru dan teman sebaya, yang berkualitas dapat menghasilkan percaya dan perhatian sehingga meningkatkan penghargaan diri dan pembelajaran yang positif.
d.   Faktor Perbedaan Individual
1)   Perbedaan Individual dalam pembelajaran. Setiap anak mempunyai strategi, pendekatan, dan kemampuan yang berbeda untuk belajar. Perbedaan itu disebabkan oleh pengalaman dan hereditas. Namun, prefensi tersebut tidak selalu berhasil sehingga perlu bimbingan dari guru untuk mengembangkan atau memodifikasinya.
2)   Pembelajaran dan diversitas. Pembelajaran akan lebih efektif jika perbedaan bahasa, kultur, dan latar belakang sosial murid ikut dipertimbangkan. Motivasi dan prestasi mereka akan meningkat jika latar belakang dan perbedaan individual tersebut dapat dihargai dan diakomodasi.
3)   Standar dan penilaian. Menentukan standar yang tinggi dan menantang, dan menilai kemajuan pembelajaran adalah bagian integral dari proses pembelajaran. Pembelajaran akan lebih efektif apabila murid ditantang untuk bekerja meraih tujuan yang tinggi dan tepat.
2.    Beberapa Strategi Pengajaran Berpusat pada Siswa (Learner-Centered)
Ada sejumlah strategi yang dapat digunakan oleh guru dalam mengembangkan rencana pelajaran learner-centered, yaitu pembelajaran berbasis masalah, pertanyaan esensial, dan pembelajaran penemuan
a.    Pembelajaran Berbasis Masalah (problem based learning)
Strategi ini menekankan pada pemecahan masalah kehidupan nyata. Kurikulum berbasis masalah akan memberi masalah riil pada murid, yakni masalah yang muncul dalam kehidupan sehari-hari (Jones, Rasmussen, & Moffit, 1997).
Dalam pembelajaran berbasis masalah ini fokus pada suatu masalah yang harus dipecahkan oleh murid melalui kerja kelompok kecil. Murid  mengidentifikasi sebuah masalah kemudian mencari bahan untuk menangani masalah tersebut. Guru bertindak sebagai pembimbing murid.
b.   Pertanyaan esensial
Pertanyaan yang merefleksikan inti dari kurikulum, hal paling penting yang harus dipelajari oleh murid (Jacob, 1997). Pertanyaan esensial akan membuat murid bingung, menyebabkan mereka berpikir, dan memotivasi rasa ingin tahu mereka. Pertanyaan esensial adalah pilihan yang kreatif. Misalnya, pertanyaan berupa “Mengapa benda-benda itu bisa terbang?” Murid akan mengeksplorasi sesuatu-sesuatu yang berkaitan dengan pertanyaan itu. Sehingga nantinya akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan lain
c.    Pembelajaran Penemuan (discovery learning)
Pembelajaran penemuan (discovery learning) adalah pembelajaran di mana murid menyusun pemahaman sendiri. Dalam pembelajaran penemuan, murid harus mencari tahu sendiri informasi-informasi, tidak diberikan oleh guru. Hal ini berhubungan dengan ide Piaget, yang pernah mengatakan bahwa setiap kali guru memberi tahu murid, maka murid tidak belajar.
John Dewey dan Jerome Bruner mempromosikan konsep pembelajaran penemuan ini. Mereka berpendapat bahwa pembelajaran penemuan mendorong murid untuk berpikir sendiri dan menemukan cara menyusun dan mendapatkan pengetahuan. Guru bertanggung jawab memfasilitasi dengan memberi aktivitas yang merangsang murid untuk mencari tahu pengetahuan. Selain itu, guru juga berkewajiban menjawab pertanyaan-pertanyaan murid.
Dalam pembelajaran penemuan, murid didorong belajar sendiri dan instruksi diberikan pada level minimal atau bahkan tidak diberikan sama sekali. Bagi beberapa murid, belajar sendiri tidak selalu bermanfaat. Hal itu akan menyebabkan murid mendapat informasi yang salah dan strategi yang tidak efisien untuk menemukan informasi. Bahkan ada murid yang tidak mendapat pengetahuan sama sekali.
Hal ini memunculkan pembelajaran penemuan dengan bimbingan (guided discovery learning), di mana murid didorong untuk menyusun sendiri pemahamannya dengan bantuan arahan dari guru (Minstrell dan Kraus, 2005). Berdasarkan penelitian mengindikasikan bahwa guided discovery learninglebih unggul daripada discovery learning yang murni dalam setiap kasus (Mayer, 2004)
3.    Evaluasi Pembelajaran Berpusat pada Siswa (Leaner-Centered)
Pendekatan leaner-centered untuk perencanaan dan pembelajaran pelajaran memberikan banyak hal positif. Prinsip learner-centered yang disusun oleh American Psychological Association tersebut mendorong guru utnuk membantu murid secara aktif mengkonstruksi pemahaman mereka, menentukan tujuan dan rencana, berpikir mendalam dan kreatif, memantau pembelajaran mereka, memecahkan masalah dunia nyata, mengembangkan rasa percaya diri yang positif dan mengontrol emosi, memotivasi diri sendiri, belajar sesuai dengan level perkembangan, bekerja sama dengan orang lain dan memenuhi standar.
Hirsch (1996), sebagai pengkritik pendekatan ini, mengatakan bahwa pendekatan ini terlalu memerhatikan proses pembelajaran. Feng berpendapat bahwa tidak semua mata pelajaran dapat berlangsung sesuai dengan yang diharapkan menggunakan pendekatan learner-centered. Pendekatan ini akan efektif jika diterapkan pada ilmu sosial dan kemanusiaan, di mana masalah tidak terdefinisi secara rapi. Namun tidak pada pelajaran yang terususun rapi seperti matematika dan sains. Pengkritik lain juga mengatakan bahwa pendekatan ini kurang efektif apabila digunakan pada tahap pembelajaran awal karena murid belum memiliki pengetahuan memadai untuk membuat keputusan tentang apa yang harus mereka pelajari.
Pendekatan pembelajaran teacher-centered dan learner-centered memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dua instruksi tersebut dapat digunakan dalam kelas karena saling melengkapi.
D.      Teknologi dan Pendidikan
Dalam masyarakat kontemporer, teknologi meminkan peran penting dalam perencanaan dan pengajaran. Teknologi dapat mempengaruhi kurikulum dalam tiga cara, yaitu: (1) sebagaia tujuan belajar untuk siswa-siswa guna mengembangkan kompetensi teknologi tertentu; (2) sebagai sumber untuk perencanaan kurikulum melalui materi yang diperluas yang ada di Internet; dan (3) sebagai alat yang meningkatkan kemampuan siswa untuk belajar melalui teknologi, seperti simulasi dan visualisasi dalam ilmu pengetahuan alam dan analisis teks dalam karya sastra, begitu pula dengan peranti lunak yang mendorong renungan dan memberikan model kinerja yang bagus (Darling-Hammond dkk., 2005).
1.    Revolusi Teknologi
Revolusi teknologi adalah bagian dari masyarakat informasi di mana kita kini hidup. Orang menggunakan computer, bolpoin, surat, dan telepon untuk berkomunikasi . masyarakat informasi baru masih mengandalkan beberapakeahlian nonteknologi mendasar, seperti : ketrampilan berkomunikasi, kemampuan memecahkan masalah, berfikir mendalam, berfikir kreatif, dan bersifat positif. Namun, di dunia yang saat ini berorientasi pada teknologi, bagaimana  orang-orang mengejar kompetensi ini ditantang dan diperpanjang dalam cara-cara serta pada kecepatan yang harus diatasi oleh sedikit orang dalam era sebelumnya (Bitter & Pierson, 2005; Reisser & Dempsey, 2007).
Pada tahun 1983 hanya sekitar  50.000 komputer di sekolah-sekolah Amerika, terus meningkat dramatis dan kemudian pada tahun 2002 ada lebih dari 1 juta komputer di sekolah – sekolah Amerika dan setiap sekolah kini sedikitnya punya satu komputer. Namun walaupun berpotensi meningkatkan pembelajaran murid, sekolah masih ketinggalan dalam memanfaatkan teknologi dibanding lembaga lain. Sebuah survey yang dilakukan oleh Office of Technology Assessment menemukan bahwa mayoritas guru tidak akrab dengan komputer. Komputer masih sering dipakai untuk kegiatan biasa, bukan untuk pembelajaran yang konstruktif dan aktif (Newby dkk, 2000).
Banyak guru tidak memiliki pengetahuan memadai dalam menggunakan komputer, dan banyak sekolah tidak menyediakan workshop atau pelatihan yang dibutuhkan. Dan dengan perkembangan teknologi yang pesat, komputer yang dibeli sekolah, menjadi cepat ketinggalan zaman, bahkan ada yang rusak dan perlu diperbaiki (Baines, Deluzain, & Stanley, 1999). Kenyataan ini berarti bahwa pembelajaran disekolah belum direvolusikan secara teknologi. Hanya ketika sekolah punya guru yang terlatih, secara logislah, maka revolusi teknologi akan benar-benar mengubah sekolah-sekolah (Howell & Dunnivant, 2000; Tomei, 2000).
2.      Internet
Internet adalah inti dari komunikasi melalui komputer. Sistem internet berisi ribuan jaringan komputer yang terhubung di seluruh dunia, menyediakan informasi yang tak terhingga yang dapat diakses murid.
World Wide Web (web) adalah sistem pengambilan informasi hypermedia yang menghubungkan berbagai materi internet; materi ini mencakup teks dan grafis. Web memberi struktur yang dibutuhkan internet. Indeks Web dan mesin pencari (search engine) seperti google, goto, infossek, looksmart, lycos, northern light, dan yahoo dapat membantu murid menemukan informasi yang mereka cari dengan memeriksa berbagai sumber.
Website adalah lokasi individu atau organisasi di internet. Website menampilkan informasi yang dimasukkan oleh individu atau organisasi. E-mail adalah singkatan dari electronic mail dan merupakan bagian penting lain dari internet. Pesan dapat dikirim dan diterima dari satu individu atau dari banyak individu sekaligus.
Internet bisa merupakan alat yang berharga untuk membantu siswa-siswa belajar (Berson click., 2007; Koedinger & Corbett, 2006; Scardamalia & Bereiter, 2006). Namun, Internet mempunyai beberapa kekurangan (Schofeld, 2006). Agar siswa-siswa Anda menggunakannya secara efektif, Anda harus mengetahui cara menggunakannya dan merasa nyaman dengannya, serta memiliki peralatan dan peranti lunak yang up-to-date. Selain itu, telah dikemukakan pula kekhawatiran tentang siswa-siswa yang mengakses materi pornografi dan situs Web yang kontroversial serta akurasi dari informasi yang dikumpulkan dari Internet. Banyak dari masalah ini diselesaikan dengan menginstal firewall (sistem atau jaringan komputer yang dirancang untuk memblok akses yang tidak sah, sementara mengizinkan komunikasi ke luar) atau memblok peranti lunak dalam server sekolah.
Namun, ketika digunakan secara efektif, Internet memperluas akses ke dunia pengetahuan dan orang-orang, yang tidak bisa didapat siswa-siswa dalam cara lain (Cruz & Duplass, 2007). Pertumbuhan Internet juga menghasilkan fenomena baru dalam metode belajar dari kejauhan, yaitu sekolah virtual (Simonson dkk., 2006; Wang & Gearhart, 2006). Sekolah virtual adalah "organisasi pendidikan yang menawarkan pelajaran melalui internet atau metode yang berbasis Web" (Clark, 2001, him. 1).
3.    Menggunakan internet di dalam kelas
Berikut ini ada beberapa cara yang efektif untuk menggunakan internet di dalam kelas:
a.    Menavigasi dan mengintegrasikan pengetahuan. internet mempunyai data base informasi yang sangat besar mengenai berbagai topik yang terorganisasi dalam cara yang berbeda. Ketika siswa mengeksplorasi sumber internet, mereka bisa mengerjakan proyek-proyek yang mengintegrasikan informasi dari berbagai sumber yang tidak bisa mereka akses tanpa internet.
b.    Pembelajaran yang kolaboratif. Salah satu cara yang paling efektif untuk menggunakan internet di dalam kelas adalah aktifitas yang berpusat pada proyek ( Bruckman, 2006). Memang banyak WebQuest dirancang untuk bersifat kolaboratif dengan peran dan tugas yang diberikan kepada anggota –anggota yang berbeda dari setiap kelompok.
c.    Komunikasi yang diperantarai oleh computer. Semakin banyak proyek pendidikan yang melibatkan penggunaan komunikasi yang digawangi oleh computer.
d.   Meningkatkan pemahaman guru. Dua sumber internet yang sangat bagus adalah educational resources information center (ERIC di www. Eric.ed.gov) dan Educator’s Reference Desk ( www.eduref.org) yang memberikan informasi gratis tentang berbagai  topik pendidikan.
4.    Kegiatan Belajar Mengajar dan Teknologi
Sebuah persoalan khusus adalah bagaimana teknologi bisa digunakan untuk meningkatkan proses belajar mengajar (Jonassen, 2006; Lajoie & Azevedo, 2006; Spector dick., 2005). Selama lebih dari dua dekade terakhir, sejumlah pendidik di Educational Technology Center di Harvard University telah berusaha mencari cara untuk menggunakan teknologi guna meningkatkan pemahaman siswa. Stone Wiske dan koleganya (2005) baru-baru ini mendeskripsikan cara untuk secara lebih efektif menggunakan teknologi dalam mengajarkan pemahaman dengan mempertimbangkan:
a.    Mengevaluasi topik yang patut dipahami. Banyaknya informasi yang diberikan oleh Internet memungkinkan siswa untuk belajar lebih banyak tentang minat dan ide mereka sendiri serta mengukir jalan yang unik dalam mempelajari satu topik daripada mengikuti langkah yang sudah umum dalam buku pelajaran atau buku latihan yang umum (Roblyer, 2006).
b.    Memikirkan tentang apa yang harus dipahami oleh siswa mengenai satu topik. Ketika guru mempertimbangkan untuk menggunakan teknologi di dalam kelas, mereka harus memikirkan tujuan belajar bagi siswa-siswa mereka. Tujuan tersebut bisa meliputi pembelajaran konsep baru atau penerapan konsep utama untuk situasi yang relevan.
c.    Memperhatikan bagaimana siswa mengembangkan dan mendemonstrasikan pemahaman. Gunakanlah teknologi untuk membantu siswa "merentangkan pikiran mereka" dan memahami sesuatu dalam cara yang tidak pernah mereka lakukan sebelumnya.
d.    Mempertimbangkan bagaimana siswa dan guru menilai pembelajaran. Gunakanlah penilaian yang berkelanjutan daripada hanya menggunakan penilaian akhir (Means, 2006). Selama penilaian yang berkelanjutan, anda mungkin membimbing siswa dalam memahami berbagai pekerjaan berkualitas yang melibatkan atau menggunakan kolaborasi teman sebaya untuk membantu siswa-siswa menganalisis dan memperbaiki pekerjaan mereka.
e.    Merenungkan cara siswa dan guru agar bisa belajar bersama. "Teknologi yang berjaringan memberikan banyak keuntungan untuk menghubungkan siswa dengan komunitas yang reflektif dan kolaboratif. Siswa bisa berbagi informasi dan pekerjaan dengan banyak siswa lain di seluruh dunia. Web, yang memiliki gambar digital, rekaman audio dan video, serta konferensi video, juga memungkinkan siswa dan guru untuk mengumumkan serta berkolaborasi dalam pekerjaan, membuka kemungkinan untuk berkomunikasi dengan banyak pemirsa di luar kolas" (Wiske, Franz, & Breit, 2005, him. 100, 102).
5.    Teknologi dan Keberagaman Sosial Budaya
Teknologi membawa serta isu sosial tertentu (Comstock & Scharrer, 2006). Sebagai contoh, akankah penggunaan teknologi yang semakin tinggi di sekolah, terutama komputer, memperlebar jurang pemisal, pembelajaran antara siswa kaya dan miskin atau antara siswa laki-laki dan perempuan?
Pada kenyataannya, masih ada jurang pemisah antara siswa kaya dan miskin dalam ketersediaan serta penggunaan komputer dan Internet. Selain itu, komputer sering digunakan untuk aktivitas yang berbeda dalam kelompok sosial budaya yang berbeda..Sekolah yang memiliki persentase tinggi siswa etnis minoritas dengan penghasilan rendah cenderung menggunakan komputer untuk latihan dan mengerjakan latihan (Maddux, Johnson, & Willis, 1997). Sebaliknya, sekolah yang memiliki persentase tinggi siswa berkulit putih dengan penghasilan menengah dan tinggi kemungkinan besar menggunakan komputer untuk aktivitas belajar konstruktivis yang lebih kreatif. Anak laki-laki lebih sering menggunakan komputer untuk aplikasi matematika, anak perempuan untuk word processing (Beal, 1994).
Untuk menempatkan penemuan ini di dalam konteks, sebuah studi terkini menyingkap bahwa akses dan penggunaan komputer rumah, adanya area komputer di kelas, memperendah rasio komputer di sekolah serta seringnya penggunaan peranti lunak untuk melek hurufdan matematika berhubungan dengan prestasi akademis pada siswa­siswa taman kanak-kanak dan kelas satu keturunan Afrika-Amerika (Judge, 2005).
Berikut adalah beberapa rekomendasi untuk mencegah atau mengurangi ketidakadilan dalam akses dan penggunaan komputer (Gipson, 1997; Sheffield, 1997).
a.    Menyaring materi teknologi untuk bias etnis, budaya, dan gender.
b.    Menggunakan teknologi sebagai alat untuk memberikan kesempatan pembelajaran konstruktivis yang aktif untuk semua siswa, tanpa memedulikan latar belakang budaya, etnis, atau gender mereka.
c.    Memberi siswa informasi tentang para ahli dari latar belakang etnis dan gender yang beragam yang menggunakan teknologi secara aktif dalam pekerjaan dan kehidupan mereka.
d.   Berbicara dengan orangtua tentang cara untuk memberi anak-anak mereka aktivitas belajar yang berbasis komputer yang sesuai di rumah. Doronglah orangtua untuk memberi anak perempuan mereka umpan batik yang positif dalam penggunaan komputer.
6.         Masa Depan Teknologi di Sekolah
Dalam The Educator's Manifesto (1999), Robbie McClintock berargumen bahwa inovasi dalam komunikasi dan teknologi digital mempunyai potensi untuk mengubah kegiatan belajar mengajar secara signifikan. Ia mengidentifikasikan tiga bidang di mana inovasi teknologi telah mengubah apa yang mungkin secara pendidikan. Pertama, pertumbuhan Internet dan broadband, komunikasi nirkabel mempunyai potensi untuk mengubah sekolah dan kelas dari tempat yang terasing dengan akses informasi yang relatif langka menjadi sekolah dan kelas yang kaya akan koneksi dengan dunia dan ide-idenya. Kedua, teknologi yang bermunculan "menjadikannya semakin jelas bahwa pekerjaan yang membutuhkan pemikiran bisa terjadi dalam banyak bentuk—verbal, visual, auditori, kinetik, dan pembauran dari semuanya. Strategi pendidikan dasar harus diperluas guna mencakup presentasi, manipulasi, evaluasi, kreasi, dan komunikasi pengetahuan dalam berbagai bentuk media. Ketiga, peralatan digital seperti kalkulator, word processor, database, spreadsheet, dan organisator grafts membantu mengotomatisasi keterampilan intelektual pada tingkat yang lebih rendah sehingga memungkinkan pengguna untuk lebih berkonsentrasi pada tingkat pemikiran yang lebih tinggi.
Istilah "pengoperasian komputer secara masif" diperkenalkan oleh Mark Weiser (2001) dari Xerox PARC, yang menulis, "Teknologi yang paling mendalam adalah teknologi yang menghilang. Teknologi menenunkan dirinya sendiri ke dalam kain kehidupan sehari-hari sampai tidak bisa dibedakan darinya." Weiser memimpikan komputer yang ada di mana-mana sebagai sesuatu yang tertanam dalam lingkungan yang kita tinggali; orang lain menganggapnya sebagai peralatan yang kita bawa-bawa di lingkungan itu (Kay, 2005). Beberapa ahli mempertahankan bahwa hal paling penting tentang pengoperasian komputer secara masif di sekolah adalah ketentuan dari satu peralatan pengoperasian komputer untuk setiap siswa (Papert, 2002; Silvernail & Lane, 2004).
Pada umumnya, sebagian besar pendidik kontemporer memandang pengoperasian komputer secara masif sebagai suatu hal yang mencakup ketiga pandangan di atas, begitu pula dengan pentingnya konektivitas Internet. Pengoperasian komputer secara masif merujuk pada lingkungan belajar yang semua siswanya mempunyai akses menuju berbagai peralatari digital, termasuk komputer yang dihubungkan dengan Internet dan peralatan komputer yang mudah dibawa, kapanpun dan di manapun mereka membutuhkannya. Konsep pengoperasian komputer secara massif berpusat pada gagasan teknologi portabel dan virtual yang selalu tersedia, tetapi bukan merupakan fokus pembelajaran. Satu tujuan penting bagi siswa dan guru adalah untuk membuat pilihan berdasarkan pada pemahaman yang baik akan fakta tentang teknologi manakah yang harus digunakan untuk tugas tertentu (Swan dkk., 2006).
Para pendidik mempelopori implementasi konsep pengoperasian komputer secara masif. Sebagai contoh, program Apple's Classrooms of Tomorrow (ACOT) mengeksplorasi pengajaran dan pembelajaran dalam lingkungan yang kaya akan teknologi pada 1990-an (Apple Computer, 1995). Proyek Palm Education Pioneers (PEP) mempelajari apa yang bisa dilakukan oleh siswa dan guru ketika semua orang memiliki komputer di tangan mereka (Vahey & Crawford, 2002). Di negara bagian Maine, setiap siswa sekolah menengah pertama diberi laptop (Silvernail & Lane, 2004). Para peneliti mendokumentasikan perubahan dalam kelas pengoperasian komputer secara masif yang mengindikasikan perkembangan teknologi di sekolah-sekolah.
Di antara implementasi pengoperasian komputer secara masif, para peneliti telah menemukan jauh lebih banyak penggunaan sumber Internet (ducker & McGhee, 2005; Swan dkk., 2006) dan lebih banyak presentasi mengenai berbagai penemuan (Hill dkk., 2002). Mereka telah menemukan jauh lebih banyak variasi gambaran yang digunakan untuk mengeksplorasi, menciptakan, dan mengomunikasikan pengetahuan, termasuk penggunaan lebih banyak variasi gambaran visual, spreadsheet dan database, simulasi, serta lingkungan eksploratif (Honey & Henriquez, 2000; Roschell, 2003; Swan dkk., 2006). Penemuan seperti ini menunjukkan bahwa perkiraan McClintock (1999) akan menjadi kenyataan di beberapa kelas. Pembelajaran menjadi semakin efisien dan bahwa siswa menjadi "ahli" dalam topik tertentu (Hill dkk., 2002). Selain itu, para peneliti memperhatikan peningkatan yang signifikan dalam kolaborasi di antara siswa serta antara siswa dan guru di dalam kelas pengoperasian komputer secara masif (Swan dkk., 2006).
Para peneliti mendokumentasikan pengaruh positif dari pengoperasian komputer secara masif terhadap siswa, yang meliputi motivasi yang lebih baik, lebih banyak keterlibatan dalam pembelajaran, lebih sedikit masalah perilaku, kehadiran sekolah yang lebih baik, keterampilan organisasi yang lebih baik, dan pembelajaran yang lebih mandiri (Apple Computer, 1995; Silvernail & Lane, 2004; Stevenson, 1998; Swan dkk., 2006; van't Hooft, Diaz, & Swan, 2004; Zucker & McGhee, 2005). Akses secara masif untuk peralatan pengoperasian komputer bisa memengaruhi pembelajaran siswa. Para peneliti telah mendokumentasikan keadaan melek media yang lebih baik, penulisan yang lebih baik, dan dalam beberapa kasus, nilai yang lebih tinggi dalam tes terstandardisasi (Hill dkk., 2002; Rockman, 2003; Vahey & Crawford, 2002; Swan dkk., 2006). Selain itu, beberapa ahli berargumen bahwa pengoperasian komputer secara masif "meratakan lapangan bermain" untuk kebutuhan khusus dan siswa-siswa yang berkemampuan lebih rendah (Hill dkk., 2002; Swan dkk., 2006).










Daftar Pustaka

Sanrock, J.W. (2008). Educational Psychology 3’th Edition. Boston : McGraw-Hill International edition1
                   



















Tidak ada komentar:

Posting Komentar